Sabtu, 24 Juli 2021

PUISI: KENANGAN TANPA AKHIR

Selepas adzan isya, 26 Maret 2004, engkau berpulang menuju keabadian

Semilir angin malam membasuh hati yang rapuh 

Tangis duka mengalir tanpa jeda

Kehilangan mendalam menghempas kekosongan jiwa

Kepergian mu meninggalkan titah kelabu seumur hidup ku

Kini, 17 tahun sudah aku tidak mendapat ridho doa mu

Namun, sosok mu selalu hidup dalam palung kalbu

Kisah kita pun terikat dalam kenangan tanpa akhir


Senin, 19 Juli 2021

PUISI: NESTAPA CORONA

Pandemi corona menghadirkan nestapa

Merenggut puluhan ribu anak bangsa

Lirih duka menyapa tanpa jeda

Air mata bergelimang pusara

Kehilangan dan kepergian menjadi oase

Nyawa demi nyawa berpulang menuju keabadian 

Akankah hari esok masih tersisa tawa?





Selasa, 13 Juli 2021

PUISI: SERAUT CANDU

Kayuh angan mengawang bumantara

Temaram rindu tetap mengcengkeram hati

Meski, setiap malam aroma tubuh mu mewangi di sisi

Labirin asmara tlah memasung candu

Sakau terbayang seraut wajah ayu 

Pemijar denyut nadi hidup ini

Aku tanpa mu, bagai Arjuna tanpa busur gandiwa

Hilang digdaya, lekat laif

Tanpa hadirmu disampingku, ibarat sepakbola tanpa Canarinha

Lebur gairah hayat

Membisu abadi dalam hampa


Sabtu, 10 Juli 2021

LIONEL MESSI THE GOAT

Selama karirnya di Timnas Argentina. Messi telah mengalami 4 kali kekalahan di partai final turnamen major, yakni Final Copa America 2007, 2015, 2016 dan Final Piala Dunia 2014. Kalah di partai final secara psikologis tentunya lebih menyakitkan dari pada kalah di fase awal atau fase tengah sebuah turnamen. 

Oleh karena itu, bangkit dari 4 kali pil pahit untuk kembali membangun rasa kepercayaan diri juga bukan merupakan hal mudah. Dibutuhkan mental yang sangat kuat, khususnya untuk mengikis dan keluar dari bayang-bayang rasa sakit dan sayat traumatik kalah 4 kali di partai final.

Terlebih, di setiap Argentina tampil di turnamen besar, Messi selalu menjadi pemanggul beban tim. Ibaratnya, sukses tidaknya Argentina tergantung dengan bagaimana penampilan Messi. 

Akan tetapi, Messi tidak pernah rendah diri dan putus asa. Messi selalu mencoba memberikan segalanya bagi Argentina. Setelah kalah final Copa America 2016, Messi kemudian gagal bersinar di Piala dunia 2018. 

Tapi, Messi belum menyerah dan belum maj pensiun dari timnas, meskipun usianya sudah menginjak kepala 3. Ajang Copa America 2021 pun menjadi ajang penasbihan di penghujung karir Messi di timnas. Beban dan tekanan juara sangat besar. 

Secara individual, komparasi dengan Diego Maradona dan Cristiano Ronaldo yang telah memberikan gelar bagi negara, kian menambah berat tekanan individual bagi Messi. Tapi, Messi bisa mengatasi beban dan tekanan berat itu. 

Selama ajang Copa America 2021, Messi tampil memukau baik secara individual maupun kolektif. Gol dan assist terus lahir dari kaki Messi. Messi tampil elegan dan efektif. Tidak ada egoisme maupun beban traumatik. Messi mampu menjadi pemimpin dan penentu Argentina.

Hingga akhirnya, di final kelima (final Copa America 2021), Messi berhasil membawa Argentina juara setelah mengkandaskan perlawanan sang rival bebuyutan sekaligus tuan rumah Brasil 1-0, di Stadion Maracana, Rio De Janeiro Brasil. 

Selain sukses membawa Argentina juara. Messi juga sukses meraup dua gelar individu yakni Top Score dan Best Player Copa America 2021, berkat kontribusi 4 gol dan 5 assist dari 7 laga bagi Albiceleste (julukan Argentina).

Pernah mengalami 4 kegagalan di partai final, mampu mengatasi tekanan dan beban yang sangat besar, dan akhirnya juara di final kelimanya bersama Argentina, menandakan Messi tidak hanya memiliki bakat dan kualitas juara tetapi juga mentalitas juara.  

Messi memang berada di kelas yang berbeda dengan semua pemain sepakbola yang ada dan yang pernah ada. Lionel Messi is The Goat. Terbaik dari yang terbaik. 

Jumat, 09 Juli 2021

GENERASI EMAS BUKAN JAMINAN

Sepakbola adalah olahraga tim. Olahraga kolektif. Bukan olahraga Individu. Meskipun demikian, tim yang kuat akan lebih mudah terbentuk dengan adanya unsur individu-individu pemain yang hebat. Akan tetapi, individu-individu pemain hebat juga belum tentu menghasilkan tim yang solid dan kuat. 

Ada faktor lain yang menentukan kekuatan dan keberhasilan sebuah tim, di luar aspek kualitas materi pemain. Faktor teknis: kualitas dan strategi pelatih. Faktor psikologis: ambisi dan kekompakan dalam tim. Hingga faktor non-teknis: keberuntungan. 

Kita ambil contoh Inggris, di era generasi emas 2004-2010, yang bermaterikan pemain-pemain kelas wahid, ex: Rooney, Lampard, Gerrard, Terry, Ferdinand, Owen, Scholes, dan Beckham justru tidak pernah berprestasi baik di Piala Eropa maupun Piala dunia. Jangankan juara, semifinal saja tidak mampu dicapai oleh skuad Inggris. 

Di sisi lain, skuad Inggris generasi sekarang (2018-2021) yang bermaterikan pemain-pemain underrated, miskin pemain bintang, dan menyisakan Harry Kane yang pantas disebut pemain kelas dunia, justru mampu meraih dua prestasi yang tidak pernah diraih oleh generasi emas pendahulunya yakni semifinal Piala Dunia 2018 serta final Piala Eropa 2021. 

Apa yang dicapai oleh generasi emas Inggris (2004-2010) dan generasi "biasa" saat ini (2018-2021) merupakan contoh empiris yang menyiratkan makna bahwa materi pemain berkualitas dan label generasi emas bukan merupakan sebuah jaminan baku bagi teraihnya prestasi.

Selain Inggris, Portugal juga menjadi negara yang justru berprestasi saat berada di era non-generasi emas, faktanya Portugal berhasil menjadi juara Piala Eropa 2016 dengan menyisakan bintang tunggal, Cristiano Ronaldo. Bukan di era generasi emas yang berlimpah pemain top dunia.

Portugal sendiri pernah memiliki generasi emas di era 1998-2004 dengan bintang-bintang macam Luis Figo, Rui Costa, Pauleta, dan Deco. Namun prestasi terbaiknya hanya finalis Piala Eropa 2004. Ketika itu Portugal yang berstatus tuan rumah, terpaksa harus menahan malu karena dikalahkan oleh tim semenjana Yunani di partai puncak.

Label generasi emas sendiri tidak melulu berakhir dengan kisah getir. Ada negara-negara yang berhasil meraih prestasi terbaik di era generasi emasnya. Misalnya Spanyol era (2008-2013) dengan prestasi dua gelar Piala Eropa dan satu gelar juara dunia.

Kemudian, Perancis era generasi emas (1998-2000) yang berhasil menjadi juara dunia 1998 dan raja eropa 2000. Selanjutnya, ada Jerman (2006-2014) yang menghasilkan prestasi juara dunia 2014 serta langganan 4 besar turnamen besar.

Pada akhirnya, generasi emas dan kumpulan pemain berkualitas memang menjadi aspek penting bagi keberhasilan sebuah tim, akan tetapi, hal tersebut bukanlah faktor kunci dan faktor tunggal. Masih banyak aspek pendukung lain yang musti dipenuhi oleh sebuah tim (jika ingin berprestasi) sebagaimana saya singgung di atas. Akhir sekali, hal tersebut mengingatkan bahwa sepakbola bukanlah merupakan olahraga individu maupun olahraga yang prediktif-presisi, melainkan olahraga kolektif, kompleks, dan lekat kejutan.


Minggu, 04 Juli 2021

PUISI: MATI BERSAMA

Semua kasih akan berakhir dengan kepergian

Waktu menjadi bengis merampas untaian tawa

Aku tidak ingin ditinggal mati

Aku tidak mau mati meninggalkanmu

Kita menikah bersama. Merangkai kisah bersama. Mati pun harus bersama

Semoga malaikat maut mencabut nyawa kita dalam detik yang sama suatu hari nanti

Berpulang menuju haribaan abadi

Tanpa nestapa dan peluh air mata