Jumat, 27 Juli 2018

MENGAPA MENTERI NYALEG ?


Pendaftaran calon legislatif untuk pemilu legislatif 2019 telah resmi di tutup pada 17 juli lalu, total ada sebanyak 8370 calon legislatif dari 20 partai yang akan bertarung untuk memperebutkan kursi di di parlemen.

Uniknya dari 8370 calon legislatif tersebut, ternyata ada 7 menteri kabinet kerja pemerintahan Presiden Jokowi yang ikut ambil bagian sebagai calon legislatif dalam kontestasi pemilu legislatif 2019 mendatang.

7 menteri tersebut adalah Puan Maharani ( Menteri Koordinator bidang pembangunan manusia dan kebudayaan ) yang akan bertarung di daerah pemilihan Jawa Tengah 5, Yasonna Laoly ( Menteri Hukum dan HAM ) yang akan bertarung di daerah pemilihan Sumatera Utara 2, Hanif Dhakiri ( Menteri Ketenagakerjaan ) yang akan bertarung di daerah pemilihan Depok, Imam Nahrawi ( Menteri Pemuda dan Olahraga ) yang akan bertarung di daerah pemilihan Jakarta Timur, Eko Putro Sandjojo ( Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal ) yang akan bertarung di daerah pemilihan Bengkulu, Lukman Hakim Saifuddin ( Menteri Agama ) yang akan bertarung di daearah pemilihan Jawa Barat 4, Asman Abnur ( Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi ) yang akan bertarung di daerah pemilihan Kepulauan Riau.

Kemudian yang menjadi pertanyaan publik adalah mengapa ketujuh Menteri tersebut berpartisipasi dalam pemilu legislatif 2019 mendatang padahal saat ini menjabat menteri ? dan apakah seharusnya mereka harus mundur sebagai Menteri ketika menjadi calon legislatif ?.

Ada 3 alasan yang menurut perspektif saya menjadi alasan kuat mengapa ketujuh menteri tersebut ikut berpartisipasi sebagai calon legislatif pada pemilu legislatif 2019 mendatang, pertama, karena mereka takut tidak akan terpilih kembali sebagai Menteri pada pemerintahan presiden terpilih 2019 mendatang, dan untuk mengantisipasi hal tersebut  ( agar tidak nganggur ) mereka pun memutuskan maju dalam pemilu legislatif, sehingga meskipun pada akhirnya mereka tidak terpilih kembali sebagai Menteri ( lingkup kekuasaan eksekutif ) toh mereka masih berada dalam lingkup kekuasaan yakni kekuasaan legislatif jika terpilih.

Alasan kedua, yakni untuk mendongkrak perolehan suara atau vote getter, tak dapat dipungkiri menjabat sebagai Menteri tentunya menjadi previlage tersendiri sebagai modal untuk mendongkrak perolehan suara, terutama bagi Menteri yang memiliki kinerja bagus selama pemerintahan ini, hal ini pun dimanfaatkan oleh partai politik untuk menugaskan para kadernya yang duduk sebagai Menteri agar ikut berpartisipasi dalam pemilu legislatif, hal ini dapat dipahami karena partai politik itu sendiri ingin mengamankan parliamentary threeshold sebanyaki 4 % dari suara sah nasional sebagai modal untuk ikut serta dalam penentuan kursi di parlemen, dengan jumlah parpol yang bertambah dari 15 menjadi 20 dan juga angka parliamentary threeshold yang naik dari 2,5 % menjadi 4 % tentunya pertarungan pada pemilu legislatif mendatang akan semakin sengit, oleh karenanya para menteri ini diharapkan dapat mendongkrak suara parpol pengusung dalam pemilu legislatif mendatang.

Alasan ketiga, yakni beban kerja yang lebih ringan, tak bisa dipungkiri menjabat sebagai menteri tentunya memiliki beban kerja yang sangat berat, yaitu untuk mencapai target dan sasaran yang ingin dicapai oleh presiden sesuai bidang yang menjadi tanggungjawabnya, kinerja Menteri akan selalu disorot ketat oleh Presiden dan tentunya juga oleh rakyat, sedangkan jika ia menjadi anggota legislatif memang ia akan tetap di sorot oleh rakyat namun hal itu bersifat kolektif atau kelembagaan bukan individu, misalnya jika seorang anggota DPR memiliki kinerja buruk dan sering bolos rapat maka publik akan berkata "DPR memang sukanya makan gaji buta" bukan menyebut individu, namun jika seorang Menteri memiliki kinerja buruk maka segala penjuru akan menghantamnya secara personal.

Tanggungwab jabatan Menteri adalah tanggungjawab pribadi si Menteri itu sendiri karena segala tugas dan wewenang dilaksanakan oleh satu orang yaitu Menteri itu sendiri sedangkan tanggungjawab menjadi anggota legislatif adalah kolektif artinya tugas dan wewenang yang ada dipikul secara kolektif bukan individu, oleh karena itu dapat dipastikan bahwa beban kerja sebagai Menteri memang lebih berat dari pada anggota legislatif, selain itu dari tingkat kesejahteraan, menjadi anggota legislatif juga lebih baik dari pada Menteri, berdasarkan surat Menteri Keuangan No. S-520/MK.02/2015 para anggota DPR mendapatkan gaji sebesar 76 juta per bulan bahkan menurut Mahfud MD ketika dia menjabat anggota DPR pada tahun 2004 dalam sebulan ia bisa mendapatkan pendapatan tak kurang dari 150 juta selanjutnya menurut Mahfud MD anggota DPR saat ini tentunya bisa mendapatkan pendapatan kurang lebih 200 juta perbulan, di sisi lain gaji sebagai Menteri Dikutip dari postkotanews.com dalam sebulan para Menteri hanya mendapatkan pendapatan kurang lebih sebesar 18 juta rupiah diluar anggaran operasional sebesar 120 - 150 juta rupiah.

Faktor beban kerja dan tingkat kesejahteraan di sinyalir membuat para Menteri yang ada saat ini tertarik untuk menjadi anggota legislatif meskipun juga saya yakin mereka tidak mungkin menolak jika ditunjuk kembali menjadi Menteri nantinya.

Lalu pertanyaan berikutnya apakah seorang Menteri harus mundur ketika menjadi calon legislatif ? di tinjau dari sudut hukum baik dalam UU Kementrian Negara, UU Pemilu dan juga Peraturan KPU memang tidak ada aturan mengatur bahwa seorang Menteri harus mundur ketika maju menjadi calon legislatif, hanya saja menurut pasal 281 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 ( UU pemilu ) Menteri yang maju menjadi calon legislatif hanya wajib cuti jika ingin berkampanye di hari kerja, jika tidak berkampanya di hari kerja maka Menteri tetap bekerja dan menjalankan tugasnya sebagai pembantu Presiden.

Selain itu, menurut ketentuan pasal 281 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Menteri yang menjadi calon legislatif juga dilarang menggunakan fasilitas negara saat berkampanye kecuali fasilitas pengamanan yang melekat.

Jika ditinjau dari sudut hukum okelah memang seorang Menteri tidak harus mundur ketika maju sebagai calon legislatif, akan tetapi jika ditinjau dari segi etika dan kepatutan maka hal ini bisa menjadi masalah karena hal ini berpotensi besar dapat melahirkan problematika, problematika yang pertama adalah kinerja yang kurang maksimal dari Menteri tersebut sebagai pembantu Presiden, fokus mereka akan terpecah antara fokus dan tugas sebagai seorang Menteri dan juga fokus sebagai calon legislatif agar terpilih pada pileg mendatang, sehingga hal ini akan dapat berdampak pada stabilitas dan kinerja yang kurang optimal dari pemerintah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat, idealnya memang Presiden Jokowi harus mengambil langkah untuk mengganti para menterinya yang maju sebagai calon legislatif dengan orang-orang baru yang profesional, berkompeten dan juga fokusnya tidak terbelah sehingga program dan rencana kerja pemerintahan Jokowi tetap dapat dilaksanakan secara optimal.

Namun akan terlihat lebih bijaksana lagi apabila Menteri yang bersangkutan yakni Menteri yang mencalonkan diri menjadi calon legislatif dengan ringan hati rela mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menteri agar lebih fokus dalam pemenangan kontestasi pileg.

Problematika kedua adalah potensi penggunaan fasilitas negara dalam kampanye, tidak dapat dipungkiri bahwa potensi penggunaan fasilitas negara untuk kampanye para menteri yang maju sebagai calon legislatif sangatlah terbuka lebar baik secara terselubung maupun tidak terselubung,  secara terselubung misalnya para Menteri mengunjungi daerah pemilihannya dengan menggunakan fasilitas negara namun dengan embel-embel kunjungan kerja sebagai Menteri, secara tidak terselubung misalnya Menteri tersebut memang cuti saat kampanye sebagai calon legislatif namun dalam kampanye tersebut para Menteri itu tetap menggunakan fasilitas negara seperti mobil, uang, rumah dll, hal-hal seperti sangat rawan terjadi, oleh karenanya Badan Pengawas Pemilu dan juga masyarakat harus berperan aktif untuk mengawasi para Menteri yang maju menjadi calon legislatif apakah dalam berkampanye menggunakan fasilitas negara atau tidak, bagi Menteri yang terbukti menggunakan fasilitas negara untuk berkampanye dapat dijatuhi sanksi administratif hingga sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan terkait.

Maka dari itu kedepan hendaknya dibuat peraturan yang mengatur bahwa Menteri yang maju menjadi calon legislatif harus mundur dari jabatan sebagai Menteri, artinya kedepan diperlukan revisi terhadap peraturan perundang-undangan terkait seperti UU Pemilu atau UU Kementrian Negara agar Menteri yang maju sebagai calon legislatif harus mundur dari jabatan Menteri sehingga tidak berpotensi menghadirkan problematika sendiri seperti kurang optimalnya kinerja pemerintahan dan juga potensi penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan kampanye atau politik praktis.

Revisi tersebut penting untuk merubah paradigma secara formal legalistik sehingga lebih kuat secara praktis untuk dipatuhi, karena jika hal tersebut tidak diatur secara tertulis atau di norma kan dalam Undang-Undang tentunya hal-hal seperti itu tidak akan terlalu diperhatikan atau dipatuhi sebagaimana yang terjadi saat ini.


Selesaii .....









Kamis, 26 Juli 2018

PUISI : DERMAGA HATI



Aku bak perahu bagak yang siap menerjang badai dan ombak untuk berlabuh pada dermaga hati.

Aku telah tertambat kekal pada sosok ayu dermaga hati, sosok yang membuatku terpikat telak hingga tak mampu berpaling lagi.

Ia bak pelita penghidupan ditengah kegamangan hati, menawarkan kehangatan dalam harapan suci.

Ia akan menjadi tempat ku berbagai kasih sehidup semati.

Tempat ku menyesap bahagia, membunuh sedih dan merangkai tawa bersama.

Tempat ku melepas jenuh dan mencurahkan segala kehangatan.

Tempat ku bersandar lekat hingga nyawa melayang dan kemudian abadi dalam kenikmatan hakiki.

Telah usai diriku berlayar mengarungi lautan riak asmara.

Kini telah ku temukan dermaga akhir penyambut jiwa dan raga.










Selasa, 24 Juli 2018

MENYIAPKAN PEMIMPIN DAN MEMINIMALISIR POTENSI LAHIRNYA KORUPTOR DALAM KONTESTASI POLITIK



Pemilihan kepala daerah serentak di 171 daerah telah usai digelar pada 27 juni lalu, kini energi dan konsentrasi partai politik dipastikan akan dialihkan menuju persiapan kontestasi politik yang lebih akbar yakni pemilihan presiden dan wakil presiden serta pemilihan legislatif 2019.

Partai-partai politik peserta pemilu 2019 pun mulai saling "berakrobat" dengan berbagai usaha dan upaya untuk menarik atensi masyarakat yang tujuannya adalah agar masyarakat memilih calon dari partai tersebut pada kontestasi politik 2019 mendatang khususnya pada pemilihan legislatif.

Sebagian partai politik ada yang menawarkan program dan semangat baru dalam berpolitik (biasanya dilakukan partai-partai baru), ada partai politik yang menawarkan caleg anti korupsi, kemudian ada juga partai politik yang memakai strategi lama dengan jalan mengajukan calon legislatif dari kalangan artis yang notabene sudah dikenal oleh khalayak umum.

Perlu kita hayati secara seksama bahwa secara das sollen memang partai politik memiliki tujuan yang baik sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang partai politik seperti mewujudkan cita-cita nasional bangsa indonesia sebagaimana dimaksud dalam pembukaan UUD1945, mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan pancasila dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dan negara kesatuan republik indonesia.

Namun tentunya kita juga menyadari bahwasanya secara das sein (kenyataan) atau prakteknya tujuan-tujuan diatas hanyalah sekedar teks belaka yang kenyataanya jauh panggang dari api, sebagaimana kita ketahui bersama partai politik selama ini lebih bertendensi untuk mementingkan kepentingan intern mereka sendiri yakni dengan meraih atau mempertahankan kekuasaan baik kekuasaan eksekutif maupun kekuasaan legislatif tanpa memerdulikan kepentingan bangsa dan rakyat.

Maka dari itu, hendaknya kita juga harus jeli dan cermat dalam menentukan sikap atas "akrobat" para partai politik seperti diatas, karena hampir dipastikan cara-cara atau upaya tersebut hanyalah sekedar pepesan kosong saja untuk menarik minat masyarakat agar memilih calon yang diajukan oleh partai politik tersebut dalam kontestasi politik mendatang.

Di satu sisi penyelenggaran kontestasi politik ( khususnya pileg mendatang ) tentunya selalu menyediakan potensi akan lahirnya figur-figur koruptor jika mereka berhasil terpilih nanti, hal ini terjadi lantaran adanya beberapa faktor penyebab yang masih hidup secara masif dalam penyelenggaraan hajat demokrasi tersebut diantaranya integritas dan kapasitas calon yang kurang memadai, adanya mahar politik, politik uang dan cukong politik, penegakan hukum dalam pemilu baik penegakan hukum administratif maupun penegakan hukum pidana yang masih lemah, partisipasi dan kesadaran politik masyarakat yang belum baik serta faktor-faktor lainnya.

Kontestasi politik ( pemilu ) pada dasarnya merupakan sarana bagi masyarakat untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan dengan jalan memilih pemimpin atau wakil rakyat terbaik yang sekiranya memiliki integritas dan kapasitas untuk mewujudkan hal itu, oleh karenanya jika kontestasi politik pada akhirnya hanya melahirkan sosok-sosok tak berintegritas dan tidak berkompeten tentunya masyarakat lah yang akan dirugikan karena dengan dipimpin atau memiliki wakil rakyat seperti itu kesejahteraan dan keadilan hanya akan menjadi buain semu semata, di sisi lain Franz Magnis Suseno menyatakan bahwa pemilu sejatinya bukan untuk memilih yang terbaik tetapi untuk mencegah yang terburuk berkuasa.

Oleh karenanya, untuk mencegah yang teburuk berkuasa ( para mental korup ) maka diperlukan semangat dan upaya yang saling bersinergi antara beberapa elemen terkait untuk mengatasinya, semangat dan upaya ini saya sebut sebagai "filterisasi pemimpin", filterisasi pemimpin adalah upaya untuk menyaring dan membentuk seorang pemimpin sejak dini secara terstruktur, filterisasi pemimpin ini lebih jauh dimulai dari keluarga, keluarga adalah lembaga pertama yang berperan untuk mencetak pemimpin yang baik di kemudian hari, keluarga adalah lembaga pertama yang membentuk karakter dan kepribadian seseorang, pola asuh, pola didik dan pola komunikasi dalam kelurga dalam hal ini dari orang tua kepada anaknya akan sangat berpengaruh dalam membentuk karakter dan kepribadian anak tersebut.

Oleh karenanya menjadi penting bagi setiap keluarga dalam hal ini orang tua untuk memiliki pemahaman akan pentingnya pola didik, pola asuh dan pola komunikasi yang baik dalam keluarga mereka, orang tua harus menyiapkan sedini mungkin agar anak mereka memiliki karakter dan kepribadian sebagai seorang pemimpin melalui contoh perilaku, pola asuh, pola didik dan pola komunikasi, anak yang diberikan contoh perilaku yang baik, di didik, di asuh dan mendapatkan pola komunikasi yang baik dalam keluarga niscaya akan tumbuh menjadi pribadi yang unggul saat dewasa, memiliki moral dan kepribadian luhur, lebih siap menghadapi berbagai rintangan dari kompleksitas zaman serta berpotensi besar akan memiliki sifat kepemimpinan dalam diri mereka.

Filterisasi pemimpin berikutnya adalah kualitas dan sistem pendidikan yang ideal dalam membentuk moral, kepribadian, intelektualitas serta kreativitas, sistem pendidikan yang demikian niscaya akan dapat menjadi lahan yang subur bagi lahirnya manusia-manusia unggul baik secara ahlak maupun intelektulitas untuk disiapkan menjadi para pemimpin dikemudian hari, lebih jauh sejatinya konstitusi kita telah mengamanatkan agar sistem pendidikian dibentuk untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dalam membentuk sistem pendidikan seperti demikian diperlukan visi dan sinergitas yang senafas antara beberapa elemen terkait seperti pemerintah melalui kementrian pendidikan, kepala daerah, lembaga pendidikan ( sekolah ), guru dan juga orang tua.

Setelah keluarga dan sistem pendidikan filterisasi pemimpin selanjutnya adalah partai politik, dalam hal ini idealnya partai politik harus mengaplikasikan tujuan partai politik secara das sein yang selaras dengan das sollen sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang maupun teori, setelah keluarga dan bangku sekolah ( sistem pendidikan ) melahirkan manusia-manusia unggul maka kemudian tugas partai politik adalah melakukan rekrutmen politik terhadap mereka yang berminat dan memiliki value untuk terjun dalam dunia politik, yang selanjutnya mereka-mereka akan dibekali dengan pemahaman dan visi politik melalui kaderisasi dan pendidikan politik dimana kemudian kader-kader terbaik diantara mereka akan disiapkan untuk menjadi wakil partai dalam mewujudkan visi mereka untuk mensejahterakan bangsa dan masyarakat melalui saluran pemilu atau kontestasi politik.

Partai politik harus menghindari penggunaan mahar politik atau praktek cukong politik karena hal seperti inilah yang akan menyebabkan lahirnya pemimpin korup dikemudian hari ( jika terpilih ), orang-orang yang maju dalam ajang kontestasi politik karena adanya mahar politik berupa sejumlah uang hingga miliaran rupiah yang mereka setor kepada parpol atau di dukung oleh cukong maka ketika ia terpilih ia akan cenderung menjadi pribadi dan pemimpin yang korup dengan jalan mencari uang "haram" melaui celah-celah jabatannya untuk mengembalikan uang mahar yang dulu disetornya untuk maju dalam ajang kontestasi politik, sedangkan bagi mereka yang maju dalam kontestasi politik berbekal dana atau dukungan cukong maka sikap, perilaku hingga kebijakan mereka akan tersandera hanya untuk memberikan feedback kepada cukong yang telah membiayainya sehingga pemimpin seperti itu tidak akan memiliki visi untuk mensejahterakan rakyat dan pasti akan menjadi pemimpin yang korup.

Intinya partai politik harus merestrukturisasi dirinya untuk lebih peka dan peduli terhadap nasib rakyat dan bangsa, partai politik jangan hanya terhanyut pada kepentingan politik praktis semata seperti halnya yang terjadi selama ini, partai politik memiliki peran krusial dalam meminimalisir terjadinya korupsi dan terciptanya koruptor yakni dengan jalan menyiapkan kader terbaik yang memiliki kapasitas dan integritas untuk membawa masyarakat mencapai kesejahteraan dan keadilan serta kebahagiaan.

Filterisasi pemimpin selanjutnya adalah adanya supremasi penegakan hukum dalam pemilu, baik hukum administratif maupun hukum pidana, dalam artian setiap pelanggaran hukum baik administratif maupun pidana yang terjadi dalam penyelenggaraan pemilu maka harus di tindak secara tegas tanpa pandang bulu dan tanpa toleransi, hukum harus supreme untuk mengawal demokrasi demi terwujudnya pemilu yang bebas, jujur, adil dan bersih dari kecurangan, pemilu seperti inilah yang pada akhirnya sangat kondusif untuk melahirkan pemimpin yang berkualitas untuk memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyatnya, jika penegakan hukum dalam pemilu supreme maka pelanggaran-pelanggaran dalam pemilu yang selama ini bagai "pembiaran" seperti politik uang akan dapat diminimalisir sekecil mungkin sehingga dapat tercipta pemilu yang bersih dan berkualitas.

Artinya untuk mendapatkan pemimpin yang berkualitas diperlukan pula sistem penyelenggaraan pemilu yang bersih, jujur dan adil dan hal itu bisa terwujud apabila penegakan hukum dalam pemilu baik penegakan hukum administratif maupun penegakan hukum pidana dapat ditegakkan setegak mungkin untuk menekan angka kecurangan.

Filterisasi pemimpin yang terakhir adalah partisipasi masyarakat yang aktif dan kritis dalam pemilu atau kontestasi politik, aktif dalam artian ikut menyumbangkan suara atau tidak golput, aktif menolak politik uang serta aktif melaporkan kepada pihak yang berwenang apabila terjadi pelanggaran-pelanggaran dalam penyelenggaraan pemilu, sedangkan kritis dalam artian masyarakat harus memiliki pemahaman dan rasa peduli akan calon pemimpin dan calon wakil rakyatnya, karena ditangan mereka-mereka lah nasib masyarakat, bangsa dan negara akan dipertaruhkan, masyarakat harus cermat dan cerdas dalam memilih calon pemimpin atau calon wakil rakyat, seperti menghetahui rekam jejak calon, menghetahui visi dan misi atau janji politik yang mereka tawarkan dengan mempertimbangkan realistisitas perwujudan janji itu.

Idealnya masyarakat harus memilih pemimpin atau wakil rakyat berdasarkan faktor teknis yakni faktor integritas dan kapasitas calon bukan justru dari faktor non teknis seperti karena hubungan teman, saudara, dikasih uang dll, karena pada akhirnya sikap aktif dan kritis dari masyarakat ini akan sangat menentukan pada terpilihnya sosok pemimpin atau wakil rakyat yang berintegritas dan memiliki kapasitas untuk menghantarkan masyarakat mencapai keadilan dan kesejahteraan serta menghindarkan yang terburuk memimpin ( para koruptor ).

Hal yang saya uraikan diatas adalah rangkaian upaya atau usaha untuk menyiapkan pemimpin serta meminimalisir potensi lahirnya koruptor dalam ajang kontestasi politik, korupsi memang tidak akan pernah bisa ditekan hingga bersih namun setidaknya korupsi akan dapat diminimalisir hingga sekecil mungkin lewat upaya filterisasi pemimpin yang terstruktur dimulai dari keluarga, sistem pendidikan, partai politik, penegakan hukum dalam pemilu dan partisipasi yang aktif dan kritis dari masyarakat, kelima elemen tersebut harus bersinergi satu sama lain untuk menghasilkan pemimpin yang baik serta mencegah para koruptor-koruptor memimpin bangsa ini.

Tanpa adanya sinergitas dari kelima elemen tersebut maka akan selalu terbuka lubang menganga bagi terpilihnya para koruptor-koruptor yang akan menggerogoti bangsa ini.

Jika di sederhanakan maka upaya untuk menyiapkan pemimpin dan meminimalisir lahirnya koruptor dalam memimpin bangsa di bagi menjadi 2 upaya yakni upaya jangka panjang yang meliputi keluarga, sistem pendidikan, partai politik, penegakan hukum dalam pemilu dan partisipasi yang aktif dan kritis dari masyarakat, sedangkan upaya jangka pendek meliputi partai politik, penegakan hukum dalam pemilu dan partisipasi yang aktif dan kritis oleh masyarakat.

Kelima hal tersebut pun harus kembali diperkuat melalui sistem penyelenggaran pemerintahan yang baik dan penegakan hukum ( secara umum ) yang tegak, adil dan bersih, karena jika sistem penyelenggaran pemerintahan buruk atau banyak terbuka celah-celah untuk melakukan korupsi tidak menutup kemungkinan bahwa pemimpin berkualitas yang dihasilkan dari filterisasi pemimpin seperti diatas pun juga dapat berubah menjadi seorang koruptor setelah memimpin, ada adagium yang menyatakan bahwa " MANUSIA BURUK ITU TERCIPTA DARI SISTEM YANG BURUK ", di satu sisi agar celah untuk melakukan korupsi itu semakin mengecil maka penegakan hukum khususnya dalam perkara korupsi harus ditegakkan secara adil, bersih, dan tanpa pandang bulu sehingga mampu menimbulkan efek jera kepada pelaku ( prevensi khusus) maupun efek jera kepada pihak-pihak lain ( prevensi general ) agar tidak meniru pelaku yang telah dihukum.


Selesai .......












Minggu, 15 Juli 2018

KROASIA DAN KEAJAIBAN SEPAKBOLA


15 juli tahun 2018 akan menjadi tanggal yang bersejarah bagi masyarakat Kroasia, tanggal dimana tim nasional sepakbola mereka akan bertanding di partai puncak kejuaraan sepakbola paling prestisius di muka bumi, piala dunia.

Inilah untuk pertama kalinya Kroasia mampu menginjakkan kaki hingga partai puncak piala dunia, sebelumnya prestasi terbaik Kroasia di piala dunia adalah meraih peringkat ketiga pada piala dunia 1998 di Perancis atau 20 tahun yang lalu.

Keberhasilan Kroasia melenggang hingga ke partai final ini tentunya menjadi momen yang bersejarah bagi para pemain maupun masyarakat Kroasia, selain karena ini momen pertama kali, keberhasilan Kroasia melaju hingga partai akhir ini juga bisa dimaknai sebagai momen emas karena bisa jadi momen ini akan sulit terulang atau dilakukan kembali oleh Kroasia di masa - masa mendatang.

Sejujurnya sebelum di mulainya gelaran piala dunia kali ini hampir tidak ada pengamat atau bahkan masyarakat Kroasia sendiri yang memprediksi bahwa Kroasia akan mampu melaju hingga sejauh ini, para pengamat tentunya lebih memprediksi negara-negara dengan tradisi sepakbola kuat seperti Brazil, Jerman atau Argentina yang akan berbicara banyak di piala dunia kali ini.

Namun pada kenyataannya Kroasia mampu membalikkan semua prediksi pengamat dengan berhasil mengalahkan lawan demi lawan dari fase grup hingga babak semifinal untuk meraih satu tiket di babak final, bahkan dalam perjalanannya menuju partai puncak Kroasia mampu mengalahkan dua mantan juara dunia yakni Argentina dan Inggris.

Di piala dunia kali ini sendiri seperti biasa Kroasia hanya berlabel " kuda hitam ", meskipun Kroasia di huni oleh beberapa nama beken yang membela klub-klub papan atas eropa seperti Luca Modric ( Real Madrid ), Ivan Rakitic ( Barcelona ), Mario Mandzukic ( Juventus ) hingga Ivan Perisic ( Inter Milan ).

Materi pemain Kroasia yang ada saat ini boleh dibilang adalah generasi emas bagi Kroasia, dan kelihatannya akan sulit bagi Kroasia untuk memiliki komposisi pemain semewah seperti skuad pada piala dunia 2018 ini di masa mendatang.

Oleh karena itu, keberhasilan melaju hingga babak akhir piala dunia ini sudah barang tentu tidak akan di sia-siakan oleh skuad Zlatko Dalic untuk menggondol trofi piala dunia pertama bagi Kroasia sekaligus menciptakan sejarah besar bagi dunia persepakbolaan mereka.

Namun usaha Kroasia untuk menciptakan sejarah besar tersebut dipastikan tidak akan mudah mereka wujudkan mengingat lawan yang sudah menanti di partai final adalah mantan juara dunia 1998 Perancis yang juga berisikan pemain-pemain top eropa seperti Antoine Griezmann, Paul Pogba, Kylian Mbappe hingga Oliver Giroud.

Skuad Perancis saat ini pun juga berlabel generasi emas, terbukti dengan keberhasilan Perancis dua kali berturut-turut melaju ke partai puncak pada dua event major terbaru yakni piala eropa 2016 dan piala dunia 2018 ini, pada event major sebelumnya yakni piala eropa 2016 Perancis harus puas hanya menjadi runner-up setelah di taklukan oleh Portugal, tentunya pengalaman pahit dua tahun lalu tersebut tidak ingin mereka ulangi lagi pada kesempatan kali ini, menggondol trofi piala dunia adalah harga mati bagi Perancis sebagai pelipur lara atas kegagalan mereka merengkuh juara eropa dua tahun silam.

Perancis sendiri banyak diprediksi akan dapat mengatasi perlawanan Kroasia di partai final nanti, diatas kertas memang Perancis lebih unggul dari Kroasia baik dari segi materi pemain maupun dari segi historis dan tradisi.

Akan tetapi perlu diingat bahwa sepakbola bukan sekedar diatas kertas namun diatas lapangan, segalanya bisa terjadi dan hasil akhir baru akan dapat kita ketahui saat wasit meniup peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan.

Peluang Kroasia untuk menjadi juara dunia tentunya bisa dibilang lebih kecil dari Perancis, Perancis sendiri lebih di favoritkan oleh banyak pihak akan meraih gelar juara dunia keduanya.

Namun perlu diingat bahwa dalam sepakbola selalu menyediakan ruang untuk hadirnya sebuah keajaiban, keberhasilan Denmark menjadi juara piala eropa 1992, kesuksesan Yunani meraih juara piala eropa 2004 hingga keajaiban Leicester City merengkuh gelar juara liga Inggris 2016 adalah beberapa contoh keajaiban yang berhasil mewarnai sejarah persepakbolaan dunia sejauh ini.

Tidak ada yang menyangka bahwa skuad Denmark yang lolos ke babak utama piala eropa 1992 sebagai peserta pengganti akhirnya mampu menasbihkan diri sebagai sang juara, tidak ada yang mengira bahwa negara medioker seperti Yunani yang tidak punya tradisi sepakbola kuat akhirnya mampu mengalahkan sang tuan rumah Portugal di babak final piala eropa 2004 begitupun pula tidak ada yang menyangka bahwa skuad sederhana Leicester City mampu menjadi kampiun liga Inggris 2016 mengangkangi skuad bertabur bintang milik Manchester United maupun Manchester City.

Fakta diatas telah menunjukkan bahwa sepakbola selalu menyediakan sisi keajaiban yang kadang tidak mampu di prediksi oleh rasionalitas dan fakta diatas kertas.

Pertanyannya akankah Kroasia mampu menciptakan keajaiban itu malam ini ? akankah lahir juara dunia baru pada piala dunia 2018 kali ini ?

Menarik untuk kita nantikan bersama, bagi saya pribadi, saya lebih berharap akan lahir juara dunia baru malam nanti, itu artinya saya berharap bahwa Kroasia akan mampu mengalahkan Perancis.

Kalaupun pada akhirnya Kroasia gagal mengalahkan Perancis, menjadi juara kedua di ajang semahsyur piala dunia pastinya akan tetap menjadi momen yang bersejarah bagi para pemain dan masyarakat Kroasia secara keseluruhan.


Bravo Kroasia !!!!!



Selesai .....







Jumat, 13 Juli 2018

SRIWIJAYA DAN MASALAH LATEN SEPAKBOLA INDONESIA


Beberapa hari terakhir terdapat beberapa peristiwa di dunia olahraga yang menyita atensi publik Indonesia selain lolosnya Kroasia ke final piala dunia dan keberhasilan Muhammad Zohri menjadi juara dunia junior lari 100 meter di Finlandia ada lagi satu peristiwa yang begitu menyita atensi masyarakat khususnya masyarakat pecinta bola yakni peristiwa yang menyangkut kondisi tim kebanggaan masyarakat Sumatera Selatan Sriwijaya FC.

Sriwijaya FC saat ini tengah mengalami kondisi yang cukup pelik, kesulitan finansial yang dialami tim Sriwijaya FC memaksa pelatih Rahmad Darmawan dan beberapa pemain pilar harus hengkang dari bumi wong kito sebut saja Hamka Hamzah, Adam Alis, Makan Konate, Patrich Wanggai, Alfin Tuasalamony dan lainnya.

Keterlambatan gaji disinyalir kuat menjadi faktor kunci yang membuat Rahmad Darmawan dan para pemain diatas "terpaksa" hengkang dari tim pengoleksi 2 gelar liga Indonesia tersebut.

Sungguh mengejutkan memang tim besar sekelas Sriwijaya FC harus mengalami krisis finansial sehingga berdampak pada terlambat nya pemenuhan gaji pemain yang konon hingga 2 bulan lamanya, apalagi di awal musim ini tim Sriwijaya FC menunjukkan geliat yang antusias dalam menyambut gelaran liga 1 terbukti dengan perekrutan banyak pemain bintang guna menyokong performa tim untuk mencapai prestasi maksimal.

Permasalahan seputar gaji khususnya keterlambatan gaji memang merupakan masalah laten dalam dunia persepakbolaan kita, fenomena ini sebenernya bak perulangan episode-episode sebelumnya yang pernah menghiasi wajah persepakbolaan kita.

Sejujurnya terjadinya fenomena seperti ini dapat diminimalisir baik oleh PSSI maupun oleh Tim itu sendiri, namun hal esensial seperti ini agaknya belum mendapatkan atensi yang serius untuk di uraikan dan diletakkan sebagai isu yang krusial.

Pertama bagi PSSI, sebagai pemegang otoritas persepakbolaan nasional PSSI sebenarnya memiliki kewenangan untuk memaksa atau meminimalisir sekecil mungkin tim-tim yang berkompetisi agar tidak menunggak gaji pemain, dengan jalan menetapkan regulasi, seperti menerapkan regulasi bagi para tim yang berkompetisi untuk memiliki deposit dana tertentu yang sekiranya cukup untuk membiayai tim tersebut selama berkompetisi sebelum mengikuti kompetisi, jika tim tersebut tidak memiliki deposit dana seperti yang ditetapkan maka tim tersebut tidak boleh mengikuti kompetisi.

Berikutnya PSSI juga bisa menerapkan sanksi berupa pengurangan poin tertentu hingga jerat degradasi jika dalam berjalannya kompetisi tim menunggak gaji pemain misalnya pengurangan 5 poin bagi tim yang menunggak gaji selama sebulan dan berlipat sesuai bulan seterusnya, regulasi seperti ini penting untuk mendorong dan memaksa tim-tim untuk cerdas dan hemat dalam mengalokasikan dana yang dimiliknya, akan tetapi yang jauh lebih penting dari itu adalah bagaimana regulasi atau aturan tersebut dapat di tegakkan setegak mungkin, karena regulasi sebaik apapun akan menjadi percuma dan tidak memiliki dampak yang positif jika tidak di tegakkan secara konsekuen ( seperti yang terjadi selama ini ).

Sejatinya regulasi seperti diatas mungkin sudah ada ( saya belum membaca regulasi liga Indonesia ) namun agaknya dari sisi penegakannya saja yang masih sangat lemah, terlalu banyak toleransi bagi tim-tim yang menunggak gaji. Dari sisi penegakan ini kita perlu berkaca pada negeri tetangga Malaysia yang mana beberapa waktu lalu berani menjatuhkan hukuman degradasi kepada tim Kuantan FA karena tim Kuantan FA menunggak gaji pemain hingga beberapa bulan.

Di liga 2 musim ini tim PSIM dan Persiwa mendapatkan hukuman pengurangan poin yakni pengurangan sebanyak 9 poin bagi PSIM dan 6 poin bagi Persiwa lantaran menunggak gaji pemain mereka pada beberapa musim lalu tepatnya bagi PSIM pada musim 2011-2012 dimana gaji pemain asing mereka asal Belanda yakni Rimkus, Kristian Adelmud dan Emil Linkers di tunggak sedangkan bagi Persiwa di hukum karena melakukan penunggakan gaji pemainnya pada musim 2013, sayangnya hukuman tersebut di jatuhkan karena inisiatif FIFA berkat laporan dari pemain yang bersangkutan kepada FIFA mungkin seandainya mereka melaporkan kepada PSSI bukan kepada FIFA hampir dapat dipastikan ceritanya akan berbeda hehehe.

Kedua bagi tim, tim idealnya haruslah dapat mengkalkulasi se efisien mungkin antara kebutuhan dan pendapatan selama berkompetisi agar kondisi finansial mereka tetap sehat, tim harus mampu memperhitungkan secara matang antara proporsi pemasukan dan pengeluaran agar tidak terjadi defisit dana yang berimbas pada penunggakan gaji pemain, pelatih dan official tim.

Sumber pendapatan tim sepakbola di indoneia pada umumnya ada 4 yakni subsidi dari PSSI, sponsor, hak siar dan penjualan tiket pertandingan, dilihat dari sumber pendapatan ini idealnya setiap tim harus lah memiliki perencanaan yang matang dan pengalokasian yang efisien tentang pemenuhan kebutuhan tim yang mana harus di sesuaikan dengan kemampuan finansial yang dimiliknya.

Jangan sampai tim terlalu banyak mengeluarkan dana misalnya untuk membeli pemain-pemain bintang namun di sisi lain kondisi finansial nya tidak memungkinkan, jika ini terjadi maka imbasnya sudah dapat kita ketahui bersama yakni tertunggaknya gaji pemain, pelatih serta official tim.

Maka dari itu, tim-tim dituntut untuk memiliki kecermatan dan efisiensi dalam mengalokasikan dana yang dimiliknya, jangan sampai besar pasak daripada pendapatan, kalau perlu setiap tim idealnya haruslah memiliki konsultan keuangan untuk memberikan gambaran dan memberikan solusi tentang pengelolaan keuangan tim agar tidak minus.

Namun agaknya tim-tim masih belum memberikan perhatian yang serius akan hal ini, mungkin juga karena permasalahan seperti ini sudah dianggap menjadi masalah yang wajar bagi mereka mengingat "profesional" masih sekedar slogan semata dalam persepakbolaan kita.

Hal yang biasa terjadi adalah tim terlalu ambisius mengejar prestasi dengan belanja pemain secara jor-joran dan jauh dari efisiensi, Sriwijaya FC adalah salah satu contoh sahihnya, Sriwijaya FC memang memiliki pendapatan yang besar baik dari sponsor, tiket pertandingan dan hak siar, akan tetapi pengeluaran mereka juga cukup besar mengingat pemain-pemain yang mereka miliki relatif memiliki kontrak yang besar karena berlabel pemain bintang, Timnas ataupun eks Timnas, kemudian yang terjadi adalah ketidakseimbangan antara kemampuan keuangan dengan pengeluaran yang harus dikeluarkan yang berimbas pada tertunggaknya gaji para pemain, pelatih dan mungkin official tim.

Permasalahan laten tentang gaji ini hendaknya harus di urai dan di selesaikan dengan solusi yang kontinu. Artinya disini diperlukan rasa kesadaran dan idealisme yang sama antara PSSI dan para tim-tim sepakbola profesional Indonesia untuk meminimalisir sekecil mungkin terjadinya penunggakan gaji baik kepada pemain, pelatih dan official tim.

PSSI harus membuat regulasi atau aturan yang ketat untuk mendorong dan "memaksa" tim-tim agar lebih mampu berpijak secara lebih sehat dari sisi finansial yang mana di satu sisi juga harus disertai pula dengan penegakan yang konsekuen atau tidak banyak toleransi.

Di sisi lain tim-tim juga harus memiliki rasa kesadaran dan semangat untuk menyehatkan kondisi finansial mereka, mereka dituntut untuk lebih cermat dan efisien dalam mengalokasikan dana yang mereka miliki, jangan sampai pengeluaran jauh lebih besar daripada pendapatan, tim jangan hanya berhasrat besar meraih prestasi dengan belanja pemain-pemain bintang ( kontrak besar ) namun kurang memperhatikan kondisi kesehatan finansial mereka.

Tak lupa juga bahwa pemain seharusnya juga harus lebih berani kepada tim ( pengelola ) apalagi saat ini telah ada wadah atau asosiasi pemain profesional Indonesia yakni ( APPI ) yang pastinya dapat memberikan dukungan secara moril dan advokasi kepada pemain untuk menggugat timnya apabila terjadi permasalahan pemenuhan hak pemain, berani disini dalam artian berani membawa perkara penunggakan gaji ini kepada pengadilan untuk mendapatkan penyelesaian secara hukum mengingat hubungan tim dan pemain adalah hubungan kontrak ( Perdata ) dimana kedua pihak memiliki kedudukan yang sederajat, namun upaya ini hendaknya dipakai sebagai upaya terakhir apabila kondisi sudah "darurat". Upaya ini juga akan menjadi shock terapi yang efektif bagi tim agar merestorasi diri untuk lebih concern dalam memperhatikan pemenuhan hak-hak pemain baik di masa sekarang atau di masa yang akan datang.

Pada konkretnya PSSI dan Tim harus bersinergi untuk mengatasi permasalahan laten seperti ini, bagaimana persepakbolaan kita bisa maju dan berprestasi jika hal-hal esensial seperti ini belum terlalu diperhatikan secara serius, bagaimana persepakbolaan kita bisa menjadi juara Asia tenggara atau lolos piala dunia jika arti profesional masih hanya sekedar slogan belaka.

Permasalahan yang menerpa tim Sriwijaya FC ini bisa jadi merupakan fenomena gunung es, karena sangat mungkin banyak tim-tim di liga Indonesia lainnya ( liga 1 dan liga 2 ) yang juga menunggak gaji para pemain, pelatih dan official tim, hanya saja tidak terekspos media hmmmmm.

Akhir sekali perlu diingat bahwa dalam bidang olahraga khususnya sepakbola, "Menerapkan profesionalitas" adalah langkah awal untuk meraih prestasi baik itu bagi pemain, tim maupun federasi.

Lalu bagaimana persepakbolaan kita mampu berprestasi jika hal-hal esensial yang menyangkut ke-profesionalitasan seperti pemenuhan gaji ini tidak diletakkan sebagai permasalahan yang krusial ?


Selesai .....















Kamis, 12 Juli 2018

MENYOAL HUBUNGAN PERS, PEMERINTAH DAN POLITIK


Pers adalah salah satu pilar penting dalam kehidupan demokrasi, ia merupakan bagian dari infrastruktur politik yang memiliki peran penting dalam menjaga dan mengawal penyelenggaraan pemerintahan agar selalu berjalan dalam bingkai konstitusional dan hukum yang berlaku, termasuk menjaga penyelenggaraan pemerintahan agar selalu berlandaskan pada asas-asas pemerintah umum yang baik serta mendorong pemerintah agar senantiasa peka dan responsif atas segala kompleksitas permasalahan sosial masyarakat.

Sebagaimana infrastruktur politik lainnya pers juga memiliki fungsi untuk memberikan sumbangsih positif dalam pembangunan bangsa tentunya melalui perannya sebagai kontributor dan distributor informasi kepada masyarakat, sebagai kontributor informasi dalam hal ini pers bertindak sebagai media yang bertugas menghimpun aspirasi, tuntutan, dan permasalahan sosial dalam realitas kehidupan masyarakat untuk di formulasikan menjadi sebuah berita atau informasi yang kemudian di sebar luaskan kepada pemerintah maupun masyarakat lainnya ( distributor ).

Dengan begitu diharapkan penguasa atau pemerintah akan terdorong untuk memiliki kepekaan dan sikap responsif atas aspirasi, tuntutan dan segala permasalahan sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.

Oleh karena itu, kebebasan pers menjadi hal yang sangat penting disini, kebebasan akan melahirkan keleluasaan untuk berbuat, bertindak dan bersikap yang kemudian bertentitas menjadi sikap kritis, akan tetapi kebebasan pers hendaknya juga harus selalu dikawal dalam temali tanggungjawab yang berlandaskan pada fakta dan obyektivitas, kebebasan yang bertanggung jawab itulah filosofis ideal bagi pers yang tak bisa ditawar lagi.

Kebebasan dalam arti pers diberikan keleluasaan untuk mencari, mendapatkan dan menyalurkan informasi sedangkan tanggungjawab dalam arti kebebasan itu hendaknya digunakan sebaik-baiknya untuk memberikan sumbangsih konstuktif bagi pembangunan bangsa, pers harus dalam posisi netral yang menyalurkan informasi berdasarkan fakta, realitas, proporsionalitas dan obyektivitas atau berimbang, oleh karenanya segala elemen pers harus tunduk pada hukum yang berlaku serta kode etik jurnalistik, karena itulah rambu-rambu pers dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Di masa lalu ( orba ) kita pernah mengalami masa kelam dalam kehidupan pers, saat itu kebebasan pers sangat dikekang oleh pemerintah, pers hanya di modifikasi sebagai media untuk menancapkan hegemoni kekuasaan oleh pemerintah, pers yang kritis terhadap pemerintah akan di bredel, di masa pemerintahan orde baru pers di kerangkeng dalam labirin kekuasaan sehingga tidak dapat berperan sebagaimana lembaga infrastruktur politik dan pilar demokrasi yang merdeka.

Alhamdulillah patut kita syukuri bersama memasuki era reformasi terutama saat diundangkannya UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers, hak dan kewajiban tentang kebebasan pers terjamin dan terlindungi dalam undang-undang, meskipun dalam prakteknya hingga sekarang ini pun masih cukup banyak insan pers yang mendapatkan pengekangan terhadap kebebasan pers dilapangan meskipun hanya bersifat kasuistis.

Tak dapat dipungkiri bahwa kebebasan pers adalah hal yang mutlak untuk mendukung pers dapat berperan secara merdeka sebagai pilar demokrasi dan lembaga infrastruktur politik, namun kebebasan itu hendaklah selalu dikawal dalam prinsip tanggungjawab yang termaktub dalam peraturan perundang-undangan maupun peraturan kode etik pers sehingga kebebasan pers itu diharapkan tetap berada dalam rambu-rambu yang ideal bagi stabilitas nasional.

Pers sebagai agen informasi memiliki pengaruh yang sangat besar dalam mempengaruhi perspektif dan persepsi masyarakat terhadap sesuatu, pers secara langsung maupun tidak langsung dapat memobilisasi masyarakat untuk melakukan sesuatu hal yang bersifat konstruktif maupun destruktif, oleh karenanya dalam menjalankan tugas dan peran nya pers harus dijaga dalam batas-batas tertentu ( hukum dan kode etik ) agar tidak menjadi bumerang yang dapat menggerus harmonisasi kehidupan bangsa.

HUBUNGAN IDEAL PERS DAN PEMERINTAH

Jika dilihat dalam konteks hubungan simbiosis ( keterkaitan ), maka pers dan pemerintah sejatinya atau idealnya haruslah terbentuk menjadi semacam hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme atau saling menguntungkan, dalam hal ini pers dan pemerintah dapat membentuk hubungan kemitraan yang positif untuk bersama-sama bahu membahu untuk mencapai tujuan bernegara sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi.

Pers dan pemerintah sejatinya saling membutuhkan satu sama lain, pers membutuhkan kekuasaan pemerintah untuk melindungi mereka dengan berbagai kebijakan yang berorientasi terhadap perlindungan akan kebebasan pers, selain itu pemerintah juga dapat menjadi obyek bagi pers dalam melaksanakan fungsinya sebagai kontributor informasi.

Di sisi lain pemerintah membutuhkan pers sebagai agen untuk menyalurkan atau menyebarluaskan segala informasi, program dan kebijakan pemerintah, selain itu pemerintah juga bisa menjadikan pers sebagai mitra dalam artian sebagai korektor dan kritikus atas kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap rakyat dan keadilan ataupun kebijakan yang kurang efektif untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat.

Dengan koreksi dan kritik dari pers tersebut diharapkan pemerintah akan dapat mendapatkan perspektif yang lebih gamblang untuk kemudian melakukan kajian ulang akan kebijakan-kebijakan yang di koreksi dan di kritik oleh pers tersebut untuk kepentingan masyarakat.

Pemerintah harus memposisikan pers sebagai mitra kerja yang di satu sisi berperan sebagai agen penyebarluasan program, kebijakan maupun keberhasilan pemerintah namun di sisi lain pers juga harus di jadikan kritikus oleh pemerintah dalam hal ini berdiri secara obyektif untuk membela kepentingan masyarakat umum artinya kritik yang disampaikan oleh pers kepada pemerintah haruslah digali berdasarkan fenomena dan permasalahan sosial di masyarakat.

Oleh karena itu, pers juga harus memposisikan diri secara netral, agar dapat menjadi mitra dan kritikus yang baik bagi pemerintah, pers harus terbebas dari kepentingan praktis sesaat oleh pihak-pihak tertentu maupun oleh pemerintah itu sendiri, pers harus berpijak untuk kepentingan masyarakat dan bangsa.

Namun dinamika yang terjadi saat ini ( tahun politik ) justru pers terkotak-kotak, pers saat ini relatif bermetamorfosa sebagai mesin politik yang bertendensi condong untuk kepentingan politik praktis semata, di satu sisi ada golongan pers yang fanatik pada pemerintah di sisi lain juga ada golongan pers yang fanatik pada pihak-pihak oposisi, hal itu membuat informasi yang di didistribusikan menjadi tidak obyektif, tidak proporsional dan tidak memberikan sumbangsih positif bagi pendewasaan masyarakat.

Hal yang sejati nya sangat kita sayangkan jaminan kebebasan pers dewasa ini justru dimanfaatkan untuk kepentingan politis baik bagi pemerintah dan pendukungnya maupun bagi pihak-pihak diluar lingkaran pemerintah yang hendak merebut kekuasaan, akhirnya disini masyarakat pun menjadi pihak yang dirugikan.

Pemerintah dan pendukungnya maupun pihak oposisi mencoba memasuki pers untuk kepentingan politis mereka mengingat pemberitaan pers memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk sudut pandang, pola pikir maupun sikap masyarakat untuk diarahkan pada persepsi politis tertentu, fakta dilapangan menunjukkan bahwa banyak perusahaan pers yang dimiliki oleh pihak-pihak yang berkecimpung dalam dunia politik, tak pelak hal ini menjadi semacam causa pembenaran untuk menjawab mengapa independensi pers menjadi hal yang langka dewasa ini.

Bola sekarang pun berada ditangan pers akankah kembali berpijak untuk membela kepentingan masyarakat atau terhanyut dalam syahwat politik sesaat, akankah berperan menjadi lembaga infrastruktur politik atau hanya sekedar menjadi mesin politik pihak-pihak tertentu.

Di sisi lain segala pelanggaran dalam dunia pers dan jurnalistik hendaknya harus di selesaikan secara tuntas baik pelanggaran hukum maupun pelanggaran kode etik, jika rambu-rambu pers tersebut ditegakkan sebagaimana mestinya tentu penyelewengan pers akan dapat diminimalisir seminimal mungkin.


Selesai....
















Sabtu, 07 Juli 2018

PSIR REMBANG OH PSIR REMBANG


Tim kebanggaan wong Rembang PSIR harus kembali menelan pil pahit dihadapan ribuan pendukungnya setelah di pecundangi tamunya perserang dengan skor tipis 0-1 dalam lanjutan kompetisi liga 2 Indonesia 2018, hasil ini tentunya amat menyakitkan, di tengah usaha untuk bangkit dari dasar klasemen, kekalahan di kandang untuk kedua kalinya ini ibarat karangan bunga kamboja yang menambah luka lara kepada segenap elemen dan pecinta tim PSIR.

Bagaimana tidak, dari 6 laga yang telah dijalani PSIR masih terbenam di dasar klasemen tanpa pernah sekalipun meraih kemenangan, dari 6 laga, PSIR hanya mampu mengoleksi 2 poin, hasil dari 2 hasil seri dan 4 kekalahan.

Para pendukung PSIR pun mulai dirundung kecemasan, benak mereka dipenuhi angan seram "akankah tahun ini PSIR degradasi", tak hanya pendukung, pemain dan staf pelatih tampaknya juga di hantui oleh angan itu.

Publik pecinta PSIR pun bertanya-tanya dan menerka-nerka sejatinya apa gerangan yang menyebabkan PSIR tak mampu bermain optimal di kompetisi musim ini, musim ini bisa dibilang adalah musim paling buruk bagi PSIR dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, sejauh yang saya tau ( koreksi jika salah ), selama saya menyaksikan dan mengikuti perkembangan PSIR sejak 2004, baru pada kompetisi musim inilah PSIR menelan 2 kekalahan di kandang, parahnya 2 kekalahan tersebut sudah dirasakan dari 3 pertandingan kandang awal dimana kompetisi baru berjalan 6 pertandingan saja. Sedangkan pada kompetisi-kompetisi sebelumnya yakni dari musim 2004 hingga 2017 maksimal PSIR hanya kalah sekali di kandang sepanjang musim kompetisi.

Hal tersebut tentunya menjadi alarm bahaya, mengingat kalah dikandang lebih dari sekali bukanlah hal lazim bagi PSIR (sejak 2004 ), apalagi kompetisi baru berjalan 6 pertandingan, dengan rincian 3 pertandingan kandang dan 3 pertandingan away.

Kritik tajam pun menghujam kepada segenap elemen tim PSIR baik kepada pemain, pelatih dan pengelola atau manajemen tim, isu-isu tak sedap pun berhembus kencang, yang paling masif adalah isu keterlambatan gaji para pemain yang menyeruak dan disinyalir kuat hal tersebut lah yang membuat kondisi kondusifitas tim PSIR terganggu, bahkan ada beberapa pemain luar daerah yang hingga saat ini belum bergabung kembali dengan tim selepas libur lebaran, sekaligus melewatkan pertandingan pekan ke 6 melawan Perserang, fakta ini pun seakan menguatkan tentang kebenaran isu keterlambatan gaji tersebut, sekaligus meneguhkan kenyataan bahwa kondusifitas dalam tim PSIR saat ini boleh dikatakan sangat kurang kondusif.

Isu keterlambatan gaji memang seringkali menghinggapi tim-tim profesional liga Indonesia, tidak hanya liga 2, di liga 1 pun sama, profesional agaknya masih sekedar label yang jauh panggang dari api, kesehatan keuangan tim-tim di liga Indonesia masih mengkhawatirkan, bahkan pada beberapa tahun silam keterlambatan gaji hingga berbulan-bulan beberapa kali menghiasi wajah persepakbolaan negeri ini, seperti yang dialami oleh pemain PSMS pada 2013 silam yang tidak dibayar selama 10 bulan.

Jika benar ketidak kondusifan tim PSIR saat ini dikarenakan faktor keterlambatan gaji maka pengelola klub hendaknya segera mencari solusi agar kondisi ini tidak berlarut-larut, jika memang perlu, baiknya diadakan musyawarah atau diskusi bersama oleh segenap elemen tim baik pemain, pelatih, suporter dan pihak pengelola untuk mencari jalan keluar terbaik atas situasi ini.

Karena kondusifitas dalam sebuah tim adalah modal utama untuk meraih prestasi yang maksimal, dalam olahraga kolektif seperti sepakbola, kenyamanan dan kondusifitas akan merangsang gairah, militansi dan semangat bertempur sehingga kemampuan dan kerjasama tim akan terjalin secara baik.

Menurut saya, pergantian pelatih juga bukan merupakan solusi cerdas seperti yang di gembar-gemborkan beberapa pihak, dalam kondusifitas tim yang terganggu karena faktor non teknis, agaknya lebih tepat jika diperbaiki hal non teknis tersebut terlebih dahulu, karena siapapun pelatihnya bahkan Pep Guardiola sekalipun pasti akan kesulitan untuk mengangkat performa tim bila kondisi dan kondusifitas tim seperti itu.

Sepakbola itu bukan hanya sekedar permainan teknis 2×45 menit di lapangan, lebih dari itu sepakbola memiliki banyak kompleksitas sosial dibelakangnya, bagi orang awam sepakbola adalah bagaimana yang ada di lapangan, namun tidak sesederhana itu.

Tim sepakbola pada hakikatnya adalah sebuah sistem yang terdiri dari beberapa unsur yang saling terkait satu sama lain untuk mencapai tujuan yang sama yakni prestasi, keempat unsur tersebut adalah pengelola, pelatih, pemain dan juga suporter.

Peran dari masing-masing unsur tersebut akan sangat berpengaruh terhadap kinerja unsur lainnya, dan ketika satu unsur tidak dapat berperan sebagaimana peran pokoknya maka unsur lainnya pun juga akan terkena dampaknya.

Di level profesional sepakbola bukan hanya sekedar olahraga, melainkan gantungan hidup bagi para aktornya ( pemain ), dan ketika gantungan hidup tersebut tak bisa digantungi bagaimana situasinya bisa anda bayangkan, saya tidak mau membahasnya lebih lanjut hehehe.

Intinya kembalikan PSIR sebagai rumah yang kondusif dan nyaman bagi para pemain, saya percaya bahwa dalam olahraga kolektif seperti sepakbola hal-hal non teknis seperti kondusifitas, kenyamanan, militansi, dan gairah itu lebih penting dari sekedar skill, strategi dan teknik bermain.

Karena tanpa kondusifitas dan kenyamanan dalam bermain, strategi, teknik dan skill hanyalah sekedar atribut yang tidak akan mampu menghadirkan dampak apapun.

Oleh karena itu, upaya krusial yang saat ini harus di lakukan untuk membangkitkan PSIR adalah bagaimana mengembalikan kondusifitas dan kenyamanan bermain bagi pemain, jika nirkondusifitas tersebut lantaran faktor non teknis ( gaji ) maka pengelola tim harus mampu sesegera mungkin mengupayakan hal itu, disisi lain suporter juga harus tetap memberikan dukungan secara masif dan militan untuk menjaga moril pemain, pemain serta pelatih pun hendaknya tetap selalu memberikan yang terbaik meski dalam kondisi yang sulit, setelah itu dilakukan selanjutnya biarkan Tuhan membuat takdir dan rencananya sendiri.

PSIR Rembang Oh PSIR Rembang semoga keterpurukan mu saat ini hanya sementara.



Selesai.......


Kamis, 05 Juli 2018

PUISI : MADU HATI


Senyum simpul masih melukis wajahku penuh sirat, intuisi berbisik merdu dalam ukiran harap.

Hasrat ingin sekali bertatap, melihat bilur senyummu nan memikat.

Wajah ayu mu penuh damba, keelokan hati mu sungguh memantapkan tekad.

Kau bak rembulan di tengah gulita malam yang berpijar paling terang di antara bintang-bintang.

Kehadiran mu adalah oase di tengah kegersangan dan kegundahan, yang menyepuh asa akan indahnya bersama.

Merajut kepingan niat suci tuk bersanding beriringan mengarungi pahit manis kehidupan.

Buih-buih doa yang ku panjat akan memeluk jiwamu dengan hangat, dan rindu kita akan berakhir dalam mihrab.

Tak akan galat, tak ada ragu, kau lah madu di hatiku.

Tempat ragaku berlabuh kekal.