Jumat, 09 Juli 2021

GENERASI EMAS BUKAN JAMINAN

Sepakbola adalah olahraga tim. Olahraga kolektif. Bukan olahraga Individu. Meskipun demikian, tim yang kuat akan lebih mudah terbentuk dengan adanya unsur individu-individu pemain yang hebat. Akan tetapi, individu-individu pemain hebat juga belum tentu menghasilkan tim yang solid dan kuat. 

Ada faktor lain yang menentukan kekuatan dan keberhasilan sebuah tim, di luar aspek kualitas materi pemain. Faktor teknis: kualitas dan strategi pelatih. Faktor psikologis: ambisi dan kekompakan dalam tim. Hingga faktor non-teknis: keberuntungan. 

Kita ambil contoh Inggris, di era generasi emas 2004-2010, yang bermaterikan pemain-pemain kelas wahid, ex: Rooney, Lampard, Gerrard, Terry, Ferdinand, Owen, Scholes, dan Beckham justru tidak pernah berprestasi baik di Piala Eropa maupun Piala dunia. Jangankan juara, semifinal saja tidak mampu dicapai oleh skuad Inggris. 

Di sisi lain, skuad Inggris generasi sekarang (2018-2021) yang bermaterikan pemain-pemain underrated, miskin pemain bintang, dan menyisakan Harry Kane yang pantas disebut pemain kelas dunia, justru mampu meraih dua prestasi yang tidak pernah diraih oleh generasi emas pendahulunya yakni semifinal Piala Dunia 2018 serta final Piala Eropa 2021. 

Apa yang dicapai oleh generasi emas Inggris (2004-2010) dan generasi "biasa" saat ini (2018-2021) merupakan contoh empiris yang menyiratkan makna bahwa materi pemain berkualitas dan label generasi emas bukan merupakan sebuah jaminan baku bagi teraihnya prestasi.

Selain Inggris, Portugal juga menjadi negara yang justru berprestasi saat berada di era non-generasi emas, faktanya Portugal berhasil menjadi juara Piala Eropa 2016 dengan menyisakan bintang tunggal, Cristiano Ronaldo. Bukan di era generasi emas yang berlimpah pemain top dunia.

Portugal sendiri pernah memiliki generasi emas di era 1998-2004 dengan bintang-bintang macam Luis Figo, Rui Costa, Pauleta, dan Deco. Namun prestasi terbaiknya hanya finalis Piala Eropa 2004. Ketika itu Portugal yang berstatus tuan rumah, terpaksa harus menahan malu karena dikalahkan oleh tim semenjana Yunani di partai puncak.

Label generasi emas sendiri tidak melulu berakhir dengan kisah getir. Ada negara-negara yang berhasil meraih prestasi terbaik di era generasi emasnya. Misalnya Spanyol era (2008-2013) dengan prestasi dua gelar Piala Eropa dan satu gelar juara dunia.

Kemudian, Perancis era generasi emas (1998-2000) yang berhasil menjadi juara dunia 1998 dan raja eropa 2000. Selanjutnya, ada Jerman (2006-2014) yang menghasilkan prestasi juara dunia 2014 serta langganan 4 besar turnamen besar.

Pada akhirnya, generasi emas dan kumpulan pemain berkualitas memang menjadi aspek penting bagi keberhasilan sebuah tim, akan tetapi, hal tersebut bukanlah faktor kunci dan faktor tunggal. Masih banyak aspek pendukung lain yang musti dipenuhi oleh sebuah tim (jika ingin berprestasi) sebagaimana saya singgung di atas. Akhir sekali, hal tersebut mengingatkan bahwa sepakbola bukanlah merupakan olahraga individu maupun olahraga yang prediktif-presisi, melainkan olahraga kolektif, kompleks, dan lekat kejutan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar