Jumat, 20 Oktober 2017

POLEMIK "PRIBUMI"




Beberapa hari terakhir kalimat “pribumi” menjadi viral dikalangan masyarakat indonesia, sejak anis baswedan mengucapkan kalimat tersebut dalam pidato pelantikan dirinya sebagai gubernur DKI di istana negara. saat itu Anis berkata "pribumi" harus merdeka dari penjajahan sesuai dengan janji kemerdekaan.

Kalimat “pribumi” itu pun kemudian menjadi isu kontroversial dan menimbulkan polemik di tengah-tengah masyarakat, banyak pihak yang menganggap bahwa anis baswedan telah bertindak diskriminatif dengan mendikotomikan masyarakat kedalam golongan pribumi dan non pribumi, bahkan saat ini telah ada laporan ke bareskrim polri yang dilakukan oleh ormas Banteng Muda Indonesia ( BMI) untuk mengusut ucapan anis tersebut.

Akan tetapi disisi lain, tidak sedikit pula pihak yang menganggap bahwa kalimat yang diucapkan oleh anis tersebut adalah kalimat yang wajar dan tidak diskriminatif, lagipula istilah pribumi juga digunakan sebagai nama sebuah organisasi yaitu Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia.

Diluar polemik yang terjadi, Jika kita berbicara konteks yuridis, sesungguhnya secara hukum perdata, hingga sekarang ini pun indonesia masih membedakan penduduk ke dalam 3 golongan sesuai pasal 163 indische staats reggeling (IS), yaitu golongan eropa, golongan bumiputera atau pribumi dan golongan timur asing.

Peraturan peninggalan zaman kolonial belanda itu belum dicabut sehingga masih berlaku sampai sekarang sesuai dengan ketentuan aturan peralihan UUD 1945 pasal 1 yang berbunyi : segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum di adakan yang baru menurut undang-undang dasar ini.

Menurut pasal 163 ayat 4 IS golongan masyarakat pribumi atau bumi putera (Indonesia asli) adalah orang-orang Indonesia asli yang turun temurun menjadi penghuni dan bangsa Indonesia termasuk kedalam golongan bumi putera adalah : mereka yang termasuk pribumi yang tidak pindah ke golongan lain serta mereka yang tadinya termasuk ke dalam golongan lain, tapi telah meleburkan diri ke dalam golongan bumi putera.

Di luar konteks aturan hukum perdata ini, Sejak reformasi dan amandemen UUD 1945, setiap orang, pejabat pemerintah ataupun peradilan sudah seharusnya tidak lagi menggunakan istilah pribumi dan non pribumi, sesuai pasal 26 UUD NRI 1945, dikotomi terhadap penduduk adalah WNI dan WNA.

Penyebutan pribumi dan non pribumi hanya akan bernuansa sensitif, bertendensi kearah diskriminatif dan bermuara pada timbulnya polemik ditengah-tengah masyarakat seperti halnya yang terjadi sekarang ini.

Sejujurnya dalam menyikapi polemik dari ucapan anis baswedan tersebut, saya sangat sependapat dengan pendapat prof mahfud yang di utarakannya lewat tweet yang berbunyi seperti ini : “Dalam kontroversi tentang isu pribumi mungkin secara yuridis anis baswedan tidak salah tetapi, mungkin pula secara politik tidak bijaksana”.

Tweet prof mahfud itupun saya balas dengan tweet seperti ini : “ nahhhh , secara yuridis berkata “pribumi” tidak melanggar hukum (tidak bisa dipidana) tetapi dari segi etika terlihat kurang bijak”

Menurut hemat saya mengucapkan kalimat “pribumi’ entah dalam apapun konteksnya selama tidak ada kesan melecehkan atau menghina, saya rasa tidak bisa di pidana, termasuk mengucapkan kalimat seperti “kamu bukan masyarakat pribumi indonesia”, mau dijerat pasal apa coba ??? namun apapun itu biarlah nanti pengadilan (jika sampai) yang akan menentukan ada tidaknya unsur pidana.

Jika ucapan "pribumi" yang diucapkan oleh Anis Baswedan tersebut dituduh melanggar instruksi presiden (Inpres) no 28 tahun 1998 tentang pelarangan penggunaan kata pribumi dan non pribumi, maka meskipun Anis terbukti melanggar Inpres tersebut, Anis pun tidak bisa dipidana, di dalam hukum ketentuan tentang pidana hanya dapat di muat di dalam undang-undang dan peraturan daerah, maka dari itu seseorang yang melanggar Inpres tidak akan bisa dijatuhi pidana, Inpres sendiri pada hakikatnya hanya bersifat anjuran bukan bersifat mengatur dan memaksa.

Namun jika kita berbicara dalam konteks etika politis, saya rasa ucapan anis baswedan jelas terasa kurang bijaksana, seperti yang saya utarakan diatas, sudah seharusnya istilah pribumi dan non pribumi tidak perlu lagi diucapkan, apalagi oleh seorang pejabat pemerintah, lebih-lebih gubernur DKI Jakarta yang memiliki penduduk multietnis, karena hal itu hanya akan menimbulkan kesan diskriminatif yang berujung pada timbulnya polemik di tengah-tengah masyarakat.

Anis baswedan seharusnya lebih pandai untuk menempatkan diri sekaligus mampu menjadi pengayom bagi seluruh warga DKI baik dalam ucapan maupun tindakannya, Oleh karena itu kalimat “pribumi” sudah seharusnya tidak perlu terucap dari mulut seorang gubernur DKI, mengingat kalimat tersebut terlalu sensistif untuk diucapkan dalam era dan kondisi masyarakat indonesia sekarang ini.



  







Tidak ada komentar:

Posting Komentar