Jumat, 15 Januari 2021

SEMIOTIKA HUKUM

 

Menurut Prof. Soetandyo Wignjosoebroto, hukum dapat ditelaah dalam 5 konsep pendekatan. Pertama, hukum sebagai asas-asas moral dan keadilan yang bersifat kodrati dan universal. Kedua, hukum sebagai norma-norma positif yang tertuang di dalam peraturan perundang-undangan (in abstracto). Ketiga, hukum sebagai putusan pengadilan secara in concreto yang mengejawatah sebagai judge made law. Keempat, hukum sebagai pola perilaku sosial yang terlembaga eksis sebagai variabel sosial yang empirik. Kelima, hukum sebagai manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial (masyarakat) sebagai entitas interasi antar mereka.

Pendekatan pertama merupakan telaah hukum dalam perspektif filosofis. Pendekatan hukum kedua da ketiga merupakan telaah hukum dalam perspektif yuridis-normatif. Sedangkan pendekatan keempat dan kelima merupakan telaah hukum dalam perspektif sosiologis. Secara komprehensif, hukum sendiri terdiri atas teks dan konteks yang meliputi moral, etika, nilai, simbol, dan ekspresi. Maka dari itu, pemaknaan terhadap hukum selalu mengalami fabrikasi pluralitas dalam tataran praktisnya.

Secara filosofis dan sosiologis, hukum dapat dieksplanasi secara luas, mengingat pemaknaan terhadap hukum tidak bersifat rigid-dogmatik dengan hanya bersandarkan pada ketentuan teks. Pemaknaan dan eksplanasi hukum menjadi lebih cair. Sedangkan secara yuridis-normatif, hukum hanya dimaknai secara letterlijk atau apa yang tertulis dalam teks.

Secara filosofis dan sosiologis, hukum difungsikan sebagai sarana untuk menciptakan keadilan dan kemanfaatan. Sedangkan secara yuridis-normatif, hukum difungsikan sebagai sarana untuk mewujudkan kepastian dan ketertiban hukum. Pendekatan pertama, memungkinkan adaya keluwesan dalam pemaknaan dan praktik hukum, sedangkan pendekatan kedua tidak memungkinkan adaya keluwesan dalam pemaknaan dan praktik hukum, hukum diletakkan secara restriktif dalam obyektivitas teks.

Semiotika Hukum

Semiotika merupakan terminologi yang berasal dari Yunani. Semiotika berasal dari kata semeion yang memiliki arti tanda. Menurut Saussure, semiotika merupakan disiplin yang mempelajari dan mengkaji mengenai kehidupan tanda-tanda di dalam masyarakat (a science that studies the life of sign within society).

Menurut Scholes, semiotika merupakan studi atas kode-kode, yakni sistem yang memungkinkan seseorang memandang entitas-entitas tertentu sebagai tanda atau sesuatu yang bermakna. Secara sederhana, semiotika dapat disimplifikasikan sebagai sebuah pendekatan teoritis untuk menganalisis tanda sekaligus pemaknaannya dan bagaimana implementasinya dalam kehidupan sosial.

Semiotika sendiri memiliki 3 cabang penyelidikan. Pertama, sintaksis. Penyelidikan yang mengkaji hubungan formal antara suatu tanda dengan tanda yang lain karena relasi tersebut akan mengendalikan intepretasi. Sintaksis bisa dimaknai sebagai pendekatan gramatikal. Kedua, semantik. Penyelidikan yang mempelajari hubungan-hubungan diantara tanda-tanda dengan designata atau obyek-obyek yang ditelaahnya. Designata adalah makna tanda-tanda sebelum digunakan di dalam tuturan tertentu. Ketiga, pragmatik. Penyelidikan yang mempelajari hubungan diantara tanda-tanda dengan interpreter, khususnya terkait fungsi situasional yang melatari tuturan.

Sejalan dengan konstruksi di atas, maka semiotika hukum dapat dipahami sebagai sebuah pendekatan teoritis dan analisis terhadap hukum yang dimaknai sebagai tanda agar termaknai dan fungsional di dalam ruang sosial. Semiotika hukum sejalan dengan adagium “membaca hukum adalah menafsirkan hukum”. Penafsiran hukum adalah jantungnya hukum, demikian ucap Prof Satjipto Rahardjo. Dalam tataran penafsiran, semiotika hukum akan berkolaborasi dengan hermenutika hukum yang memiliki fungsi “bringing the unclear into clarity”.

Hukum tidak hidup di ruang hampa, melainkan hidup dalam masyarakat yang kuyup dengan nilai-nilai, ide, dan presepsi yang bersifat relatif. Dalam tataran tersebut, semiotika hukum memiliki peran strategis sebagai sarana teoritikal untuk menjabarkan dan menafsirkan pemaknaan hukum yang sarat dengan tanda baik eksplisit maupun implisit.

Dalam kajian semiotika hukum, peraturan hukum tidak sekadar dibaca dan dipahami secara an sich pada teks yang tertulis, tetapi teks yang tertulis tersebut harus digali ide, pemikiran, historisitas, konsep, perasaan, dan tujuan yang melandasi rumusan teks peraturan hukum tersebut. Dengan demikian, teks hukum yang telah dikonsepsikan secara predictable untuk mewujudkan kepastian pada tataran praksis bisa fungsikan secara terbuka demi mendapatkan keadilan dan kemanfaatan, mengingat keadilan dan kemanfaatan yang merupakan warwah hukum tidak bisa direstriksi dalam teks yang statis, ia bersifat relatif dan cair (dinamis).

Pada akhirnya, semiotika hukum merupakan pendekatan teoritikal yang penting dipahami dan digunakan khususnya oleh para penegak hukum sebagai sarana untuk memahami hukum secara lebih komprehensif dan sarana untuk optimalisasi fungsi hukum, tidak sekadar pada nilai ketertiban dan kepastian hukum melainkan juga nilai keadilan dan kemanfaatan.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar