Jumat, 28 Oktober 2016

KEBEBASAN DAN ESENSI BERAGAMA DALAM HIDUP BERBANGSA DAN BERNEGARA



Dalam pasal 29 ayat 1 UUD NRI 1945 , yang berbunyi “Negara Indonesia berdasar atas ketuhanan yang maha esa” secara eksplisit menjelaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara yang berdasar atas ketuhanan dan mengakui adanya tuhan (beragama). Pasal 29 ayat 1 UUD NRI 1945 itu sendiri merupakan penjabaran lebih lanjut dari sila 1 pancasila yaitu ketuhanan yang maha esa, oleh karena itu, Indonesia tidak mengenal komunisme dan atheisme, karena hal itu bertentangan dengan konstitusi maupun Pancasila.

Sedang pasal 29 ayat 2 UUD NRI 1945 yang berbunyi “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu", secara eksplisit menyatakan bahwa tiap penduduk di Negara ini mempunyai hak kebebasan untuk menentukan agama apa yang ingin dipeluknya dan hak kebebasan untuk melaksanakan ibadah dari agama yang dipeluknya tersebut, dimana hak tersebut di jamin dan dilindungi oleh konstitusi.

Selain pasal 29 ayat 2, hak kebebasan beragama juga disebutkan dalam pasal 28 E ayat 1 yang berbunyi “setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah Negara dan meninggalkannya serta berhak kembali”

Makna yang terkandung di dalam pasal 29 ayat 1, 29 ayat 2 dan 28 E ayat 1 adalah bahwa Negara memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk memenuhi hak atas kebebasan beragama penduduknya, Negara harus menggunakan segala sumber daya yang dimilikinya secara maksimal untuk menjamin terpenuhinya hak atas kebebasan beragama, karena hak atas kebebasan beragama tidak dapat di batasi dalam hal dan keadaan apapun meski kondisi negara dalam keadaan darurat sekalipun (non derogable right).

Oleh karena itu, Negara pun tidak memiliki otoritas untuk mencampuri urusan agama setiap warga negaranya, karena setiap warga Negara memiliki hak kebebasan untuk menentukan sendiri agama apa yang ingin dipilih dan di anutnya, itu adalah hak asasi manusia, sedang peran pemerintah adalah untuk memastikan bahwa hak kebebasan beragama tersebut benar-benar dapat terselenggara dan terpenuhi.

Perlindungan dan pemenuhan hak atas kebebasan beragama harus terwujud dan tercermin dalam setiap aturan hukum dan tindakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, karena perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia (termasuk kebebasan beragama) adalah tanggung jawab Negara terutama pemerintah, seperti yang tercantum dalam pasal 28 I ayat 5 UUD NRI 1945.

Selain pemerintah, sesama warga Negara juga berkewajiban untuk saling menghargai dan menghormati terhadap hak kebebasan beragama, sesama warga Negara tidak berhak memaksa atau mengintimidasi warga Negara lainnya untuk memeluk agama tertentu dan atau untuk tidak memeluk agama tertentu.

Selain itu, sesama warga negara hendaknya juga harus saling menghormati dan menghargai dalam kaitannya dengan hubungan sosial dan kemasyarakatan, kita tidak berhak merendahkan, menghina dan mendiskriminasikan seseorang dalam pergaulan sosial dan kemasyarakatan hanya karena orang itu berbeda agama dengan kita.

Sedang dalam kaitannya dengan kehidupan berbangsa dan bernegara, peran agama boleh dikatakan juga cukup besar, agama adalah lembaga pembentuk moral paling efektif, memang pemerintah juga telah mencanangkan berbagai program untuk meningkatkan kualitas moral warga negaranya diantaranya melalui pendidikan kewarganegaaraan, seminar-seminar, kampanye, sosialisasi dll.

Akan tetapi, tidak dapat kita nafikan bahwa lembaga pembentuk moral yang paling efektif adalah agama, agama adalah tiang utama pembentuk moralitas seseorang, jika ilmu keagamaan seseorang itu kuat maka dapat dipastikan moralitas orang itu pasti juga baik, karena pada dasarnya semua agama itu mengajarkan perdamaian dan kebaikan.

