Bagaimana jadinya jika seandainya Raden Ajeng Kartini tidak
di lahirkan di bumi pertiwi ? atau bagaimana jadinya jika Raden Ajeng Kartini
saat itu tidak memiliki semangat untuk mempelopori dan memperjuangkan
kesetaraan hak dan emansipasi perempuan ?
Jika itu terjadi mungkin butuh waktu yang sedikit lebih lama
bagi para perempuan indonesia untuk dapat merasakan kesetaraan hak dan
emansipasi wanita seperti halnya yang di rasakan oleh para perempuan indonesia
saat ini.
Raden Ajeng Kartini adalah tokoh yang memperjuangkan,
menginisiasi dan mempelopori kesetaraan hak dan emansipasi wanita di Indonesia, semua itu dilakukannya dengan tujuan agar para perempuan di Indonesia bisa
tumbuh dengan kecerdasan intelektualitas yang mumpuni serta dapat mempunyai hak
dan kesempatan yang sama dengan para kaum pria dalam berperan membangun bangsa.
Dengan memiliki kecerdasan intelektualitas yang mumpuni, serta
hak dan kesempatan yang sama dalam berperan membangun bangsa di harapkan para
perempuan Indonesia akan bisa berperan dalam membasmi kebodohan, mendukung pembangunan
dan tujuan akhirnya tentu saja adalah dapat bebas dari belenggu penjajahan.
Di masa penjajahan kolonial Belanda, kedudukan sosial kaum
perempuan pribumi boleh di katakan sangat-sangat memprihatinkan, perempuan di
letakkan sebagai obyek bukan subyek, perempuan tidak memiliki derajat dan
kedudukan yang sama dengan kaum pria, peran perempuan pun sangat dibatasi.
Pada masa itu, perempuan secara umum hanya di perbolehkan
untuk mengurus rumah tangga saja, seperti memasak, mengurus keperluan rumah
dan mengurus anak, bahkan pada usia 12
tahun seorang perempuan harus di pingit untuk dipersiapkan menikah dengan
pria pilihan orang tuanya.
Pada masa itu, pendidikan bagi seorang perempuan adalah
sesuatu yang sangat langka dan mahal, hanya segelintir perempuan saja yang
dapat mengenyam pendidikan di lembaga pendidikan formal, yaitu hanya bagi
perempuan yang berasal dari golongan bangsawan, salah satunya adalah raden
ajeng kartini, raden ajeng kartini dapat mengenyam pendidikan karena Raden Ajeng Kartini adalah anak dari seorang bupati yang tentunya termasuk golongan
bangsawan.
Pada waktu itu, Raden Ajeng Kartini mengenyam pendidikan di
ELS ( Europe Lagere School ) atau setingkat sekolah dasar, di lembaga pendidikan tersebut Raden Ajeng Kartini mempelajari bahasa belanda, kemampuan membaca dan menulis.
Dan meskipun Raden Ajeng Kartini adalah termasuk golongan
bangsawan, namun ia hanya diperbolehkan mengenyam pendidikan hingga usia 12
tahun saja, setelah itu dia harus diam di rumah (di pingit).
Meski tidak mengenyam pendidikan formal lagi, namun hal itu
tidak menyurutkan semangat Kartini untuk belajar, berkat kemampuan bahasa elandanya yang ia terima saat mengenyam pendidikan di ELS , kartini pun rajin
berkirim surat dengan para sahabatnya di belanda yang bernama Rosa Abendanon
dan Estelle Zeehandelar untuk bertukar pikiran dan menambah wawasan.
Selama berkomunikasi dan bertukar pikiran dengan kedua
temannya tersebut, Kartini pun menyadari bahwa kualitas perempuan pribumi
sangatlah masih tertinggal jauh apabila di bandingkan dengan
perempuan-perempuan di negeri Belanda sana terutamanya di bidang pendidikan.
Di Indonesia pada waktu itu perempuan masih di anggap kaum
nomor dua, yang tidak boleh mengenyam pendidikan tinggi, tidak boleh duduk
dalam pemerintahan dan tidak boleh menjalankan pekerjaan tertentu, hal itu
sangat berbeda dengan kaum perempuan di belanda sana yang lebih maju dan
berpikiran terbuka karena di belanda sendiri pada waktu itu kesetaraan antara kaum
pria dan perempuan sudah di perhatikan.
Hal itu membuat Kartini memiliki semangat dan harapan agar
kesetaraan status dan hak antara kaum pria dan kaum perempuan di Indonesia
dapat terealisasi secara nyata, Kartini menyadari satu- satu nya jalan agar kaum
perempuan di Indonesia dapat maju adalah melalui pendidikan dan akses yang sama
untuk berperan dalam berbagai bidang kehidupan.
Pada waktu itu, Kartini pun sempat berencana untuk
melanjutkan studinya ke Belanda dengan harapan setelah lulus nanti ia dapat
menjadi seorang guru bagi para kaum perempuan pribumi, namun rencana tersebut
gagal terwujud, tapi dia bisa mendirikan sekolah untuk anak gadis di kota
kelahirannya Jepara, di sekolah tersebut para gadis tersebut di ajari
pelajaran menjahit, menyulam, memasak dan sebagainya tanpa di pungut biaya
Pada usia 24 tahun akhirnya Kartini menikah dengan Bupati Rembang bernama Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, beruntung bagi Kartini
karena suaminya tersebut, juga memahami arti pentingnya pendidikan bagi
seorang perempuan, Kartini di bebaskan oleh suaminya untuk memberikan
pendidikan bagi kaum perempuan, Kartini kemudian mendirikan sekolah wanita pertama
di Rembang.
Namun sayangnya, sebelum sempat merealisasikan semua mimpi
dan cita-citanya, Kartini harus meninggal dunia pada tanggal 17 september tahun 1904, 4 hari setelah melahirkan putra
pertamanya.
Sepeninggal Kartini perjuangan di lanjutkan oleh kelurga Van Daventer yang mendirikan Yayasan Kartini dan diikuti dengan di dirikannya
sekolah kartini di berbagai kota di Indonesia seperti Surabaya, Malang, Semarang, Cirebon dan daerah-daerah lainnya.
Dan setelah Kartini wafat, Rosa Abendanon yang notabene
adalah sahabat yang sering berkirim surat dengan Kartini pun mengumpulkan dan
membukukan surat-surat yang pernah di kirimkan Kartini tersebut menjadi sebuah
buku yang di beri judul “Door Duisternis Tot Licht” yang artinya dalam bahasa indonesia “Habis Gelap Terbitlah Terang”, buku kumpulan surat-surat Kartini ini di terbitkan pada tanggal 1911.
Saat ini kedudukan kaum perempuan dan kaum pria dalam
memperoleh akses pendidikan, akses berperan dalam pemerintahan, politik dan
bidang-bidang kehidupan lainnya sudah sederajat, secara yuridis
konstitusional hal itu di atur dan di jamin dalam pasal 27 , 28 (A-J) dan pasal
31 UUD NRI 1945.
Maka dari itu, tidak ada alasan lagi bagi seorang perempuan Indonesia masa kini untuk tidak dapat ikut serta berperan aktif memajukan
bangsa dan negara ini ke arah yang lebih baik, setidaknya melalui bidang yang
mereka geluti masing-masing.
Bahkan menjadi seorang ibu rumah tangga pun perempuan harus
bisa memberikan yang terbaik bagi segenap anggota keluarganya, perlu di ingat
bahwa keluarga adalah media pendidikan awal bagi seorang individu sebelum ia
terjun dalam masyarakat.
Jika di dalam sebuah keluarga memiliki seorang
ibu/perempuan yang memiliki intelektualitas mumpuni yang dapat mendidik dengan
baik, mengarahkan dengan benar dan mengontrol setiap anggota keluarganya, maka setiap
anggota yang ada dalam keluarga tersebut tentunya akan
berkecenderungan tumbuh menjadi pribadi dengan budi pekerti yang baik sehingga dapat menjadi insan yang berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara.
Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi seorang perempuan
untuk tidak berpendidikan tinggi ! setiap perempuan adalah calon ibu dan agar
menjadi seorang ibu yang baik bagi anak serta keluarganya, perempuan haruslah
memiliki intelektualitas yang mumpuni, dengan begitu, setiap perempuan akan
dapat turut serta dalam mencerdaskan dan membangun kehidupan bangsa ini menuju ke arah yang lebih baik,
Dan akhir sekali saya ingin mengucapkan selamat Hari Kartini bagi seluruh perempuan Indonesia di manapun berada, teruslah berkarya dan berpartisipasi untuk kemajuan bangsa !!!!
Dan akhir sekali saya ingin mengucapkan selamat Hari Kartini bagi seluruh perempuan Indonesia di manapun berada, teruslah berkarya dan berpartisipasi untuk kemajuan bangsa !!!!
"RAGA KARTINI BOLEHLAH TELAH TIADA NAMUN SEMANGAT PERJUANGAN DAN NILAI-NILAI LUHUR YANG DIMILIKI OLEH KARTINI HARUSLAH SELALU HIDUP DAN DI JIWAI OLEH SEGENAP PEREMPUAN INDONESIA DIMANAPUN BERADA"
SELESAI ......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar