Selasa, 18 Juni 2019

PSM MAKASSAR: RELASI SEPAK BOLA DAN BUDAYA


Surabaya, Jakarta, Malang dan Bandung boleh saja memiliki Bonek, The Jak, Aremania, Bobotoh. Supporter dengan militansi dan fanatisme yang massif. Bali boleh saja berbangga hati karena klub kebanggaan mereka Bali United menjadi klub Asia kedua (setelah Guangzhou Evergrande) yang melantai di pasar saham. Sleman bisa berbangga hati karena memiliki suporter super kreatif bernama BCS yang mampu membuat Sleman mendapatkan julukan "kabupaten Italy".

Namun hanya di Makassar lah kita akan menemukan relasi yang kental antara budaya dan sepak bola yang tidak bisa dijumpai di kota-kota lainnya di Indonesia. Di Makassar, falsafah dan nilai-nilai kearifan lokal setempat seperti: SIRI' NA PACCE, PAENTENGI SIRI' NU, EWAKO dapat mengejawantah menjadi spirit holistik dan ciri khas klub yang mengakar kuat secara turun temurun.

Nilai-nilai tersebut kemudian diimplementasikan secara praksis oleh supporter dalam memberikan dukungan dari pinggir lapangan, spirit dan gaya permainan pemain di lapangan, hingga pengelolaan klub oleh manajemen yang kesemuanya tidak lepas dari spirit nilai-nilai kearifan lokal setempat.

Maka tak heran ketika ramai pengusutan mafia bola beberapa waktu lalu. Para wasit sepak bola nasional yang disidik oleh polisi maupun dari pengkauan wasit-wasit lainnya yang angkat bicara mengatakan bahwa PSM Makassar adalah klub yang paling pelit kepada wasit (tidak menyuap) bahkan terkenal sangat galak kepada wasit yang meminta insentif. Hal itu dapat terjadi karena nilai dan budaya siri' (malu jika tidak jujur) yang merupakan nilai sosio-kultural masyarakat Makassar dan Sulawesi Selatan masih dipegang teguh oleh klub PSM.

Bagi PSM, kemenangan bukan sekadar perihal 3 poin semata melainkan juga perihal falsafah perjuangan dan harga diri yang mendapat proporsi sakral dalam spirit klub. PSM di era kepemimpinan Munafri Ariffudin saat ini nampak mampu menjaga marwah itu.

Di era sepak bola modern memang perlu nilai-nilai progresif seperti: pengelolaan klub, profesionalitas, aspek bisnis, relasi. Namun di satu sisi juga harus ada nilai-nilai konservatif 'saklek' yang menjadi nyawa dan identitas klub yaitu: budaya dan ciri khas.

R.N. Bayu Aji dalam bukunya “Mewarisi Sepak Bola, Budaya, dan Kebangsaan Indonesia” menegaskan bahwa sepak bola bukanlah sekadar olahaga semata namun meliputi dimensi sosial yang lebih luas sebagai alat pemersatu, semangat daerah (budaya), identitas jati diri dan candu (eskpresi rasa cinta).

Bagi saya, PSM Makassar adalah klub yang memiliki values itu. PSM mampu menjelma sebagai identitas masyarakat Makassar dan masyarakat Sulawesi Selatan pada umumnya. PSM mampu menjadi pranata sosial yang mengejawantahkan falsafah dan nilai-nilai sosio-kultural masyarakat setempat sekaligus menjadi alat pemersatu bagi kemajemukan sosial masyarakat Makassar dan Sulawesi Selatan.

PSM Makassar tidak mengambil/meniru nilai dan budaya dari daerah/negara lain. Namun mengejawantahkan nilai dan budayanya sendiri.

PSM Makassar bisa dikatakan adalah satu-satunya klub di Indonesia yang mampu menjaga dan membangun relasi respirokal yang kental antara sepak bola dan budaya.

Dan seiring dengan perkembangan dan dinamika zaman. Semoga hubungan erat itu senantiasa dapat terjaga. Harus disadari bahwa tidak ada hal yang lebih membanggakan selain bangga dan merawat nilai-nilai kearifan lokal sendiri (dalam hal ini melalui sepak bola). Karena disanalah entitas dan identitas berada.




Sabtu, 08 Juni 2019

PUISI: ENTAH


Daku membisu dalam pekik takbir.
Sepi bengis menerkam jiwa.
Membekap secercah hiruk dalam hampa.

Malam menggeliat menyambut kemenangan.
Menyulam dingin beraroma rindu.
Memahat nafas penantian.
Melambungkan picisan angan.

Gemerlap bintang seakan memudar.
Langit nampak terlihat nanar.
Bulan muram tak berpijar.

Entah.
Entah.
Entah.

Kisah ini abadi dalam bahtera atau menguap penuh lara.

Semua adalah kehendak-Mu.



Sabtu, 01 Juni 2019

KAPAN LAHIRNYA PANCASILA ?



Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 menetapkan tanggal 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila. Sekaligus menetapkan tanggal 1 Juni sebagai hari libur nasional.

Penetapan tanggal 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila sendiri kemudian menghadirkan diskursus dan silang pendapat terkait tepat tidaknya tanggal 1 Juni diperingati sebagai tanggal lahirnya Pancasila.

Lalu tepatkah tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila?.

Pada satu sisi tentu ada yang mengatakan tepat, namun di sisi yang lain tidak sedikit pula yang menyatakan tidak sependapat, perbedaan pendapat seperti ini tentu adalah sebuah hal biasa dalam ruang demokrasi bahkan perbedaan pendapat sering disebut sebagai bunga demokrasi yang mempercantik dan memperelok ruang demokrasi itu sendiri. Namun perlu diingat, bahwa diatas segala perbedaan dan silang pendapat terkait penetapan hari lahirnya Pancasila, janganlah sampai mengesampingkan bahkan menghilangkan makna dan esensi fundamental dari peringatan hari lahirnya Pancasila itu sendiri. Yakni agar kita senantiasa menyadari, merawat, dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Pihak yang tidak setuju bahwa tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila secara umum menganggap bahwa tanggal 18 Agustus (sidang PPKI ketika mengesahkan UUD 1945) lebih tepat disebut sebagai hari lahirnya Pancasila, karena pada tanggal itulah Pancasila secara resmi lahir sebagai dasar negara. Lebih lanjut, jika tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila itu sama saja dengan mengkultuskan satu tokoh saja yakni Bung Karno dengan mengesampingkan peran historis dari beberapa tokoh yang turut berperan dalam pembentukan kosensus Pancasila hingga terbentuknya Pancasila sebagaimana yang tertulis resmi saat ini.

Sedangkan pihak yang sepakat bahwa tanggal 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila secara umum berpendapat bahwa tanggal 1 Juni adalah hari dimana Pancasila lahir sebagai istilah untuk pertama kali yakni saat Soekarno menyampaikan pidato ketika mengusulkan 5 usulan dasar negara dihadapan sidang BPUPKI. Hal ini secara historis tentu lebih tepat disebut sebagai hari lahirnya "istilah" Pancasila. Sedangkan tanggal 18 Agustus lebih tepat jika disebut sebagai hari lahirnya konstitusi.

Jika kita telaah seksama, sejujurnya perbedaan pendapat tentang penetapan tanggal lahirnya Pancasila hanyalah sekadar perbedaan perspektif saja. Siapa yang benar? keduanya sama-sama benar, hanya perbedaan dasar perspektifnya saja yang membuat keduanya berbeda. Yang tidak sepakat tanggal 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila dasar perspektifnya adalah formalitas (de jure), sedangkan yang setuju tanggal 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila dasar perspektifnya adalah momentum pertama lahirnya istilah "Pancasila". Keduanya sama-sama benar.

Sedangkan pendapat saya secara pribadi sendiri adalah sebagai berikut:

Pertama, secara substansi, Pancasila ada sebelum negara Indonesia merdeka. Nilai substansi dari pada sila-sila Pancasila sendiri pada dasarnya adalah pengejawantahan dari nilai-nilai sosio-kultural masyarakat nusantara yang hidup sebagai keyakinan, pranata, dan tradisi yang telah mengakar kuat jauh sebelum terbentuknya negara Indonesia. Nilai-nilai tersebut kemudian digali, ditransformasikan dan dikemas dalam satu kesatuan organis bernama Pancasila sebagai nilai luhur bangsa Indonesia.

Kedua, sebagai istilah, Pancasila lahir pada  tanggal 1 Juni 1945 dalam pidato Soekarno saat mengusulkan 5 dasar negara pada sidang BPUPKI pertama. (28 Mei - 1 Juni 1945).

Ketiga, sebagai kesepakatan luhur bangsa (modus vivendi), Pancasila di bahas dan di sepakati secara nasional pada tanggal 22 Juni 1945 ketika Panitia 9 merumuskan Piagam Jakarta.

Keempat, sebagai dasar negara (de jure), Pancasila lahir pada tanggal 18 Agustus 1945 ketika PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai konstitusi negara dimana rumusan Pancasila terdapat pada pembukaan UUD 1945. Pancasila disini telah melewati beragama silang pendapat, kompromi, kesepakatan dan merupakan sinkretisme dari beragam wacana yang kemudian ter-konkretisasi pada perubahan bunyi sila pertama Pancasila yang berbeda dari bunyi sila pertama Pancasila yang tertuang dalam Piagam Jakarta.

Terlepas dari perbedaan pendapat dan diskursus terkait penetapan secara formal hari lahirnya Pancasila apakah 1 Juni atau 18 Agustus. Perlu saya tegaskan sikap disini (terkait polemik penetapan hari lahir Pancasila) bahwa saya adalah pribadi yang lebih menitikberatkan kepada praksis-substantif dari pada sekadar perayaan formal-simbolistik. Dalam arti, saya lebih mengutamakan bagaimana nilai-nilai Pancasila dapat mengejawantah secara nyata dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dari pada meributkan penetapan formal dari hari lahirnya Pancasila. Meskipun tidak salah juga pihak yang mempermasalahkan itu. Mereka harus kita lihat sebagai pihak yang memperjuangkan JAS MERAH (fakta historis).

Akhir kata, harus kita sadari bersama bahwa Pancasila adalah warisan terbaik dari para founding fathers kita. Pancasila adalah titik temu bagi beragam perbedaan dan dimensi kemajemukan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Pancasila adalah titik tumpu yang menjadi dasar penyangga bagi persatuan dan kebhinekaan bangsa Indonesia. Pancasila adalah titik tuju, cita-cita luhur sebagai entitas sekaligus arah hidup bangsa Indonesia. Mari bersama kita rawat dan kita jaga Pancasila agar selalu hidup dan bersemi guna membawa kebahagiaan, ketentraman, dan kemaslahatan bagi seluruh rakyat dan tumpah darah Indonesia.