Selasa, 26 November 2024

Memastikan Pilkada Jawa Timur Ramah Disabilitas

 

Memastikan Pilkada Jawa Timur Ramah Disabilitas

Oleh: Pradikta Andi Alvat

Berdasarkan data yang dirilis KPU Jawa Timur, Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk Pilkada Jawa Timur 2024 adalah sebesar 31.280.418 pemilih, yang terdiri dari 15.410.935 pemilih laki-laki dan 15.869.483 pemilih perempuan yang tersebar di 38 kabupaten/kota, 666 kecamatan, dan 8.494 kelurahan/desa. Dari 31.820.418 total pemilih terdapat 161.606 pemilih disabilitas. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Disabilitas, penyandang disabiltas (difabel) didefinisikan sebagai setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan atau sensorik dalam jangka waktu yang lama, yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif. Oleh sebab itu, diperlukan kebijakan dan tindakan afirmatif dalam penyelenggaraan Pilkada Jawa Timur agar pemilih disabilitas tidak mengalami hambatan dalam menunaikan hak pilihnya.

Peran KPU Jawa Timur

KPU Jawa Timur telah bekerja keras untuk menjadikan Pilkada Jawa Timur ramah difabel. Dimulai dari proses pemutakhiran data pemilih, KPU Jawa Timur telah memberikan perhatian khusus kepada penyandang disabilitas. Data pemilih disabilitas telah ditandai dengan kode yang menunjukkan jenis disabilitas pemilih sehingga penyandang disabilitas akan mendapatkan perlakuan khusus di TPS nanti sesuai dengan kebutuhan mereka. Kemudian, KPU Jawa Timur juga menggenjot sosialisasi Pilkada 2024 bagi penyandang disabilitas di berbagai wilayah di Jawa Timur agar mereka dapat menyalurkan hak suara secara efektif. Dalam sosialisasi dijelaskan hak-hak afirmatif penyandang disabilitas dalam Pilkada.

Selanjutnya, dalam debat paslon Pilkada Jawa Timur, KPU Jawa Timur juga memfasilitasi penyandang disabilitas dengan menyiarkan debat melalui saluran radio, sehingga difabel tuna netra dapat mengikutinya. Kemudian, KPU Jawa Timur juga telah menyediakan alat bantu untuk para penyandang disabilitas baik tuna netra maupun tuna daksa di TPS-TPS yang ada pemilh disabilitas.

Kebijakan Kedepan

Kedepan, diperlukan perbaikan kebijakan terkait aksesbilitas penyandang disabiltas dalam Pilkada. Pertama, pemutakhiran data. Pendataan penyandang disabiltas terhambat karena akses informasi dari keluarga yang rendah. Kedepannya, diperlukan sinergitas antara keluarga penyandang disabilitas dengan petugas pemutakhiran data sehingga pemetaan jumlah pemilih difabel dan pengadaan fasilitas penunjang difabel lebih efektif. Kedua, harus diadakan bimbingan teknis khusus kepada PPS terkait aksesbilitas pelayanan terhadap penyandang disabilitas pada saat di TPS. Ketiga, diperlukan layanan antar jemput oleh PPS setempat kepada pemilih disabilitas untuk meningkatkan partisipasi penyandang disabilitas. Keempat, pelibatan penyandang disabilitas sebagai penyelenggara Pilkada yakni PPS.

#KompetisiKaryaTulisPilkadaJatim2024 #KPUJatim #PilkadaSerentak2024 #PilgubJatimSenengBareng

Sabtu, 11 November 2023

KEADILAN

Keadilan sejati hanya ada di akhirat kelak

Di dunia tidak pernah ada keadilan hakiki

Yang kuat menindas yang lemah. Yang kuasa sewenang-wenang terhadap yang tak punya kuasa

Akan terus menjadi lukisan zaman yang berulang dari masa ke masa



Minggu, 25 Desember 2022

PUISI: KUASA

Keringat mengucur deras membasahi tubuh beraroma matahari

Dedikasi absolut sepanjang desir nafas

Berjuang menjadi yang terbaik dari yang terbaik

Dua manusia prominen bersaing memahat altar sejarah 

Dari Rosario Argentina dengan talenta wahid, dari Madeira Portugal berbekal kerja keras tanpa tanding 

Ratusan gol, puluhan gelar, rekor demi rekor, belasan tahun keduanya menghadirkan pagelaran paripurna 

Kini, kisah epic lapangan hijau telah sampai di ujung waktu 

Pria Rosario meraih juara dunia menyamai sang legenda tangan Tuhan

Pria Madeira tersayat getir menatap singgasana 

Yang terbaik dari yang terbaik telah ditakdirkan yang Kuasa


Sabtu, 12 Maret 2022

PUISI: SETAN MERASA MALAIKAT

Rajin ibadah tanpa dampak ahlak

Rajin mengaji hati tetap penuh iri dengki

Amal hanya untuk pengakuan diri

Sembari congkak menghina manusia lainnya

Merasa diri paham agama tapi hobinya mencela

Merasa diri ahli salat namun suka ghibah maksiat 

Merasa diri malaikat padahal perangai setan 

Dunia sudah uzur, banyak setan sok berjubah malaikat






Sabtu, 05 Maret 2022

PUISI: LEPAS

Sepi memeluk jiwa yang temaram

Raga menggigil ringkih 

Lemah terbaring rintih

Pucat pasi tersirat luka 

Apa yang terucap hanya bual

Menanti waktu rasa itu lepas

Mengembara 













Rabu, 01 Desember 2021

PUISI: KOTA JANGKAR KERAMAT

Kecil lengang tapi memikat

Panas menyengat namun mempesona

Seperempat abad memeluk erat

Beragam cerita terukir dalam kalbu

Selalu terpatri, Stadion Krida yang mendebarkan jantung itu

Terngiang selalu, pekatnya secangkir kopi lelet nan candu

Terpahat dalam maji, kisah lirih masa muda putih abu-abu  

Les Blues atau Ole-Ole menjadi labuhan sunyi asmara malam Minggu

Rembang, Kota Jangkar Keramat

Setiap sudut kota mu, terendap aroma rindu





Senin, 02 Agustus 2021

KONSTRUKSI NOTOIRE FEITEN NOTORIUS DALAM PEMBUKTIAN HUKUM PIDANA

 

           Dalam doktrin hukum acara pidana dikenal beberapa teori pembuktian. Teori pembuktian di sini berbicara mengenai dasar bagi hakim untuk membuktikan kesalahan terdakwa sekaligus dasar formal untuk menjatuhkan pemidanaan. Berikut beberapa teori pembuktian pidana yang dikenal di dalam doktrin.

Pertama, teori pembuktian conviction in time. Adalah pembuktian dengan hanya menggunakan keyakinan hakim an sich tanpa perlu adanya alat bukti formal. Kedua, teori pembuktian conviction in raisonee. Adalah pembuktian dengan menggunakan keyakinan hakim tanpa alat bukti formal tetapi keyakinan hakim tersebut harus dilandasi oleh alasan dan argumentasi yang logis.

Ketiga, teori pembuktian positif. Sistem pembuktian yang berpedoman pada alat bukti formal sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tanpa adanya keyakinan hakim. Keempat, teori pembuktian negatif. Sistem pembuktian yang berpedoman pada alat bukti formal sebagaimana ditentukan oleh undang-undang serta keyakinan hakim.

Pembuktian dalam hukum acara pidana Indonesia sendiri menganut teori pembuktian negatif. Hal ini bisa dilihat melalui ketentuan Pasal 183 KUHAP “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya

Selanjutnya dalam Pasal 184 ayat (1) ditentukan jenis-jenis alat bukti, meliputi: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Kemudian dalam Pasal 184 ayat (2) terdapat klausula “Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan”. Ketentuan Pasal 184 ayat (2) KUHAP ini disebut sebagai Notoire Feiten Notorius.

Dalam penjelasan Pasal 184 ayat (2) sendiri tidak ditemukan maksud (arti) dari pada “Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan”. Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (2010) menjelaskan bahwa arti dari pada “hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan” sebagaimana tertuang dalam Pasal 184 ayat (2) KUHAP merujuk pada keadaan atau peristiwa yang diketahui oleh umum. Atau perihal suatu keadaan yang akan selalu mengakibatkan dampak sebagaimana yang telah menjadi pengalaman umum.

Contoh dari pada “Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan” (notoire feiten notorius) misalnya api itu bersifat panas, banjir itu menyebabkan genangan air, lahar dari gunung meletus itu panas, pisau itu termasuk senjata tajam, dan hal umum lainnya.

Dalam relasinya dengan ihwal pembuktian, notoire feiten notorius memiliki peran konstruksi yang harus dipahami. Pertama, hakim dapat menjadikan notoire feiten notorius sebagai kenyataan untuk menguatkan argumentasi putusan terkait penilaian terhadap suatu peristiwa atau keadaan tanpa perlu membuktikan lagi.

Kedua, notoire feiten notorius bukanlah alat bukti formal sehingga tidak bisa menjadi dasar validitas bagi hakim untuk membuktikan kesalahan terdakwa dan menjatuhkan pidana. Dasar validitas bagi hakim untuk membuktikan kesalahan terdakwa dan menjatuhkan pidana merujuk pada ketentuan Pasal 183 KUHAP yakni minimal 2 alat bukti serta keyakinan hakim.

Ketiga, notoire feiten notorius dapat digunakan oleh hakim untuk memperoleh dan memperkuat keyakinan yang didapat dari alibi atau keterangan terdakwa, saksi, atau penuntut umum ketika merujuk pada peristiwa atau keadaan tertentu yang resultantenya sudah menjadi pengalaman umum ‘bahwa hasilnya akan demikian’ namun diingkari oleh terdakwa, saksi, atau penuntut umum. Misalnya ketika terdakwa membuat alibi bahwa ia tidak menyangka bahwa pisau yang di goreskan ke tubuh korban dapat menyebabkan korban terluka. Padahal menurut pengalaman umum (notoire feiten notorius) pisau merupakan benda tajam yang bisa menyebabkan luka jika digoreskan pada tubuh manusia.