Minggu, 21 Februari 2016

S.H. BUKAN TUJUAN UTAMA



I took my guitar and I begin to play those old familiar songs from our yesterdays, but only half way through the things I should have said those old memories came flown into my head, oh you ?? are so sweet too sweet to forget memories of being alone with you, it ? all in my dream, you are just so sweet too sweet to forget you don’t love me the same as I love you its not to be I regret………”


Alunan lagu too sweet to forget dari band favorit saya Slank menggema dengan nyaringnya dari laptop Toshiba kesayangan saya. Lagu yang dalam bahasa indonesia familiar dengan judul "Terlalu manis"  tersebut merupakan salah satu lagu hits dari Slank yang kental dan sarat akan sebuah nilai nostalgia. Setiap kali saya mendengar lagu tersebut maka ingatan saya akan selalu terbawa jauh mundur kebelakang mengingat beberapa momen momen dalam kehidupan saya yang mana momen momen tersebutlah yang pada akhirnya membuat saya sampai pada tempat di mana sekarang saya berpijak.

Oleh karena itu Dari judul tullisan ini (S.H. BUKAN TUJUAN UTAMA) saya ingin sedikit berbagi cerita mengenai salah satu momen terpenting dalam kehidupan saya yang akan saya bahas dari 2 sudut pandang yang berbeda terhadap judul tulisan ini. Sudut pandang tersebut adalah saat saya mau memilih, maupun saat saya sudah menjalaninya pilihan tersebut. Dan beginilah ceritanya: 

SMA bagi mayoritas orang dianggap sebagai masa-masa terindah dan terpenting dalam kehidupannya, begitupun juga dengan diri saya masa SMA bagi saya adalah masa terindah dan terpenting dalam kehidupan saya. Mengapa terindah ?? karena masa SMA adalah masa di mana saya untuk pertama kalinya merasakan yang namanya “Pacaran” hehehe dan mengapa terpenting ?? karena masa SMA adalah masa untuk menentukan pijakan atau pilihan hidup sesudah lulus nanti. Mau jadi polisi, tentara, dokter, insinyur dan lainnya di tentukan di masa-masa ini.

Saat saya menginjak kelas 3 SMA, sejujurnya saya tidak terlalu pusing untuk menentukan program studi atau jurusan kuliah selepas lulus SMA nanti karena pada waktu itu sejujurnya saya sudah memiliki prodi pilihan yang mana prodi tersebut tentunya sesuai dengan passion saya, saat itu tujuan saya hanya tertuju pada prodi-prodi yang berafiliasi dengan kimia , seperti teknik kimia, kimia murni maupun teknik geologi, mengingat saat SMA mata pelajaran yang saya suka adalah kimia ,sehingga dengan memilih prodi prodi yang berafiliasi dengan kimia saya berharap bisa berkembang lebih jauh saat kuliah nanti.

Pada waktu itu tak pernah terlintas sedikitpun di pikiran saya untuk memilih prodi ilmu hukum yang nanti waktu lulus akan bergelar sarjana hukum (S.H.), saat seleksi penerimaan mahasiswa baru baik SNMPTN, SBMPTN maun ujian mandiri, saya tak pernah memilih prodi ilmu hukum sebagai pilihan, mengingat pada waktu itu memang saya tidak tertarik dengan dunia hukum.

Alasan saya tidak tertarik dengan prodi ilmu hukum pada waktu itu:

1.Ilmu hukum adalah program studi jurusan IPS, mengingat saya adalah siswa jurusan IPA tentunya saya lebih memprioritaskan program studi jurusan IPA (seperti teknik kimia, kimia teknik geologi) dari pada program studi jurusan IPS.

2. Saya adalah pribadi yang kurang lihai dalam berbicara di muka umum sedangkan prodi ilmu hukum sangat membutuhkan individu-individu yang pandai dalam berbicara di muka umum, oleh sebab itu saya merasa prodi ilmu hukum tidak sesuai dengan jiwa saya.

3. Banyaknya lulusan sarjana hukum baru yang muncul tiap tahunnya (mengingat fakultas hukum hampir pasti dimiliki oleh setiap universitas) membuat sarjana hukum terasa kurang memiliki nilai jual dimata saya, banyaknya lulusan tidak sebanding dengan kuantitas lapangan pekerjaan.

Setelah memutuskan keluar dari fakultas perikanan dan ilmu kelautan UNDIP serta gagal lolos dalam ujian mandiri di universitas gadjah mada (UGM) untuk prodi ilmu pemerintahan, takdir tuhan akhirnya membawa saya bertemu dan berhubungan dengan ilmu hukum.

Suatu pagi setelah saya dinyatakan tidak diterima dalam seleksi mahasiwa baru dari jalur ujian mandiri di universitas gadjah mada (UGM), badan saya terasa lemas ,rahang saya kaku dengan tatapan mata nanar angan saya menerawang jauh mengingat wajah kedua orang tua saya , dalam benak saya saat itu berkata “saya mengecewakan kedua orang tua saya lagi “

setelah memutuskan keluar dari undip sejujurnya hasrat saya pada waktu itu tentunya ingin menimba ilmu di universitas yang lebih baik dari universitas sebelumnya, maka dari itu setelah saya dinyatakan gagal lolos seleksi di UGM waktu itu, kekecewaan saya pun membuncah, rasa kecewa terhadap diri saya sendiri tepatnya, rasa kecewa karena tidak dapat membahagiakan supporter sejati saya yaitu kedua orang tua saya maupun rasa kecewa karena tidak dapat mencapai ekspektasi yang saya innginkan.

Saat kamu ingin memberikan lebih namun kamu tidak dapat melakukannya , begitulah perasaan yang saya rasakan pada waktu itu, setelah gagal lolos masuk UGM maka mau tidak mau saya akan berkuliah di universitas swasta mengingat ujian mandiri UGM adalah seleksi penerimaan mahasiswa terakhir untuk universitas negeri tahun itu, akhirnya hari itu juga saya mendaftar di UNISSULA dengan prodi ilmu hukum, sebuah prodi yang tak pernah terlintas di benak saya untuk saya geluti. Akan tetapi mungkin inilah takdir tuhan yang terbaik yang harus saya jalani

mengapa saya memilih UNISSULA serta mengapa saya memilih  ilmu hukum ?? alasannya sederhana saja, saya memilih unissula pertama karena sebagai universitas swasta UNISSULA tergolong kelompok universitas swasta yang cukup baik ini terbukti dengan banyaknya program studi di UNISSULA yang sudah ter-akreditasi A dan yang kedua karena UNISSULA jaraknya dekat dengan rembang (hanya 2 jam perjalanan), otomatis setiap pekan saya bisa pulang kerumah.

Sedangkan mengapa saya memilih prodi ilmu hukum ?? alasannya sederhana juga, karena diantara prodi prodi yang ada di UNISSULA, ilmu hukum adalah satu satunya prodi yang terlihat ada sedikit kecocokan dengan passion saya, sewaktu sma selain mata pelajaran kimia saya juga menyukai mata pelajaran pkn serta sejak kecil saya juga menyukai hal hal yang berkaitan dengan tata negara, sejarah bangsa dan penghetahuan umum, dan saya lihat ilmu hukum sedikit banyak tentu ada sangkut pautnya dengan hal hal tersebut, selain itu ilmu hukum juga ter-akreditasi A hal itulah yang semakin memantapkan hati saya untuk memilih prodi ilmu hukum, soal kelihaian berbicara di muka umum itu bisa dilatih dalam berjalannya waktu.

Saat hari pertama menginjakkan kaki di fakultas hukum, di hari itu juga hati saya , saya tambatkan untuk prodi pilihan saya ini, saya belajar dengan hati maka dari itu memberikan sepenuh hati dan 100% komitmen terhadap setiap apa yang saya kerjakan atas nama bidang yang saya geluti adalah etos kerja saya dan etos kerja seperti itu akan terus ada dan saya bawa kemanapun saya pergi, karena saya yakin bahwa bidang yang saya geluti sekarang (hukum) akan mampu menjadi wadah bagi saya untuk berbuat sesuatu di masa mendatang serta mampu memberikan sesuatu bagi saya suatu saat nanti.

“SAYA BELAJAR DENGAN HATI”, artinya saya menuntut ilmu di bidang hukum ini dengan sepenuh hati dan sepenuh rasa cinta saya terhadap ilmu hukum dan dengan mencintainya membuat saya selalu ingin mengenal ilmu hukum lebih dekat,dan lebih dalam.

Lebih dekat artinya, saya ingin mengetahui segala sesuatu yang ada di dalam ilmu hukum secara lebih akrab, sehingga hal tersebut mendorong saya untuk selalu menggali dan mencari berbagai informasi serta penghetahuan di bidang hukum dari berbagai sumber (buku ,internet dll).

Lebih dalam artinya saya ingin menghetahui seluk beluk di dalam bidang hukum secara luas, hal itu mendorong saya untuk selalu memperluas penghetahuan dan wawasan saya di bidang hukum , selain belajar dari apa yang diajarkan oleh dosen, saya juga sering menambah wawasan dan penghetahuan saya di bidang hukum di luar apa yang di ajarkan oleh dosen, jika saya hanya belajar dari apa yang di ajarkan oleh dosen maka saya hanya akan menguasai sekiranya 20 % materi saja.

Karena bagi saya untuk mengenal lebih dalam tentang hukum , ilmu dari dosen saja tidak akan cukup (20 %), karena itu kita harus menggali dan memperluas wawasan dan penghetahuan kita di bidang hukum itu sendiri ,karena tidak mungkin semuanya diajarkan seluruhnya oleh dosen, maka dari itu kita harus mencari sisa yang 80 % itu di luar kampus diantaranya melalui buku, jurnal, makalah, Internet dll.

Bahkan saya yakin bagi mahasiswa fakultas hukum yang tidak pernah menambah wawasan serta penghetahuannya di luar jam kuliah saya yakin mereka tidak akan mengerti definisi-definisi dasar dalam ilmu hukum seperti  definisi tersangka, terdakwa, praperadilan, upaya hukum dan lainnya, maka dari itu sangat penting bagi kita (mahasiswa hukum) untuk senantiasa menambah wawasan dan penghetahuan kita di bidang hukum itu sendiri, mengingat begitu ketatnya persaingan di dunia yang sesungguhnya (lapangan pekerjaan) selepas kuliah nanti

Seiring berjalnnya waktu dari hari ke hari saya merasa semakin jatuh cinta dengan ilmu hukum ,hal itu membuat  saya selalu ingin memperluas wawasan dan penghetahuan saya di bidang hukum , mengingat penghetahuan di bidang hukum ini juga sangatlah luas, oleh karena itu ilmu yang saya dapat di strata 1 ini saya rasa belum cukup dan belum mampu memuaskan dahaga saya akan berbagai wawasan dan penghetahuan di bidang hukum.

Artinya secara pribadi saya mempunyai ekspektasi bisa menimba ilmu di bidang hukum hingga strata tertinggi yaitu S3 atau kalau allah mengizinkan sekiranya saya juga ingin menjadi seorang guru besar (Professor) di bidang hukum, itu lah ekspekstasi yang saya canangkan sejak saya menggeluti bidang hukum ini, dengan ekpektasi yang tinggi tersebut membuat saya selalu termotivasi untuk memberikan yang terbaik terhadap pilihan saya tersebut. Dengan tujuan, hasrat lebih dan, keyakinan semoga bisa membawa saya pada tercapainya ekspektasi tersebut di kemudian hari nanti.

Soal banyaknya saingan dari para sarjana hukum lainnya dalam dunia pekerjaan nanti, sejujurnya saya tidak pernah sedikitpun minder dan pesimis akan hal itu, saya cukup yakin dengan kemampuan yang saya miliki oleh karena itu meskipun nantinya saya harus bersaing dengan para sarjana hukum dari universitas – universitas terbaik di negeri ini saya tak pernah gentar sedikitpun.

Karena bagi saya tolak ukur untuk menilai kualitas seorang sarjana bukanlah berasal dari jas almamter apa yang mereka kenakan tetapi dari seberapa luas penghetahuan dan wawasan mereka di bidang yang mereka kaji, artinya kualitas seorang sarjana bukanlah dilihat dari jas almamater apa yang mereka pakai tapi dilihat dari seberapa banyak pengehetahuan dan wawasan yang berada di dalam kepala seorang sarjana tersebut dan lebih dari itu adalah seberapa besar penghetahuan dan wawasan tersebut dapat bermanfaat dan berguna bagi masyarakat luas.   

Dan akhir sekali saya ingin menjelaskan maksud dari judul tulisan ini “S.H. BUKAN TUJUAN UTAMA “ di bahas dari 2 sudut pandang yang berbeda yaitu saat saya mau memilih maupun saat saya menjalani pilihan tersebut, saat saya akan memilih  prodi kuliah, prodi ilmu hukum bukanlah tujuan utama saya sehingga menjadi sarjana hukum (S.H.) tentunya juga bukan tujuan utama saya, karena seperti yang sudah saya jelaskan di atas bahwa prodi tujuan saya sebenarnya adalah prodi-prodi yang berafiliasi dengan kimia, seperti teknik kimia, kimia murni maupun teknik geologi.

Sedangkan saat saya sudah menjalani pilihan tersebut (kuliah di fakultas hukum) sarjana hukum ( S.H.) bukanlah tujuan utama saya, karena target saya adalah bisa menimba ilmu di bidang hukum ini hingga strata 3 atau mungkin bisa mencapai level sebagai guru besar, artinya S.H. bukanlah tujuan utama saya, karena tujuan utama saya suatu saat nanti adalah “  (Prof) Dr.PRADIKTA ANDI ALVAT.S.H ,M.H. “




KUALITAS SEORANG MAHASIWA TIDAK DI TENTUKAN OLEH JAS ALMAMATER APA YANG MEREKA PAKAI TETAPI DI TENTUKAN OLEH SEBERAPA BESAR PENGHETAHUAN DAN WAWASAN YANG BERSEMAYAM DI KEPALA MEREKA , APAPUN JAS ALMAMATER MU SELAMA KAMU MEMILIKI PENGHETAHUAN DAN WAWASAN YANG LUAS , KAMU MAHASISWA BERKUALITAS !! ”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar