Banyak yang berkata bahwa komunisme tidak akan pernah bisa
tumbuh lagi di Indonesia mengingat tidak ada lagi struktur kekuasaan politik
secara struktural yang menopang gerakan komunisme baik ditingkat nasional maupun internasional, bubarnya PKI dan runtuhnya Uni Soviet sebagai
struktur kekuasaan politik dan pusat episentrum ideologi komunis membuat
perkembangan komunisme di negara-negara dunia termasuk Indonesia tidak dapat
berkembang masif dan cenderung mati.
Di satu sisi, berkembangnya doktrin negara hukum (ideal) dan
sistem politik demokrasi dalam percaturan global ikut mempersempit ruang
bernafas bagi tumbuhnya komunisme, mengapa doktrin negara hukum dan demokrasi dapat
mempersempit ruang gerak bagi tumbuhnya komunisme ? karena paradigma dan prinsip
pokok yang dibangun dalam negara hukum dan demokrasi tidak kompatibel dengan
paradigma dan prinsip pokok dari pada komunisme yang memiliki prinsip
perjuangan kelas (dengan kekerasan dan nir demokratis) untuk menciptakan sebuah
tatanan masyarakat tanpa kelas.
Oleh karena itu, negara-negara hukum dan demokrasi tentu akan
melarang hidupnya komunisme, di Indonesia instrumen hukum yang melarang
komunisme dan segala manifestasinya dapat kita jumpai dalam Tap MPRS Nomor XXV
Tahun 1966 dan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999.
Komunisme sering dipersamakan dengan atheisme walaupun
antara keduanya sejatinya memiliki gap perbedaan yang terang dan jelas.
Atheisme adalah sebuah paham, sebuah paham yang tidak mengakui adanya agama dan
Tuhan, bagi penganut atheis agama dan Tuhan hanyalah sekedar abstraksi dari
pada khayalan manusia, sedangkan komunisme memiliki ruang lingkup yang lebih
luas dari atheisme yang sekedar berkutat dengan dimensi spiritual, komunisme
adalah sebuah ideologi yang meliputi sistem ekonomi, sistem sosial dan sistem politik
untuk merubah tatanan sebuah masyarakat atau negara menjadi komunis (tanpa kelas).
Di satu sisi komunisme juga menganut atheisme filosofis yang tidak mengakui
adanya Tuhan maupun agama, bagi komunisme Tuhan dan agama hanyalah sekedar
candu nan semu sebagai tempat pelarian dari kemiskinan dan ketidakadilan.
Menurut Yusril Ihza Mahendra (di kutip dari
majalah tajuk tahun 2000) komunisme
adalah sebuah pseudo religion (agama
palsu) yang dapat membangkitkan semangat fanatisme dan keyakinan, sebagai pseudo religion komunisme tidak akan pernah
bisa mati, dalam sebuah kondisi tertentu komunisme akan dapat hidup kembali
yakni saat kondisi ketimpangan, kesenjangan sosial, kemiskinan dan
ketidakadilan tumbuh subur di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Saya sependapat dengan perspektif Yusril dalam memandang
komunisme sebagai pseudo religion(agama
palsu) yang dapat membangkitkan fanatisme dan keyakinan, yang dalam kondisi
tertentu dapat hidup ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Komunisme memiliki
falsafah prinsipal (perjuangan kelas) yang dalam kondisi tertentu akan dapat menstimulasi
alam bawah sadar manusia (yang tertindas) sehingga menimbulkan keyakinan,
fanatisme serta membangun presepsi yang
kuat bahwa komunisme adalah ideologi yang terbaik.
Di saat ketimpangan dan kesenjangan sosial memiliki rasio
yang tinggi, di saat kesejahteraan dan keadilan hanya sekedar angan-angan semu
belaka, maka komunisme akan bisa muncul sebagai sebuah pseudo religion yang memberikan fanatisme, keyakinan dan dorongan kepada
rakyat kecil atau mereka yang tertindas untuk menghidupkan kembali intisari
ideologi komunisme yakni mewujudkan masyarakat tanpa kelas melalui perjuangan
kelas sebagai upaya untuk melawan dan menghapus ketimpangan, kesenjangan,
kemiskinan dan ketidakadilan.
Dalam pandangan komunisme, ketimpangan, kesenjangan sosial,
kemiskinan dan ketidakadilan itu muncul sebagai sebuah konsekuensi atas adanya
pengelompokkan masyarakat dalam status sosial tertentu. Mereka yang memiliki
status sosial yang lebih tinggi cenderung akan menindas kepada mereka yang
memiliki status sosial yang rendah yakni para rakyat kecil. Oleh karena itu,
diperlukan sebuah perjuangan kelas baik dengan kekerasan, pemberangusan dan nir
demokratis terhadap mereka yang memiliki status sosial lebih tinggi maupun kepada
mereka yang tidak sepaham untuk dapat mewujudkan tatanan masyarakat tanpa kelas
sehingga keadilan dan kesejahteraan dapat terwujud.
Oleh karenanya, sebagai pseudo
religion komunisme tidak akan pernah bisa mati, dan selalu menyimpan
potensi terpendam untuk tumbuh kembali. Sebagai pseudo religion, komunisme tidak bisa dijelaskan secara analisa
stuktural dengan mengatakan bahwa komunisme tidak akan bisa tumbuh lagi, karena
tidak ada struktur kekuasaan politik yang menopangnya dengan runtuhnya Uni Soviet
sebagai episentrum komunisme.
Komunisme akan selalu menyimpan potensi terpendam untuk dapat
tumbuh kembali dalam kondisi-kondisi kondusif yakni saat ketimpangan,
kesenjangan, kemiskinan dan ketidakadilan tumbuh subur dalam kehidupan
masyarakat. Maka untuk menekan dan meminimalisir tumbuhnya komunisme dapat
dilakukan dengan 3 upaya. Pertama, Pemerintah harus mampu menciptakan keadilan
dan kesejahteraan bagi masyarakat atau setidaknya gap gini ratio tidak terlalu jauh, kedua upaya penegakan hukum baik
secara preventif maupun represif harus optimal untuk menekan tumbuhnya
komunisme dan segala bentuk manifestasinya, ketiga, ikatan solidaritas dalam
masyarakat harus lebih diperkuat.
Kesejahteraan dan keadilan yang ditawarkan komunisme
sejatinya hanyalah khayalan belaka, tidak adanya pengakuan terhadap Tuhan dan
agama, tidak adanya pengakuan terhadap hak asasi manusia, tidak adanya kelas
sosial (pengatur), dan menolak prinsip-prinsip demokratis. Apa benar
kesejahteraan dan keadilan akan dapat terwujud ?, bukankah justru sebaliknya, kehidupan
tanpa landasan agama dan spiritual, tanpa penghormatan hak asasi manusia, dan
tanpa rules dengan batas-batas yang
jelas bukankah justru berpotensi
memendam chaos yang lebih besar ?.
KOMUNISME SEBAGAI ANTITESIS
PANCASILA
Prinsip atau cita dasar dari komunisme adalah menciptakan
suatu tatanan masyarakat tanpa kelas sosial demi mewujudkan keadilan dan
kesejahteraan. Karena dalam perspektif komunisme, jika masih ada kelas sosial
dalam suatu masyarakat, maka akan mustahil dapat terwujud keadilan dan kesejahteraan.
Mereka yang memiliki kelas sosial lebih tinggi akan cenderung menggunakan
kekuatan modal (kapital) untuk menekan dan menindas yang lemah, maka dalam
perspektif komunisme, hak milik pribadi harus di hapus, karena itulah sumber
dari pada terciptanya perbedaan kelas yang menyebabkan ketimpangan, kesenjangan,
kemiskinan dan ketidakadilan.
Komunisme meletakkan pendekatan analisa struktur perjuangan kelas yang pada
prinsipnya mengandung etos perlawanan, kekerasan, dan tindakan-tindakan nir
demokratis sebagai gerakan untuk merubah tatanan masyarakat menjadi masyarakat
tanpa kelas. Maka dari itu, komunisme
menolak prinsip demokrasi yang mereka anggap cenderung lunak dan rules.
Komunisme juga tidak mengakui adanya agama dan Tuhan, karena
komunisme menganut paham atheisme filosofis, dalam perspektif komunisme, agama
dan Tuhan hanyalah sebuah candu nan semu sebagai tempat pelarian dari
kemiskinan dan penindasan, agama dan Tuhan hanya memberikan khayalan semu akan kebahagiaan,
keadilan dan kesejahteraan. Dan demi menciptakan
keadilan dan kesejahteraan yang hakiki maka agama dan Tuhan harus ditinggalkan untuk
melakukan perjuangan kelas demi terwujudnya tatanan masyarakat tanpa kelas
sosial. Franz Magnis Suseno dalam bukunya "Dalam Bayang-Bayang Lenin : Enam Pemikiran Marxisme Dari Lenin Sampai Tan Malaka" hal 28, mengungkapkan bahwa setiap komunisme adalah atheis, karena komunisme meletakkan filsafat materialisme dimana menganggap semua yang ada di dunia hanyalah materi, materi adalah inti kehidupan sehingga hal-hal yang imateri seperti Tuhan dan agama dianggap tidak ada.
Prinsip-prinsip dan falsafah dasar dari komunisme diatas jelas
bertentangan dan menjadi antitesis dari pada Pancasila yang merupakan ideologi
bangsa Indonesia. Indonesia adalah sebuah negara yang dibangun berdasarkan
ideologi Pancasila yang memiliki nilai-nilai dasar yang rigid yakni ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan atau
demokrasi dan juga keadilan sosial.
Kelima nilai dasar dari Pancasila tersebut jelas
bertentangan dan merupakan antitesis dari prinsip-prinsip yang diajarkan oleh
ideologi komunisme, dimana ideologi komunisme tidak mengakui adanya agama dan
Tuhan, tidak meletakkan penghargaan terhadap kemanusiaan, mengancam persatuan,
menolak demokrasi dan memberikan angan semu akan hadirnya keadilan dan
kesejahteraan, oleh karenanya, ideologi komunisme dan segala bentuk
manifestasinya dilarang di negara Indonesia yang memiliki dasar negara dan
ideologi Pancasila, larangan tersebut dapat kita jumpai melalui instrumen hukum
Tap MPRS Nomor XXV Tahun 1966 dan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1997.
Sejatinya antara Pancasila dan komunisme memiliki goals yang
sama yakni menciptakan keadilan sosial dan kesejahteraan bagi masyarakat, akan
tetapi cara atau prinsip yang dibangun untuk mencapai tujuan itu sangat
bertentangan atau antitesis, Pancasila bertujuan untuk mengatur dan membawa
masyarakat indonesia dalam mencapai keadilan sosial dan kesejahteraan dengan
dilandasi spirit agama dan ketuhanan, rasa kemanusiaan, semangat persatuan atau
gotong royong, serta dituangkan dalam nuansa demokratis dalam batas-batas yang
jelas, sehingga diharapakan manusia Indonesia dapat tumbuh menjadi manusia
Indonesia seutuhnya yang adil, makmur dan sejahtera secara lahir dan batin
dengan dilandasi nilai-nilai spiritual yang melekat sebagai pengejawantahan dari
nilai dasar tertinggi Pancasila yakni ketuhanan yang maha esa.
Sedangkan komunisme meletakkan prinsip dan struktur analisa perjuangan
kelas untuk menciptakan tatanan masyarakat tanpa kelas yang mengandung etos perlawanan,
kekerasan, atheisme filosofis, dan nir demokratis sebagai ujung tombak untuk
mencapai tujuan menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat,
sehingga dengan prinsip dan pendekatan struktur analisa perjuangan kelas
tersebut, maka spiritualitas, penghormatan kemanusiaan, persatuan, perdamaian, dan
iklim demokratis akan mustahil tumbuh dalam komunisme. Lebih dari itu keadilan dan kesejahteraan yang ditawarkan oleh komunisme pada dasarnya hanyalah buaian semu belaka.
Secara historis, bangsa Indonesia juga telah menyaksikan
sendiri bagaimana kejamnya komunisme yang telah memberikan luka dan psikologis traumatik bagi bangsa ini, komunisme dalam
wadah Partai Komunis Indonesia (PKI) telah banyak melakukan tindakan nir
kemanusiaan, nir demokratis dan cenderung anarkis sebagai bentuk
pengejawantahan dari prinsip perjuangan kelas. Tahun 1948 (pemberontakan PKI
Madiun) dan tahun 1965 (peristiwa lubang buaya) telah menjadi saksi bisu sejarah
betapa kejamnya PKI dalam membantai para tokoh agama, pejabat dan birokrat, petinggi
militer hingga rakyat-rakyat biasa yang tidak sepaham dengan PKI. Meski di satu
sisi upaya penegakan hukum terhadap anggota-anggota PKI pada waktu itu juga
tidak menganut prinsip Due Procces of
Law.
Pada prinsipnya ada 4 pendekatan yang membuat komunisme
tidak boleh tumbuh dalam negara Indonesia yang berlandaskan pada ideologi
Pancasila. Pertama, secara filosofis, secara filosofis falsafah dan prinsip
yang diajarkan komunisme sangat bertentangan dan merupakan antitesis dari pada
Pancasila yang merupakan ideologi bangsa Indonesia sebagaimana dijelaskan
diatas, kedua, secara sosiologis, secara sosiologis prinsip yang diajarkan oleh
komunisme dapat memberangus nilai kemanusiaan dan persatuan dalam ruang
kehidupan masyarakat, secara sosiologis, komunisme tidak akan mampu membuat
masyarakat Indonesia hidup sejahtera secara lahir dan batin dalam bingkai
spiritualitas yang merupakan jati diri bangsa Indonesia yang memiliki budaya
dan adat ketimuran. Ketiga, secara historis, secara historis komunisme telah
memberikan luka dan psikologis traumatik bagi bangsa Indonesia, sehingga
peristiwa dan rekam jejak sejarah tersebut hendaknya dijadikan bahan pembelajaran
dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara untuk menciptakan tatanan
kehidupan yang lebih baik dan beradab, keempat, secara yuridis, Tap MPRS Nomor
XXV Tahun 1966 dan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 telah memberikan
konsekuensi hukum bagi larangan berkembangnya komunisme dan segala bentuk manifestasinya.
Pada akhirnya kita (harus) sepakat dan sepaham bahwa komunisme
adalah ideologi yang bertentangan dengan ideologi negara kita, Pancasila. Prinsip-prinsip yang di ajarkan dalam komunisme merupakan antitesis dari pada nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila yang merupakan ideologi dan modus vivendi (kesepakatan luhur) bangsa Indonesia yang digali dari nilai dan kepribadian bangsa Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut, maka komunisme dan segala bentuk manifestasinya tidak boleh diberikan ruang sedikitpun untuk hidup dan berkembang dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia kita tercinta ini.
SELESAI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar