Kamis, 20 April 2017

SELAMAT HARI KARTINI





Bagaimana jadinya jika seandainya Raden Ajeng Kartini tidak di lahirkan di bumi pertiwi ? atau bagaimana jadinya jika Raden Ajeng Kartini saat itu tidak memiliki semangat untuk mempelopori dan memperjuangkan kesetaraan hak dan emansipasi perempuan ?

Jika itu terjadi mungkin butuh waktu yang sedikit lebih lama bagi para perempuan indonesia untuk dapat merasakan kesetaraan hak dan emansipasi wanita seperti halnya yang di rasakan oleh para perempuan indonesia saat ini.

Raden Ajeng Kartini adalah tokoh yang memperjuangkan, menginisiasi dan mempelopori kesetaraan hak dan emansipasi wanita di Indonesia, semua itu dilakukannya dengan tujuan agar para perempuan di Indonesia bisa tumbuh dengan kecerdasan intelektualitas yang mumpuni serta dapat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dengan para kaum pria dalam berperan membangun bangsa.

Dengan memiliki kecerdasan intelektualitas yang mumpuni, serta hak dan kesempatan yang sama dalam berperan membangun bangsa di harapkan para perempuan Indonesia akan bisa berperan dalam membasmi kebodohan, mendukung pembangunan dan tujuan akhirnya tentu saja adalah dapat bebas dari belenggu penjajahan.

Di masa penjajahan kolonial Belanda, kedudukan sosial kaum perempuan pribumi boleh di katakan sangat-sangat memprihatinkan, perempuan di letakkan sebagai obyek bukan subyek, perempuan tidak memiliki derajat dan kedudukan yang sama dengan kaum pria, peran perempuan pun sangat dibatasi.

Pada masa itu, perempuan secara umum hanya di perbolehkan untuk mengurus rumah tangga saja, seperti memasak, mengurus keperluan rumah dan mengurus anak, bahkan pada usia 12 tahun seorang perempuan harus di pingit untuk dipersiapkan menikah dengan pria pilihan orang tuanya.

Pada masa itu, pendidikan bagi seorang perempuan adalah sesuatu yang sangat langka dan mahal, hanya segelintir perempuan saja yang dapat mengenyam pendidikan di lembaga pendidikan formal, yaitu hanya bagi perempuan yang berasal dari golongan bangsawan, salah satunya adalah raden ajeng kartini, raden ajeng kartini dapat mengenyam pendidikan karena Raden Ajeng Kartini adalah anak dari seorang bupati yang tentunya termasuk golongan bangsawan.

Pada waktu itu, Raden Ajeng Kartini mengenyam pendidikan di ELS ( Europe Lagere School ) atau setingkat sekolah dasar, di lembaga pendidikan tersebut Raden Ajeng Kartini mempelajari bahasa belanda, kemampuan membaca dan menulis.

Dan meskipun Raden Ajeng Kartini adalah termasuk golongan bangsawan, namun ia hanya diperbolehkan mengenyam pendidikan hingga usia 12 tahun saja, setelah itu dia harus diam di rumah (di pingit).

Meski tidak mengenyam pendidikan formal lagi, namun hal itu tidak menyurutkan semangat Kartini untuk belajar, berkat kemampuan bahasa elandanya yang ia terima saat mengenyam pendidikan di ELS , kartini pun rajin berkirim surat dengan para sahabatnya di belanda yang bernama Rosa Abendanon dan Estelle Zeehandelar untuk bertukar pikiran dan menambah wawasan.

Selama berkomunikasi dan bertukar pikiran dengan kedua temannya tersebut, Kartini pun menyadari bahwa kualitas perempuan pribumi sangatlah masih tertinggal jauh apabila di bandingkan dengan perempuan-perempuan di negeri Belanda sana terutamanya di bidang pendidikan.

Di Indonesia pada waktu itu perempuan masih di anggap kaum nomor dua, yang tidak boleh mengenyam pendidikan tinggi, tidak boleh duduk dalam pemerintahan dan tidak boleh menjalankan pekerjaan tertentu, hal itu sangat berbeda dengan kaum perempuan di belanda sana yang lebih maju dan berpikiran terbuka karena di belanda sendiri pada waktu itu kesetaraan antara kaum pria dan perempuan sudah di perhatikan.

Hal itu membuat Kartini memiliki semangat dan harapan agar kesetaraan status dan hak antara kaum pria dan kaum perempuan di Indonesia dapat terealisasi secara nyata, Kartini menyadari satu- satu nya jalan agar kaum perempuan di Indonesia dapat maju adalah melalui pendidikan dan akses yang sama untuk berperan dalam berbagai bidang kehidupan.

Pada waktu itu, Kartini pun sempat berencana untuk melanjutkan studinya ke Belanda dengan harapan setelah lulus nanti ia dapat menjadi seorang guru bagi para kaum perempuan pribumi, namun rencana tersebut gagal terwujud, tapi dia bisa mendirikan sekolah untuk anak gadis di kota kelahirannya Jepara, di sekolah tersebut para gadis tersebut di ajari pelajaran menjahit, menyulam, memasak dan sebagainya tanpa di pungut biaya

Pada usia 24 tahun akhirnya Kartini menikah dengan Bupati Rembang bernama Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, beruntung bagi Kartini karena suaminya tersebut, juga memahami arti pentingnya pendidikan bagi seorang perempuan, Kartini di bebaskan oleh suaminya untuk memberikan pendidikan bagi kaum perempuan, Kartini kemudian mendirikan sekolah wanita pertama di Rembang.

Namun sayangnya, sebelum sempat merealisasikan semua mimpi dan cita-citanya, Kartini harus meninggal dunia pada tanggal 17 september tahun 1904, 4 hari setelah melahirkan putra pertamanya.

Sepeninggal Kartini perjuangan di lanjutkan oleh kelurga Van Daventer yang mendirikan Yayasan Kartini dan diikuti dengan di dirikannya sekolah kartini di berbagai kota di Indonesia seperti Surabaya, Malang, Semarang, Cirebon dan daerah-daerah lainnya.

Dan setelah Kartini wafat, Rosa Abendanon yang notabene adalah sahabat yang sering berkirim surat dengan Kartini pun mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah di kirimkan Kartini tersebut menjadi sebuah buku yang di beri judul “Door Duisternis Tot Licht” yang artinya dalam bahasa indonesia “Habis Gelap Terbitlah Terang”, buku kumpulan surat-surat Kartini ini di terbitkan pada tanggal 1911.

Saat ini kedudukan kaum perempuan dan kaum pria dalam memperoleh akses pendidikan, akses berperan dalam pemerintahan, politik dan bidang-bidang kehidupan lainnya sudah sederajat, secara yuridis konstitusional hal itu di atur dan di jamin dalam pasal 27 , 28 (A-J) dan pasal 31 UUD NRI 1945.
Maka dari itu, tidak ada alasan lagi bagi seorang perempuan Indonesia masa kini untuk tidak dapat ikut serta berperan aktif memajukan bangsa dan negara ini ke arah yang lebih baik, setidaknya melalui bidang yang mereka geluti masing-masing.

Bahkan menjadi seorang ibu rumah tangga pun perempuan harus bisa memberikan yang terbaik bagi segenap anggota keluarganya, perlu di ingat bahwa keluarga adalah media pendidikan awal bagi seorang individu sebelum ia terjun dalam masyarakat.

Jika di dalam sebuah keluarga memiliki seorang ibu/perempuan yang memiliki intelektualitas mumpuni yang dapat mendidik dengan baik, mengarahkan dengan benar dan mengontrol setiap anggota keluarganya, maka setiap anggota yang ada dalam keluarga tersebut tentunya akan berkecenderungan tumbuh menjadi pribadi dengan budi pekerti yang baik sehingga dapat menjadi insan yang berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara.

Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi seorang perempuan untuk tidak berpendidikan tinggi ! setiap perempuan adalah calon ibu dan agar menjadi seorang ibu yang baik bagi anak serta keluarganya, perempuan haruslah memiliki intelektualitas yang mumpuni, dengan begitu, setiap perempuan akan dapat turut serta dalam mencerdaskan dan membangun kehidupan bangsa ini menuju ke arah yang lebih baik,

Dan akhir sekali saya ingin mengucapkan selamat Hari Kartini bagi seluruh perempuan Indonesia di manapun berada, teruslah berkarya dan berpartisipasi untuk kemajuan bangsa !!!!



"RAGA KARTINI BOLEHLAH TELAH TIADA NAMUN SEMANGAT PERJUANGAN DAN NILAI-NILAI LUHUR YANG DIMILIKI OLEH KARTINI HARUSLAH SELALU HIDUP DAN DI JIWAI OLEH SEGENAP PEREMPUAN INDONESIA DIMANAPUN BERADA"




 SELESAI ......











Tidak ada komentar:

Posting Komentar