Sabtu, 22 Februari 2020

KLUB SEPAK BOLA DAN PEMERINTAH DAERAH


Pada malam yang dingin selepas gerimis di sebuah warung kopi, saya terlibat diskusi nan hangat mengenai sepak bola bersama kawan saya yang notabene adalah penggemar berat dunia si kulit bundar khususnya seputar wajah dan dinamika "bal-balan" lokal.

Diskusi kami berjalan begitu cair. Hingga pada satu titik saya harus menyahut perkataaanya. Saat itu dia berkata: "Saat ini banyak klub profesional yang kembang-kempis (kesulitan ekonomi) karena minimnya kepedulian dan peran dari pemerintah daerah".

Saya langsung menanggapi "Secara formal memang tidak ada kewajiban dan tanggung jawab pemerintah daerah terhadap klub profesional yang berada di daerahnya, secara aturan bahkan itu dilarang. Di sisi lain, secara filosofis, sebuah entitas olah raga (klub) bisa disebut sebagai profesional salah satunya jika bisa lepas dari bayang-bayang imperatif politis baik secara formal maupun non-formal, olah raga profesional harus bisa menjadi sistem autopoetic (menghidupi diri sendiri)". Mendengar penjelasan saya, teman saya pun langsung menampakkan raut muka keheranan.

Beda Era 

Perlu dipahami, klub sepak bola profesional sekarang adalah entitas swasta berbadan hukum PT bahkan ada yang PT Tbk. Bukan Yayasan lagi sebagaimana dahulu yang lekat dengan afiliasi pemerintah daerah.

Jika dahulu orientasi sebuah klub hanya sebatas prestasi dan prestasi itu tergantung dari politik anggaran (kucuran APBD) pemerintah daerah. Beda dengan sekarang. Sekarang era profesional (industri), selain prestasi, orientasinya juga nilai bisnis-ekonomis.

Prestasi sebuah klub di sini sangat tergantung dan ditentukan dari kemampuan klub me-manage diri sendiri, dari kemampuan klub membranding dirinya "seseksi dan semenarik" mungkin untuk mendapatkan impact materil. Dimana impact materil inilah yang menjadi "nyawa" klub dan memiliki efek respirokal dengan capaian prestasi dan kejayaan.

Secara historis dan sosiologis (identitas dan ikatan emosi) sebuah klub adalah milik masyarakat kota di mana klub tersebut berada. Tetapi secara hukum, klub adalah milik pemegang saham (karena berbentuk PT). Jadi kalau ada pihak yang menyalahkan terpuruknya sebuah klub profesional karena ketidakpedulian pemerintah daerah. Jelas salah kaprah.

Tanggung jawab klub murni menjadi tanggung jawab PT. Pemerintah daerah tidak memiliki tanggung jawab formal maupun struktural langsung terhadap klub profesional yang ada di daerahnya.

Menurut Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional, tanggung jawab pemerintah daerah (untuk olah raga profesional) hanya sebatas menyediakan infrastruktur olah raga yang memadai misalnya stadion. Pemerintah daerah tidak memiliki tanggung jawab teknis internal.

Jadi, kalau ada pihak yang menyalahkan pemerintah daerah terhadap keterpurukan sebuah klub sepak bola profesional adalah ibarat Anda sakit mata tapi berkeluh dan periksa ke dokter gigi.

Akhir sekali, perlu saya garis bawahi bahwa klub profesional itu klub-klub yang berkompetisi di liga 1 dan liga 2 bukan liga 3 ya hehehe.






Kamis, 13 Februari 2020

DEMOKRASI KITA HARI INI


Banyak pertanyaan berkelindan dalam common sense kebangsaan rakyat Indonesia. Mengapa setelah tumbangnya rezim otoriter Soeharto dan tumbuhnya era reformasi tak kunjung jua mampu membuat negara Indonesia menjadi negara yang maju. Meski secara infrastruktur kenegaraan sebenarnya kita sudah cukup memadai (ada MK, KPK, KY, DKPP dll).

Setelah reformasi (transisi dari otoritarianisme ke demokratis), ada 3 potensi kondisi yang dapat terjadi pada sebuah negara. Pertama, transformasi. Dimana rezim otoriter mau berubah "taubat" dari otoritarianisme menjadi demokratis dan tetap memegang kekuasaan. Namun fenomena ini sangat jarang terjadi. 

Kedua, replacement. Dimana rezim otoriter bersama kroni-kroninya "dibabat" habis diganti dengan pemerintahan orang-orang baru. Ketiga, transplacement. Dimana roda kekuasaan dipegang oleh kombinasi sisa-sisa rezim lama dan orang baru (kaum reformasi) sebagaimana yang terjadi di Indonesia. Di sini, orang-orang lama mencoba "mengamankan" dirinya dan sumber daya materil yang mereka miliki untuk kepentingan-kepentingan oportunis. Nah, di sisi lain kaum orang-orang baru pun juga memudar idealismenya karena "tuak" kekuasaan.

Kondisi transplacement sebagaimana diatas menyebabkan terjadinya oligarki politik, di mana negara "seolah-olah" hanya dikuasai dan dikendalikan oleh sekelompok minoritas yang memiliki kekuatan material. Ranah dan akses politik seakan-akan hanya menjadi previlege kaum orang kaya. 

Orang yang tidak memiliki kekuatan material meski memiliki kompetensi dan integritas tidak mampu unjuk gigi. Nilai material lebih memegang peranan dari pada nilai kompetensi dan integritas. 

Akibatnya demokrasi yang kita jalankan hari ini hanya sebatas demokrasi prosedural bukan demokrasi substansial. Demokrasi yang kita jalankan hari ini hanya meletakkan rakyat sebagi obyek untuk meraih kekuasaan bukan subyek untuk disejahterakan. 

Demokrasi yang pada khitahnya adalah kedaulatan rakyat justru mengejawantah menjadi sarana transaksional kekuasaan. Mahar politik, cukong politik, dan money politik berkelindan masif dalam ruang demokrasi. Maka tak heran, korupsi masih merajalela di bumi pertiwi.

Menurut hemat saya ada 4 solusi untuk mengatasi problematika laten ini. Pertama, solusi jangka panjang. Yakni memangkas kesenjangan ekonomi agar akses dan hak politik (kontestan) bisa terbuka bagi semua putra-putri terbaik bangsa. Bukan hanya menjadi ranah previlege kaum orang kaya. Hal ini berangkat dari tesis "Selama kesenjangan ekonomi masih tinggi selama itu pula ranah politik (kekuasaan) hanya akan menjadi ranah previlege orang-orang yang memiliki kekuatan modal (kaum orang kaya)".

Kedua, solusi jangka menengah. Memperkuat gerakan sosial untuk mewujudkan civil society. Misalnya: membuat gerakan anti politik uang atau gerakan demokrasi sehat. Hal ini penting untuk membangun kesadaran dan partisipasi politik secara konstruktif dari rakyat sebagai obyek sekaligus subyek dalam demokrasi.

Ketiga, solusi jangka pendek. Memperkuat sistem hukum meliputi struktur hukum (kelembagaan dan penegakan), substansi (peraturan perundang-undangan), dan kultur hukum baik kultur hukum dari penegak hukum maupun kultur hukum dari rakyat. Hal ini penting, mengingat demokrasi yang sehat dan produktif hanya bisa mawujud dengan landasan nomokrasi yang kokoh.

Keempat, solusi kontiniutas. Memperkuat kebebasan pers. Pers yang sering disebut sebagai pilar demokrasi keempat harus selalu diberikan ekosistem yang sehat agar dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara independen, obyektif dan, konstruktif. Adanya pers yang bebas (tanggung jawab) dan kritis adalah nafas bagi entitas demokrasi yang substansial.

Karena, sebagaimana Lord Acton katakan. Kekuasaan itu cenderung rusak (korup) dan kekuasaan absolut sudah pasti rusak (korup) "power tends to corrupt, absolut power corrupt absolutely". Disinilah pentingnya membangun budaya kritis dan sistem check and balance yang kuat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Agar penyelengaaraan negara ini tidak serampangan dan melahirkan tirani.


 

Rabu, 12 Februari 2020

ENTITAS SEPAK BOLA INDONESIA


Dalam berbagai tulisan dan diskusi bersama kawan-kawan yang concern terhadap sepak bola Indonesia (yang miskin prestasi) saya selalu menyampaikan bahwa kelemahan sepak bola Indonesia itu ada 3. Kelemahan disini tentunya berkaitan dengan dimensi sepak bola secara luas dimana melibatkan semua stakeholders dalam entitas sepak bola.

Kelemahan pertama adalah terkait pendekatan sport science. Dalam dunia modern, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki pengaruh sangat besar dalam menentukan kemajuan dan prestasi sebuah sekup. Dapat dikatakan maju tidaknya sebuah sekup sangat tergantung dari bagaimana mereka bisa bersinergi dengan kemajuan dan transformasi iptek.

Di negara-negara sepak bola maju seperti Jerman, Inggris bahkan Jepang, sport science memegang peranan penting dalam memaksimalkan potensi sekaligus prestasi seorang pemain maupun sebuah klub. Sport science disini meliputi ilmu statistik, ilmu biologi, gizi, anatomi, fisioterapi, psikologi dll.

Kelemahan kedua adalah terkait kultur atau secara lebih spesifik berbicara soal profesionalisme para stakeholders sepak bola. Profesionalisme sendiri saya maknai sebagai sikap, cara pandang, dan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai formal dan etis dalam menjalankan profesi dan fungsi.

Di Indonesia dapat kita lihat bagaimana otoritas sepak bola (PSSI), manajemen klub, wasit, bahkan pemain sekalipun masih jauh dari guideline "profesional" hal ini sudah menjadi rahasia umum, meski beberapa tahun kebelakang ini, nilai profesionalisme dalam entitas persepakbolaan nasional sudah berkembang ke arah yang positif.

Kelemahan ketiga adalah terkait minimnya sarana dan prasarana yang modern dan berkualitas. Khususnya saat berbicara mengenai kualitas lapangan sepak bola di Indonesia dan sarana penunjang lainnya. Logika sederhananya, bagaimana bisa meraih prestasi maksimal jika sarana dan prasarana dasar masih belum terpenuhi secara optimal dan memadai

Sedangkan dua kelebihan sepak bola Indonesia adalah dalam hal fanatisme dari masyarakat Indonesia yang sarat potensi guna menjadi roda penggerak bagi tumbuhnya industri sepak bola dan berlimpahnya sumber daya manusia (pemain).

Sepak bola pada dasarnya merupakan sebuah dimensi yang integral. Sebuah entitas yang dinamis dan terstruktur. Dalam artian, maju tidaknya tergantung dari peran dan support banyak pihak. Oleh karenanya, diperlukan sebuah sinergitas secara konstruktif (sesuai peran dan porsinya masing-masing) guna memajukan persepakbolaan Indonesia.

"Koentji" membenahi persepakbolaan Indonesia sebenernya sederhana, bagaimana mereduksi sisi kelemahan dan optimalisasi sisi kelebihan. Mereduksi kelemahan dan optimalisasi kelebihan adalah kunci meraih prestasi.

Sekarang, dimensi pertanyaannya pun menjadi mengerucut bukan tentang tau atau tidak tau melainkan tentang mau atau tidak mau.

Karena menurut hemat saya, kelebihan dan kelemahan sepak bola kita sejujurnya sudah gamblang terlihat. Bahasa jawanya cetho welo-welo. Tinggal mau atau tidak mau saja (membenahi).




Senin, 10 Februari 2020

MEMPERKUAT KEPOLISIAN


Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat kelengkapan negara yang berada dibawah Presiden yang memiliki tugas (eksekutif) dibidang penegakan hukum. Menurut Pasal 31 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945, kepolisian memiliki tiga fungsi konstitusional yakni menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta melindungi, melayani, dan mengayomi masyarakat.

Terkait tiga fungsinya diatas, kepolisian dapat dilihat dalam dua dimensi. Pertama, dimensi represif, yakni manakala kepolisian melaksanakan tugas penegakan hukum. Kedua, dimensi preventif-persuasif. Dimensi ini berkaitan dengan fungsi kepolisian dalam rangka melindungi, melayani, dan mengayomi masyarakat serta menjaga keamanan dan ketertiban.

Dalam dimensi represif, kepolisian harus menampilkan citra ketegasan namun tidak kaku. Mengapa tidak kaku ? jangan lupa, dalam rangka penegakan hukum aparat kepolisian juga memiliki hak diskresi. Menurut Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia “Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri”.

Namun dalam menerapkan diskresi, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan yakni dalam keadaan darurat, memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta memperhatikan kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dengan demikian, hak diskresi yang dimiliki oleh aparat kepolisian pada prinsipnya memiliki basis akuntabilitas formal serta tolok ukur urgensi yang jelas.

Selanjutnya, jika dalam dimensi represif kepolisian harus menampilkan citra ketegasan namun tidak kaku, maka dalam dimensi preventif-persuasif, kepolisian harus menampilkan citra yang hangat, humanis, low profile, dan protektif. Dalam konteks melaksanakan fungsi dimensi preventif-persuasif, kepolisian hendaknya bisa membangun sinergi dengan masyarakat. Dengan adanya sinergi antara kepolisian dan masyarakat diharapkan keamanan, ketertiban, dan kondusifitas lingkungan masyarakat akan dapat terjaga. Lebih dari itu, masyarakat sendiri pada hakikatnya merupakan subyek sekaligus obyek dari pada tugas dan fungsi kepolisian.

Meningkatkan Kualitas Kepolisian

Prof. Satjipto Rahardjo dalam bukunya Polisi Sipil dalam Perubahan Sosial di Indonesia (2002) menjelaskan bahwa tugas dan fungsi polisi selalu bersinggungan dengan pembersihan “Kotoran” masyarakat. Konsekuensinya, kepolisian akan selalu lekat dengan dua hal. Kadar sensitifitas yang tinggi serta titik persinggungan yang luas dengan masyarakat. Oleh karenanya, dalam melaksanakan tugas dan fungsinya kepolisian dituntut tidak hanya berpegang teguh pada peraturan formal, namun juga harus memperhatikan sisi kemanfaatan, rasa kemanusiaan, serta nilai keadilan.

Maka dari itu, dalam rangka meningkatkan kualitas kepolisian agar optimal dalam menjalankan tugas dan fungsinya, diperlukan suatu platform penguatan, baik secara kelembagaan maupun secara sumber daya manusia. Hal ini penting sebagai modal memperkuat fungsi kepolisian sekaligus membangun rasa kepercayaan publik terhadap lembaga kepolisian yang saban hari sejujurnya menunjukkan tren positif. Menurut survey Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia, 81,9 % publik puas terhadap kinerja kepolisian sepanjang tahun 2019.

Capaian tersebut tentunya menjadi sebuah prestasi tersendiri bagi kepolisian yang patut disyukuri dan harus ditingkatkan tentunya. Salah satu upaya peningkatan kinerja kepolisian adalah bagaimana memperkuat kepolisian baik secara kelembagaan maupun secara sumber daya manusia. Terlebih kedua variabel tersebut pada dasarnya memiliki hubungan integral dan respirokal.

Terkait penguatan kelembagaan, ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, porsi anggaran yang memadai atau sebanding dengan tugas dan fungsi kepolisian guna menunjang tugas dan fungsi kepolisian berjalan efektif. Hal ini tentunya menjadi ranah politik anggaran DPR dan pemerintah. Kedua, penguatan koordinasi dengan masyarakat, organisasi sosial, lembaga penegak hukum lain, dan lembaga-lembaga terkait guna menunjang efektifitas dan efisiensi tugas dan fungsi kepolisian.

Sedangkan terkait penguatan sumber daya manusia, menurut hemat saya harus ada restorasi yang signifikan di tubuh Polri. Penguatan sumber daya manusia idealnya dibenahi dari hulu. Dari sistem rekrutmen anggota kepolisian yang bersih, transparan, akuntabel, serta mengutamakan sistem meritokrasi. Dengan sistem rekrutmen demikian, maka akan dapat terekrut anggota-anggota kepolisian yang memiliki kompetensi dan integritas.

Setelah hulu, selanjutnya adalah bagaimana merancang sistem kinerja kepolisian yang fungsional dan produktif. Hal ini dapat dilakukan dengan meletakkan platform sasaran kinerja yang rasional, menetapkan program edukasi aparat secara berkelanjutan, penguatan kode etik kepolisian, pembangunan kultur civil servant dan profesionalitas, serta pemenuhan kesejahteraan yang memadai.

Pada prinsipnya, kepolisian harus diperkuat secara kelembagaan maupun secara sumber daya manusia. Secara internal tentu kepolisian harus mau merestorasi dirinya sendiri agar lebih profesional dan lebih optimal dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Di sisi lain, secara eksternal, pihak-pihak terkait hendaknya juga harus mendukung bahkan memfasilitasi kepolisian agar kepolisian dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara maksimal.

Pada akhirnya, melihat kepolisian yang profesional, berkompeten, dan humanis baik secara struktural maupun individual adalah mimpi kita bersama.




Minggu, 09 Februari 2020

PUISI: AKU INGIN


Aku ingin mencintaimu seperti cinta seorang ibu pada buah hatinya. Suci.

Aku ingin menyayangi mu seperti kasih sayang seorang ayah pada anak perempuannya. Tulus.

Aku ingin memberikan mu keteduhan seperti teduhnya sang surya menyinari dunia. Hangat.

Aku ingin melindungi mu seperti halnya tentara melindungi tanah pusaka. Sepenuh jiwa.

Aku ingin berdua dengan mu. Dalam hening, dalam riuh, dalam suka, dalam duka.

Manunggal abadi selama-lamanya. Hingga taman surga.




Jumat, 07 Februari 2020

DISKURSUS WNI EKS ISIS


Di ruang publik akhir-akhir ini begitu riuh membahas wacana pemulangan WNI eks ISIS eh atau Eks WNI ISIS sih hehehe. Pro dan kontra seketika menyeruak.

Ada yang menolak pun juga ada yang setuju. Sikap pemerintah sendiri sejauh ini masih pada tahap mengkaji, baik mengkaji dari aspek hukum maupun dari aspek teknis lainnya.

Sejujurnya, diskursus terhadap problematika ini memiliki dua tolok ukur. Pertama, jika dikaitkan dengan tujuan negara (ex: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia). Maka arah diskursusnya akan bersifat filosofis. Perbedabatan akan berkisar pada teori-teori, asas-asas, dan filsafat bernegara.

Kedua, jika dikaitkan dengan aturan hukum (Undang-Undang Kewarganegaraan), maka arah diskursusnya akan bersifat legal-formal (kepastian hukum) dan interpretasi Pasal/ayat.

Namun pada kesempatan ini, saya akan merestriksi pembahasan sebatas dan hanya terkait tolok ukur kedua saja yakni aturan hukum. Menurut aturan hukum, apakah WNI yang bergabung menjadi anggota ISIS akankah otomatis kehilangan kewarganegaraannya ?.

Salah satu alasan hilangnya kewarganegaraan menurut Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan adalah apabila WNI bergabung dalam dinas negara asing (Pasal 23 ayat e). Hmm, tetapi masalahnya ISIS menurut Konvensi Montevideo 1933 tidak memiliki kualifikasi yuridis untuk disebut sebagai negara.

Selanjutnya, menurut Pasal 23 huruf d dan f Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan sebenarnya ada alasan yang kompatible untuk dijadikan dasar hukum hilangnya kewarganegaraan WNI yang tergabung dalam ISIS yakni masuk tentara asing tanpa izin presiden (ingat ini tentara asing bukan tentara negara asing) dan mengangkat sumpah/menyatakan setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing (ingat disini ada kata "bagian").

Menurut pakar hukum internasional UI Prof Hikmawanto diksi "bagian" ini bisa diinterpretasikan sebagai bagian kelompok pemberontak negara jadi tidak harus berwujud negara.

Jadi, jika menggunakan dasar Pasal 12 huruf d dan f Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, maka WNI yang tergabung dalam ISIS (dimaknai sebagai tentara asing dan bagian dari negara asing) maka dengan sendirinya seorang WNI telah kehilangan kewarganegaraannya sekaligus membuat pemerintah tidak memiliki tanggung jawab konstitusional untuk memulangkan kembali ke Indonesia.

Namun jangan lupa, sprit Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 juga mengandung asas non-statelessness (larangan tanpa kewarganegaraan). Asas ini hendaknya juga harus diperhatikan dan dijadikan pertimbangan dalam mengambil keputusan.

Pada akhirnya, pemerintah harus benar-benar matang dalam mengambil keputusan. Nilai substansi yang harus menjadi pertimbangan pemerintah adalah nilai kemaslahatan publik dan nilai hak asasi manusia. Kedua nilai tersebut harus diambil titik temunya (nilai prismatik).




Kamis, 06 Februari 2020

ARAH BAIK SEPAK BOLA INDONESIA


Dalam kurun waktu 4 tahun terakhir persepakbolaan nasional mulai lekat dengan titah positif sekaligus menjadi sinyalemen bahwa persepakbolaan kita sedang berjalan menuju arah yang lebih baik..

Setelah lepas dari sanksi FIFA, 2016 silam, persepakbolaan kita pun mulai bergeliat walaupun prestasi timnas senior memang masih mengecewakan. Pada piala AFF 2018 lalu timnas tumbang di babak penyisihan grub, selanjutnya timnas kita juga babak belur di ajang kualifikasi piala dunia 2022. Timnas, 3 kali kalah di kandang melawan rival-rival di Asia Tenggara semacam Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

Meskipun prestasi timnas senior kita dapat dikatakan sangat mengecewakan, namun angin segar wajah persepakbolaan nasional justru datang dari aspek lain. Yakni aspek pembinaan pemain muda dan juga aspek pengelolaan klub yang semakin profesional khususnya ketika berbicara klub-klub liga satu.

Pertama, mengenai pembinaan pemain muda, angin segar itu terlihat dari otoritas sepak bola nasional yang semakin peka dan peduli akan pentingnya pembinaan pemain muda sebagai sarana regenerasi timnas senior dan juga basis struktur untuk meraih prestasi jangka panjang.

Regulasi-regulasi yang berpihak kepada pemain muda pun diterapkan, misalnya adanya kewajiban klub liga satu untuk memiliki klub kelompok umur baik U-19 dan U-16 yang terwadahi dalam kompetisi U-16 dan U-19, kemudian adanya kewajiban setiap klub liga 1 mendaftarkan 7 pemain berusia dibawah 23 tahun dalam skuad (musim ini akan diganti dengan liga 1 U-23), regulasi liga 3 yang pro terhadap kesempatan bermain pemain muda, serta program pengiriman pemain-pemain muda untuk berlatih di luar negeri misalnya program Garuda Select (meski bukan hal baru).

Kemudian soal aspek profesionalitas klub, arah positif itu terlihat dari semakin minimnya isu-isu negatif terkait pembayaran gaji pemain, meningkatnya kontrak pemain (kesejahteraan), public relations klub yang semakin baik, menguatnya stabilitas keungan klub, mulai bergeliatnya sumber pendapatan klub dari transfer pemain, hingga ada klub yang melantai di pasar saham.

Klub-klub di liga satu terlihat mulai "lihai" mem-branding dirinya untuk mendapatkan impact ekonomis. Hal ini pun berimbas kepada meningkatnya kemampuan perekonomian klub. Maka tak heran saat ini sudah banyak klub yang berani mengontrak pemainnya dengan kontrak jangka panjang (3-4 tahun).

Semakin kuatnya kultur profesionalitas berbasis industri (bisnis-ekonomis) membuat sumber pendapatan klub semakin kompleks. Tidak hanya dari sponsor, tiket pertandingan, hak siar, dan subsidi. Namun juga dari transfer pemain dan pemanfaatan hak komersil klub.

Realitas-realitas diatas sesungguhnya menunjukan indikasi bahwa sepak bola kita sedang menuju sebuah era yang baik. Era profesional. Era industri.

Apabila iklim dan kultur seperti ini dapat terjaga secara stabil sambil terus dilakukan pembenahan-pembenahan konstruktif. Maka, saya yakin tidak butuh waktu lama lagi kita akan dapat tersenyum bangga melihat prestasi sepak bola Indonesia (timnas senior).

Menarik untuk kita tunggu bersama.





Rabu, 05 Februari 2020

PRESTASI MENULIS


Tak terasa 5 tahun sudah saya "bercumbu" dengan dunia tulis menulis. Selama 5 tahun perjalanan biduk tulis menulis tentu ada beberapa prestasi dan pencapaian yang berhasil saya torehkan. Berikut beberapa prestasi yang berhasil saya ukir.

1. Juara 3 Lomba Kultwit HUT Komisi Yudisial ke-12 dengan tema "Kerja Bersama Untuk Peradilan Bersih" Tahun 2017.

2. Juara 2 Lomba Chalengge Puisi yang diadakan oleh Inspiration Qur'an dengan tema puisi "Idul Adha" Tahun 2018.

3. Juara 2 Lomba Kultwit HUT Komisi Yudisial ke-13 dengan tema "Kinerja Komisi Yudisial" Tahun 2018

4. Juara 3 Lomba Menulis Cerita Rakyat dengan tema "Cerita Rakyat Rembang-Lasem" yang diadakan oleh Kesengsem Lasem Tahun 2018.

5. Juara 2 Lomba Menulis tingkat nasional "Indonesia Bersuara" yang diadakan oleh Komunitas Indonesia Bersuara Tahun 2019.

6. Juara 3 Lomba Menulis Artikel Islami dengan tema "Istiqomah Melayani Umat" yang diadakan oleh YDSF Tahun 2019.

7. Juara 1 Lomba Menulis Artikel dengan tema "Politik Pasca Pemilu" yang diadakan oleh Departemen Pendidikan dan Olahraga Himpunan Mahasiswa Prodi Perbandingan Mazhab Fakultas Syariah IAIN Purwokerto Tahun 2019.

8. Juara 1 Lomba Menulis Opini dengan tema "Politik" dalam ajang NERA 2019 yang diadakan oleh Himakom Universitas Respati Yogyakarta Tahun 2019.

9. Juara 3 Lomba Menulis Artikel Festival Persahabatan #KitaSama yang diadakan oleh Yayasan Peduli Kasih Anak Berkebutuhan Khusus Surabaya Tahun 2019.

10. Juara 3 Lomba Menulis Esai Kebangsaan Sempena HUT RI ke-74 yang diadakan oleh Artikula.id Tahun 2019.

11. Terpilih sebagai 3 Penulis Terbaik dalam Lomba Artikel yang diadakan oleh Ayo Nambah Ilmu Tahun 2019.

12. Terpilih sebagai 5 penulis terbaik dalam Lomba Artikel dengan tema "Kemerdekaan" yang diadakan oleh Kpkers.id Tahun 2019.

13. Terpilih sebagai artikel terbaik dan berhak tayang dalam situs Pagolo.net serta mendapatkan hadiah tiket pertandingan antara PSM vs Madura United Tahun 2019.

14. Terpilih sebagai juara 7 dalam Lomba Quote Tingkat Nasional dengan tema "Motivasi" yang diadakan oleh Kotadansa Tahun 2020.

15. Juara 2 Lomba Esai dengan tema bebas yang diadakan oleh Himadiksasi Universitas Wiralodra Indramayu 2020.

16. Juara 1 Lomba Quote tema bebas yang diadakan oleh Rina Amelia tahun 2020.

17. Terpilih sebagai Quote Terfavorit dalam Lomba Quote yang diadakan oleh Rina Amelia tahun 2020.

18. Juara 4 Lomba Menulis Opini dengan tema "Efektivitas Bekerja dan Belajar di Rumah" yang diadakan oleh Metrokita.id tahun 2020.

19. Juara 3 Lomba Menulis GMNI Competition Essay dengan tema "Persatuan Adalah Koentji, Kuat Karena Bersatu, Bersatu Karena Kuat" yang diadakan oleh DPC GMNI Semarang tahun 2020.

20. Terpilih sebagai 2 artikel terbaik dan berhak tayang dalam situs Pagolo.net serta mendapatkan hadiah buku.

21. Juara 2 Lomba Menulis Opini dengan tema "Memaknai dan Merawat Kemerdekaan Indonesia" yang diadakan oleh Keluarga Mahasiswa Indramayu tahun 2020. 

22. Juara 1 Lomba Menulis Opini dengan tema "New Normal" yang diadakan oleh LPM Bahana Universitas Riau tahun 2020.

23. Juara 1 Lomba Menulis Karya Tulis dengan tema "Kebhinekaan Dalam Arkeologi" yang diadakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 2020. 

24. Juara 3 Lomba Menulis Artikel Populer dengan tema "Semangat Kepemimpinan Muda Indonesia dalam Mengawal dan Menjaga Keutuhan NKRI di Era Pandemi" yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa STIE Manajemen Bisnis Indonesia tahun 2020.

25. 5 besar finalis Lomba Menulis Artikel dengan tema "Persaingan Sehat dan Pengawasan Kemitraan UMKM Untuk Indonesia Maju" yang diadakan oleh Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha (KPPU) tahun 2020.

26. Juara 2 Lomba Menulis Artikel dengan tema "Pemuda Lawan Korupsi" yang diadakan oleh Senarai dalam rangka memperingati Hari Anti Korupsi Internasional tahun 2020.

27. Terpilih sebagai artikel terpopuler (jumlah pembaca terbanyak) peringkat 1 bulan November tahun 2020 pada media online ayosemarang.com. Dengan judul artikel "RUU Larangan Minuman Beralkohol dan Kriminalisasi".

28. Juara 1 Lomba Menulis Esai dengan tema "Trisakti" dalam rangka memperingati HUT PDI-P ke-48 yang diselenggarakan oleh DPC PDI-P Kabupaten Bandung tahun 2021.

29. Juara harapan 2 Lomba Menulis Pendek dengan tema bebas yang diadakan oleh Dewan Pimpinan Ranting Partai Keadilan Sejahtera Jatimekar Bekasi tahun 2021.

30. Juara 1 Lomba Menulis Esai tingkat nasional dengan tema "Pers dan Covid 19" dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional yang diadakan oleh Monumen Pers Nasional Kominfo tahun 2021.

31. Juara 1 Lomba Menulis Artikel dengan tema "Harapan Untuk Negeri" yang diadakan oleh Kpkers Lampung tahun 2021.

32. Juara 1 Lomba Menulis Artikel dengan tema "Manfaat Pajak untuk Membiayai Vaksin Covid-19" yang diadakan oleh Kanwil DJP Jawa Barat tahun 2021.

33. Juara 2 Lomba Menulis Esai dengan tema "Kekerasan Seksual terhadap Perempuan dan Anak dalam Perspektif Hukum" yang diadakan oleh FH Mengajar Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur tahun 2021.

34. Terpilih sebagai artikel terpopuler (jumlah pembaca terbanyak) peringkat 3 bulan Juli tahun 2021 pada media online ayosemarang.com. Dengan judul artikel "Religiusitas Masyarakat Indonesia Mempersulit Pengentasan Pandemi Covid-19?".

35. Terpilih sebagai pemenang favorit dalam Lomba Karya Tulis Populer dengan tema "Infrastruktur Sebagai Medium Nasionalisme, Wujud Kebanggaan Terhadap Tanah Air, Jati Diri, dan Pemersatu Bangsa" yang diadakan oleh Kementrian PUPR dan Detik.com tahun 2021.

36. Juara harapan I Lomba Menulis dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional dengan tema "Harapan Anak Indonesia di Masa dan Setelah Pandemi Covid-19" yang diadakan oleh Yayasan Anak Peduli Kasih tahun 2021.

37. Juara 4 Lomba Menulis Artikel dengan tema "Kita Satu, Kita Sama, Kita Setara, Satu Tujuan: Indonesia" yang diadakan oleh Institut Kewarganegaraan Indonesia (IKI) tahun 2021.

38. Juara 3 Lomba Menulis Essay dengan tema "Teladan Pancasila Aparatur Negara" yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) tahun 2021.

39. Juara 2 Lomba Essay Nasional dengan tema "Peran Vital Pemuda Demi Kemajuan Bangsa" dalam ajang Management Fair 2021 yang diadakan oleh HMPSM FE Universitas Krisnadwipayana tahun 2021.

40. Juara 2 Lomba Menulis Opini dengan tema "Peran Ulama dan Santri dalam Menyongsong Indonesia Emas" yang diadakan oleh PC IPNU Kabupaten Banyuwangi dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional tahun 2021.

41. Juara 3 Lomba Menulis Opini dengan tema "Bersastra Lawan Korupsi" yang diadakan oleh Komunitas Pena Perdamaian dalam rangka Festival Anti Korupsi tahun 2021.

42. Juara Harapan 3 Lomba Menulis Esai tingkat Provinsi Jawa Tengah dengan tema "Stop Korupsi" yang diadakan oleh JDIH Kabupaten Batang tahun 2022.

43. Terpilih sebagai Penulis Paling Produktif (Artikel Hukum) pada media online Populinews.com tahun 2021.

44. Terpilih sebagai Penulis Paling Produktif pada media online Forumkeadilanbabel.com tahun 2021.

45. Terpilih sebagai Penulis Artikel Opini Paling Produktif pada media online Suara Kalbar tahun 2021.

46. Juara 2 Lomba Menulis Opini dalam ajang Gebyar Jurnalistik Untirta dengan tema "Freedom Of Journalism: Are We Moving Forward Or Backward" yang diadakan oleh UKM Jurnalistik Untirta tahun 2022.

47. Juara 2 Lomba Menulis Karya Ilmiah dalam rangka Hari Ulang Tahun Kejaksaan yang ke-62 dengan tema "Restorative Justice atau Rehabilitasi Narkotika" yang diadakan oleh Kejaksaan Negeri Pematangsiantar dengan Prodi Hukum Universitas Simalungun tahun 2022.

48. Juara favorit Lomba Karya Tulis yang diadakan oleh Jaksapedia dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Kejaksaan Tahun 2022.

49. Juara 1 Lomba Menulis Artikel Pendek (Short Article Competition) dengan tema "Pengawasan Pelanggaran Pemilu Melalui Media Sosial" dalam rangka Internasional Youth Day yang diadakan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI tahun 2022. 

50. Terpilih sebagai 20 Penulis terbaik dalam lomba menulis artikel dengan tema Demokrasi, HAM, dan Antikorupsi Bung Hatta yang diadakan oleh Bung Hatta Award tahun 2022

51. Terpilih sebagai 20 Penulis terbaik dalam lomba menulis artikel yang diadakan oleh Lomba menulis Cut Nyak Dhien bersama Abdullah Puteh (Anggota DPD RI) tahun 2022.

52. Juara 3 Lomba Menulis Esai dengan tema "Pancasila dan Bung Karno" dalam rangka peringatan Bulan Bung Karno yang diadakan oleh DPD PDIP Sumatera Selatan tahun 2023. 

53. Terpilih sebagai 10 Penulis terpilih dalam Lomba Menulis Esai Nasional yang diselenggarakan oleh LaNyalla Center dengan tema "Urgensi Anggota DPR RI dari Unsur Perseorangan Selain dari Unsur Anggota Partai Politik" tahun 2023.

Telah menulis 350 artikel lebih di blog, menulis artikel/opini di media baik cetak dan elektronik (Jawa Pos, Tribun Timur, Suara Dewata.com, Indonesiana, Artikula.id, Qureta, Football Tribe Indonesia, Fandom.id, Pagolo.net, ilmubudaya.com, rakyatsumbar.co.id, Indonesia times, emosijiwaku.com).

Buku Pribadi

1. Bunga Rampai Pemikiran (2019)
2. Simulakra Politik Indonesia (2020)
3. Menguak Tabir Sepak Bola Indonesia (2020)
4. Refleksi Indonesia (2020)
5. Corona: Telaah Realitas dan Implikasi Dalam Ruang Sosial (2020)
6. Dialektika Hukum, Rasionalitas dan Aktualisitas Mengapa Keadilan Hukum Tak Kunjung Tegak (2020)
7. Hukum dan Daulat Rakyat Sebuah Ironi (2020)
8. Simulakra Hukum Diskursus Teoritik dan Empirik (2021)
9. Labirin Korupsi dan Impotensi Hukum (2021)
10. Hukum dan Lipatan Problema (2021)
11. Bantuan Hukum dalam Perspektif Negara Hukum dan HAM di Indonesia (review)
12. PSIR Rembang Sebuah Memorabilia (next)
13. Korupsi dalam perspektif Sosiologi Hukum (next)
14. Hukum dan Prostitusi: Sebuah Tinjauan Empiris (next)
15. Pengantar Hukum Pidana (next)
16. Dialektika Rindu (next)

Buku Antologi (karya bersama)

1. Indonesia Bersuara Jilid II (2019)
2. Arsitek Peradaban (2019)




Sabtu, 01 Februari 2020

PUISI: KEPERGIANMU


Kepergianmu serasa senja yang ditelan temaram.
Hilang tak berbekas.
Serupa kabut pagi yang ditampar sang surya.
Kepergianmu meninggalkan luka. Menggores perih dalam trauma asmara.

Aku kira rembulan tidak akan meninggalkan malam, ternyata aku salah.

Aku kira ombak tidak mungkin meninggalkan laut, ternyata aku salah.

Aku kira, embun tidak pernah tega meninggalkan pagi, ternyata aku salah.

Tidak ada yang abadi.

Kau yang dulu erat menemani, manunggal dalam rasa, kini meninggalkan luka kekal dalam palung hati.

MERAWAT KEBHINEKAAN


Menurut John Sydenhaam Furnival, Indonesia adalah negara majemuk (plural society). Negara majemuk yang dimaksud oleh John Sydenhaam Furnival adalah negara yang memiliki struktur sosial dan sistem nilai yang bersifat heterogen.

Struktur sosial dan sistem nilai yang bersifat heterogen tersebut merupakan manifestasi dari kemajemukan budaya, kebiasaan, ras, etnis, agama dan suku yang pada akhirnya berpotensi melahirkan fanatisme primordial. Sebagai sebuah negara majemuk, konsekuensi logisnya, Indonesia menyimpan dua potensi besar bagi entitas dan harmoni kebangsaan yang bersifat kontradiktif.

Pertama, potensi kemaslahatan. Hal ini dapat terjadi jika modal kemajemukan dan identitas primordial dapat dikelola untuk membangun spirit komunalisme dan kebhinekaan untuk mencapai kemaslahatan bersama. Dalam konteks ini, Indonesia sejujurnya cukup beruntung karena memiliki Pancasila sebagai dasar negara dan semboyan bhineka tunggal ika yang dapat menjadi katalisator untuk merawat dan mengkanalisasi “anugerah” kemajemukan untuk menyemai harmoni persatuan dan kohesifitas bangsa.

Kedua, potensi friksi dan konflik sosial. Nah, disinilah problematika negara majemuk, jika negara gagal dalam mengelola kemajemukan, maka akan melahirkan ekses negatif bagi harmoni kebangsaan misalnya terjadinya konflik horizontal yang dilandasi oleh fanatisme primordial sempit dengan menafikan spirit komunalisme. Di Indonesia sendiri beberapa kali pernah terjadi konflik horizontal dengan berbagai variasi skala.

Konflik horizontal dengan skala besar yang pernah terjadi (dampak, korban, dan intensitas waktu) misalnya konflik Maluku yang dilandasi frame primordial agama dan konflik Sampit yang dilandasi frame primordial suku/etnis.

Konflik-konflik horizontal yang pernah menjadi catatan sejarah perjalanan bangsa ini di masa lalu, (sebagaimana diatas) seharusnya dapat menjadi bahan refleksi dan bahan kontemplasi bagi segenap elemen bangsa. Menjadi alarm pengingat bahwa potensi terjadinya konflik sosial-horizontal akan senantiasa membayangi negara Indonesia jika negara nan majemuk ini tidak dapat menjadi rumah yang nyaman bagi anugerah kemajemukan dan kebhinekaan bangsa.

Empat Cara Pandang Kebangsaan

Di tengah kerasnya persaingan global dan dinamika pergaulan internasional, setiap negara dituntut untuk dapat menjaga stabilitas negara, hal ini penting sebagai modal sosial untuk menjaga eksistensi diri ditengah ketatnya arus percaturan internasional. Secara logis, stabilitas negara sendiri tentunya dapat terbangun jika terwujud harmoni dan kohesifitas sosial.

Nah, disinilah menurut hemat saya diperlukan sebuah titik temu yang bersifat integratif-implementatif sebagai kanalisator untuk menjaga kemajemukan dan kebhinekaan bangsa Indonesia agar stabilitas negara dapat terjaga dan kondusif.

Titik temu tersebut mawujud dalam bentuk empat cara pandang kebangsaaan sebagaimana dikenalkan oleh Prof. Jimly Assidiqie yakni pluralisme, universalisme, inklusivisme, dan identitas konstitusi.

Menurut Jimly Assidiqie, pluralisme atau penghargaan terhadap pluralitas  dalam segala dimensinya adalah hal yang sangat penting dalam negara yang majemuk. Pluralisme sendiri adalah modal utama untuk membangun spirit komunalisme dalam sebuah negara majemuk. Dengan kata lain, negara majemuk tidak dapat bertahan tanpa adanya pemahaman untuk menghargai dan menghormati entitas perbedaan.

Kedua, universalisme. Menurut Jimly Assidiqie, universalisme adalah bagaimana sebuah bangsa menemukan nilai-nilai universal yang sama antar umat manusia sebagai basis guna membangun harmoni dan persatuan. Nilai-nilai universal seperti nilai kemanusiaan, nilai keadilan, dan nilai kesejahteraan harus menjadi basis sekaligus tujuan yang hendak dicapai.

Ketiga, inklusivisme. Inklusivisme bermakna bagaimana membangun hubungan yang non-eksklusif (keterbukaan) terhadap sesama manusia tanpa melihat garis primordial. Kunci untuk membangun kemajuan peradaban adalah jika setiap elemen bangsa mampu bersinergi secara inklusif.

Keempat, identitas konstitusi. Disinilah identitas bangsa Indonesia yang khas harus mampu menjadi katalisator untuk mewujudkan stabilitas negara. Setiap elemen bangsa harus tunduk dan patuh terhadap kesepatakan bangsa yang memiliki legitimasi untuk mengatur kehidupan bersama.

Selanjutnya keempat cara pandang kebangsaan diatas harus diimplementasikan dalam 3 tataran agar dapat bekerja efektif. Pertama, tataran high yang mawujud dalam bentuk kebijakan pemerintah atau peraturan perundang-undangan. Kedua, tataran middle yang mawujud dalam bentuk implementasi kebijakan dan bekerjanya orde-orde sosial. Ketiga, tataran low yakni dalam tataran pergaulan sosial masyarakat di tingkat akar rumput.

Pada prinsipnya, ketiga ranah tataran tersebut harus mampu membangun relasi secara integral dalam mengejawantahkan 4 cara pandang kebangsaan diatas. Jika hal itu dapat dipraksiskan, niscaya anugerah kebhinekaan ini akan senantiasa dapat kita jaga sebagai energi kebangsaan untuk menyemai peradaban yang mudun dan maslahat.