Hal yang patut kita cermati, bobroknya pemerintahan negara sekarang ini bukan hanya di sebabkan karena lemahnya penegakan hukum, rendahnya kualitas substansi hukum dan buruknya budaya hukum masyarakat kita, akan tetapi lebih dari itu, bobroknya pemerintahan negeri ini juga disebabkan karena bobroknya moralitas dan mental dari para penyelenggara negara maupun warga negara nya.

Oleh karena itu, peran agama dalam kaitannya dengan kehidupan berbangsa dan bernegara sangatlah besar, karena agama adalah lembaga pembentuk moralitas paling efektif, bisa dibayangkan jika moralitas dari setiap penyelenggara dan warga negara di negeri sudah baik, tentu juga akan dapat membawa dampak yang positif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena semakin religius suatu bangsa maka akan semakin baik pula moralitasnya.

Jika moralitas dari para penyelenggara negara maupun warga masyarakat sudah baik maka dapat dipastikan penyelenggaraan birokrasi dan pemerintahan juga akan dapat berjalan dengan baik sehingga masyarakat pun sejahtera, negara maju serta dapat tercipta keharmonisan dan kententraman didalam kehidupan masyarakat.

Maka dari itu hak kebebasan beragama harus selalu kita tegakkan dan kita lindungi, sikap saling menghormati dan menghargai antar umat beragama juga harus selalu kita tanamkan dalam hati kecil kita masing-masing, karena pada hakikatnya setiap agama itu pasti mengajarkan kebaikan, dan pada hakikatnya pula setiap orang pasti memiliki sudut pandang tersendiri dalam menilai apa itu kebaikan, dan dengan sudut pandang itulah seseorang dapat menilai dan menakar sekiranya agama manakah yang pas dan sesuai dengan jiwa dan hati nurani nya, meskipun juga terkadang faktor yang membuat seseorang memeluk agama tertentu di pengaruhi oleh kondisi keluarga, kebudayaan dan tradisi setempat.

Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara esensi beragama adalah untuk menciptakan kedamaian, keadilan, kesejahteraan dan kemashlahatan umat (melalui pendidikan moralitas) sebagaimana dianutnya Pancasila sebagai filsafat dan pandangan hidup bangsa yang mengharuskan untuk hidup berketuhanan, maka dari itu saya sependapat dengan pendapat dari bapak Luhut binsar Pandjaitan yang mengatakan bahwa esensi beragama adalah mengislamkan Islam, mengkristenkan Kristen, menghindukan Hindu, membudhakan Budha serta mengkatholikkan katholik.

Makna yang terkandung dari kalimat diatas adalah jika kita beragama islam maka kewajiban kita adalah untuk senantiasa memperdalam keislaman kita, jika kita beragama Kristen maka kewajiban kita adalah untuk senantiasa memperdalam kekristenan kita, jika kita beragama hindu maka kewajiban kita adalah untuk senantiasa memperdalam kehinduan kita, jika kita beragama budha maka kewajiban kita adalah untuk senantiasa memperdalam kebudhaan kita dan jika kita beragama katholik maka kewajiban kita adalah untuk senantiasa memperdalam kekatholikan kita.

Karena jika semakin tinggi tingkat pemahaman dan penguasaan ilmu terhadap agama yang kita anut, maka dengan sendirinya kita akan menyadari bahwasanya perbedaan pada dasarnya adalah bagian dari hakikat kehidupan itu sendiri yang tidak mungkin bisa kita kesampingkan, semakin tinggi tingkat pemahaman dan penguasaan ilmu terhadap agama yang kita anut juga akan membuat jiwa pluralisme dengan sendirinya akan tertanam di dalam jiwa kita.

Dengan memiliki jiwa pluralisme maka dengan sendirinya pikiran dan energi yang kita miliki tidak akan terbuang percuma untuk berdebat dan bersitegang mempersoalkan perbedaan-perbedaan itu, akan tetapi pikiran dan energi yang kita miliki akan berfokus pada bagaimana cara untuk menyatukan perbedaan itu untuk menjadi sebuah kekuatan yang tentunya bisa jauh lebih bermanfaat bagi kemaslahatan masyarakat dalam kaitannya dengan kehidupan berbangsa dan bernegara.


Salah satu hal yang terkadang tidak kita sadari bahwasanya minimnya jiwa pluralisme yang kita miliki adalah salah satu indikator yang menandakan bahwasanya tingkat pemahaman dan penguasaan ilmu terhadap agama yang kita anut masihlah terlampau kurang.





Selesai














Tidak ada komentar:

Posting Komentar