Dalam pasal 29 ayat 1 UUD NRI 1945 , yang berbunyi “Negara
Indonesia berdasar atas ketuhanan yang maha esa” secara eksplisit menjelaskan
bahwa Negara Indonesia adalah Negara yang berdasar atas ketuhanan dan mengakui
adanya tuhan (beragama). Pasal 29 ayat 1 UUD NRI 1945 itu sendiri merupakan
penjabaran lebih lanjut dari sila 1 pancasila yaitu ketuhanan yang maha esa,
oleh karena itu, Indonesia tidak mengenal komunisme dan atheisme, karena hal itu
bertentangan dengan konstitusi maupun Pancasila.
Sedang pasal 29 ayat 2 UUD NRI 1945 yang berbunyi “Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu", secara eksplisit
menyatakan bahwa tiap penduduk di Negara ini mempunyai hak kebebasan untuk
menentukan agama apa yang ingin dipeluknya dan hak kebebasan untuk melaksanakan
ibadah dari agama yang dipeluknya tersebut, dimana hak tersebut di jamin dan
dilindungi oleh konstitusi.
Selain pasal 29 ayat 2, hak kebebasan beragama juga
disebutkan dalam pasal 28 E ayat 1 yang berbunyi “setiap orang bebas memeluk
agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran,
memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah
Negara dan meninggalkannya serta berhak kembali”
Makna yang terkandung di dalam pasal 29 ayat 1, 29 ayat 2
dan 28 E ayat 1 adalah bahwa Negara memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk
memenuhi hak atas kebebasan beragama penduduknya, Negara harus menggunakan
segala sumber daya yang dimilikinya secara maksimal untuk menjamin terpenuhinya
hak atas kebebasan beragama, karena hak atas kebebasan beragama tidak dapat di batasi
dalam hal dan keadaan apapun meski kondisi negara dalam keadaan darurat
sekalipun (non derogable right).
Oleh karena itu, Negara pun tidak memiliki otoritas untuk
mencampuri urusan agama setiap warga negaranya, karena setiap warga Negara
memiliki hak kebebasan untuk menentukan sendiri agama apa yang ingin dipilih
dan di anutnya, itu adalah hak asasi manusia, sedang peran pemerintah adalah
untuk memastikan bahwa hak kebebasan beragama tersebut benar-benar dapat terselenggara
dan terpenuhi.
Perlindungan dan pemenuhan hak atas kebebasan beragama harus
terwujud dan tercermin dalam setiap aturan hukum dan tindakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah, karena perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak
asasi manusia (termasuk kebebasan beragama) adalah tanggung jawab Negara terutama pemerintah, seperti yang
tercantum dalam pasal 28 I ayat 5 UUD NRI 1945.
Selain pemerintah, sesama warga Negara juga berkewajiban
untuk saling menghargai dan menghormati terhadap hak kebebasan beragama,
sesama warga Negara tidak berhak memaksa atau mengintimidasi warga Negara
lainnya untuk memeluk agama tertentu dan atau untuk tidak memeluk agama
tertentu.
Selain itu, sesama warga negara hendaknya juga harus saling
menghormati dan menghargai dalam kaitannya dengan hubungan sosial dan
kemasyarakatan, kita tidak berhak merendahkan, menghina dan
mendiskriminasikan seseorang dalam pergaulan sosial dan kemasyarakatan hanya
karena orang itu berbeda agama dengan kita.
Sedang dalam kaitannya dengan kehidupan berbangsa dan bernegara,
peran agama boleh dikatakan juga cukup besar, agama adalah lembaga pembentuk moral
paling efektif, memang pemerintah juga telah mencanangkan berbagai program untuk
meningkatkan kualitas moral warga negaranya diantaranya melalui pendidikan
kewarganegaaraan, seminar-seminar, kampanye, sosialisasi dll.
Akan tetapi, tidak dapat kita nafikan bahwa lembaga pembentuk
moral yang paling efektif adalah agama, agama adalah tiang utama pembentuk
moralitas seseorang, jika ilmu keagamaan seseorang itu kuat maka dapat
dipastikan moralitas orang itu pasti juga baik, karena pada dasarnya semua
agama itu mengajarkan perdamaian dan kebaikan.
Hal yang patut kita cermati, bobroknya pemerintahan negara sekarang
ini bukan hanya di sebabkan karena lemahnya penegakan hukum, rendahnya
kualitas substansi hukum dan buruknya budaya hukum masyarakat kita, akan
tetapi lebih dari itu, bobroknya pemerintahan negeri ini juga disebabkan
karena bobroknya moralitas dan mental dari para penyelenggara negara maupun
warga negara nya.
Oleh karena itu, peran agama dalam kaitannya dengan
kehidupan berbangsa dan bernegara sangatlah besar, karena agama adalah lembaga
pembentuk moralitas paling efektif, bisa dibayangkan jika moralitas dari setiap
penyelenggara dan warga negara di negeri sudah baik, tentu juga akan dapat
membawa dampak yang positif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena semakin religius suatu bangsa maka akan semakin baik pula moralitasnya.
Jika moralitas dari para penyelenggara negara maupun warga
masyarakat sudah baik maka dapat dipastikan penyelenggaraan birokrasi dan
pemerintahan juga akan dapat berjalan dengan baik sehingga masyarakat pun
sejahtera, negara maju serta dapat tercipta keharmonisan dan kententraman
didalam kehidupan masyarakat.
Maka dari itu hak kebebasan beragama harus selalu kita
tegakkan dan kita lindungi, sikap saling menghormati dan menghargai antar umat
beragama juga harus selalu kita tanamkan dalam hati kecil kita masing-masing,
karena pada hakikatnya setiap agama itu pasti mengajarkan kebaikan, dan pada
hakikatnya pula setiap orang pasti memiliki sudut pandang tersendiri dalam
menilai apa itu kebaikan, dan dengan sudut pandang itulah seseorang dapat
menilai dan menakar sekiranya agama manakah yang pas dan sesuai dengan jiwa dan
hati nurani nya, meskipun juga terkadang faktor yang membuat seseorang memeluk agama tertentu di pengaruhi oleh kondisi keluarga, kebudayaan dan tradisi setempat.
Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara esensi beragama adalah
untuk menciptakan kedamaian, keadilan, kesejahteraan dan kemashlahatan umat (melalui pendidikan moralitas) sebagaimana dianutnya Pancasila sebagai filsafat dan pandangan hidup bangsa yang mengharuskan untuk hidup berketuhanan,
maka dari itu saya sependapat dengan pendapat dari bapak Luhut binsar Pandjaitan yang mengatakan bahwa esensi beragama adalah mengislamkan Islam,
mengkristenkan Kristen, menghindukan Hindu, membudhakan Budha serta
mengkatholikkan katholik.
Makna yang terkandung dari kalimat diatas adalah jika kita
beragama islam maka kewajiban kita adalah untuk senantiasa memperdalam
keislaman kita, jika kita beragama Kristen maka kewajiban kita adalah untuk
senantiasa memperdalam kekristenan kita, jika kita beragama hindu maka
kewajiban kita adalah untuk senantiasa memperdalam kehinduan kita, jika kita
beragama budha maka kewajiban kita adalah untuk senantiasa memperdalam
kebudhaan kita dan jika kita beragama katholik maka kewajiban kita adalah untuk
senantiasa memperdalam kekatholikan kita.
Karena jika semakin tinggi tingkat pemahaman dan penguasaan
ilmu terhadap agama yang kita anut, maka dengan sendirinya kita akan menyadari
bahwasanya perbedaan pada dasarnya adalah bagian dari hakikat kehidupan itu
sendiri yang tidak mungkin bisa kita kesampingkan, semakin tinggi tingkat
pemahaman dan penguasaan ilmu terhadap agama yang kita anut juga akan membuat
jiwa pluralisme dengan sendirinya akan tertanam di dalam jiwa kita.
Dengan memiliki jiwa pluralisme maka dengan sendirinya
pikiran dan energi yang kita miliki tidak akan terbuang percuma untuk berdebat dan bersitegang mempersoalkan perbedaan-perbedaan itu, akan tetapi pikiran dan energi yang kita miliki
akan berfokus pada bagaimana cara untuk menyatukan perbedaan itu untuk menjadi sebuah
kekuatan yang tentunya bisa jauh lebih bermanfaat bagi kemaslahatan masyarakat
dalam kaitannya dengan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Salah satu hal yang terkadang tidak kita sadari bahwasanya minimnya jiwa pluralisme yang kita miliki
adalah salah satu indikator yang menandakan bahwasanya tingkat pemahaman dan
penguasaan ilmu terhadap agama yang kita anut masihlah terlampau kurang.
Selesai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar