Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, membaca adalah suatu
proses pengolahan bacaan secara kritis, kreatif yang dilakukan dengan
menyeluruh tentang bacaan itu, dan penilaian terhadap keadaan, nilai, fungsi,
dan dampak dari bacaan itu. Secara sederhana membaca merupakan sarana untuk
menggali informasi, mendapatkan informasi, dan mengolah informasi untuk
mendapatkan tingkat pemahaman tertentu akan suatu obyek bacaan.
Dalam konteks sosial membaca merupakan sebuah upaya penting untuk
meningkatkan penghetahuan, wawasan, kepekaan dan sensitifitas sosial terhadap
kompleksitas serta dinamika kehidupan dan lingkungan sosial kita, dengan membaca
kita akan memiliki bekal ilmu, wawasan, penghetahuan dan cara pandang yang
lebih luas sehingga memungkinkan kita untuk memiliki pola pemikian yang terstruktur (cerdas) serta memungkinkan kita untuk bertindak
secara lebih arif dan bijaksana.
Oleh karena itu, tingkat minat membaca adalah variabel yang sangat
penting dalam menentukan bagaimana tingkat kecerdasan, kearifan berpikir, dan kepekaan
sosial seseorang, orang yang gemar membaca tentu berkecenderungan memiliki
tingkat kecerdasan, kearifan, dan kepekaan sosial yang lebih baik dari pada
orang yang tidak gemar membaca.
Orang yang
gemar membaca melegitimasi setiap ucapan dan tindakannya berdasarkan
penghetahuan yang dia miliki, sedangkan orang yang tidak gemar membaca alias miskin
wawasan relatif hanya menggunakan emosi dan asumsi dalam menyikapi sesuatu hal.
Dapat di simplifikasikan bahwa, minat membaca adalah variabel yang
sangat menentukan bagaimana kualitas seseorang maupun kualitas sebuah bangsa
secara umum, seseorang atau sebuah bangsa yang memiliki minat membaca tinggi
akan memiliki nilai yang lebih dibanding seseorang atau sebuah bangsa yang
memiliki minat membaca rendah.
Terlebih dihadapkan pada era post-truth
seperti sekarang ini, tanpa memiliki minat membaca yang baik seseorang atau
sebuah bangsa dipastikan akan kalah bersaing dengan orang atau bangsa lainnya. Oleh
karena itu, menjadi penting untuk menanamkan dan mendorong para generasi
penerus bangsa atau dewasa ini sering disebut sebagai generasi milenials agar
memiliki minat membaca yang baik sebagai modal untuk memenangkan persaingan
global.
Generasi milenials atau generasi yang lahir mulai tahun 1980 dihadapkan
dengan tantangan berupa perkembangan teknologi yang semakin pesat dan masif,
yang apabila tidak disikapi secara bijak tentunya akan dapat membawa dampak
negatif seperti tergerusnya sisi kepekaan sosial dan yang lebih parah dapat
menyebabkan terjadinya dekadensi moral dikalangan para milenials.
Generasi milenials dituntut mampu memanfaatkan perkembangan
teknologi secara positif dengan meningkatkan kualitas diri melalui meningkatkan minat membaca, dengan
kemajuan teknologi sekarang ini sejatinya kita dipermudah, karena dapat membaca apapun dan
dimanapun secara cepat dan mudah.
Mengingat dipundak para generasi milenials inilah masa depan
bangsa dipertaruhkan, tentu menjadi hal yang sangat penting bagi generasi
milenials untuk memiliki kesadaran akan pentingnya memiliki minat dan frekuensi
membaca yang tinggi sebagai bekal untuk menghadapi era revolusi 4.0.
Lalu bagaimana kondisi minat membaca masyarakat Indonesia secara umum ?
Menurut data dari Perpustakaan Nasional tahun 2017, frekuensi
membaca rata-rata orang Indonesia rata-rata hanya 3-4 kali seminggu dengan
durasi waktu sekitar 30-59 menit per hari. Selanjutnya data statistik dari
UNESCO pada tahun 2012 menyebutkan indeks minat baca di Indonesia baru sekitar
0,001 artinya dari 1000 penduduk hanya ada satu yang memiliki minat membaca.
Kemudian menurut survey “Most
Literred Nation In The Worl” oleh Central Connenticut State University pada
maret 2016 menempatkan minat membaca masyarakat Indonesia pada peringkat ke 60
dari 61 negara (Kompas, 29/8/2017). Masyarakat Indonesia hanya memiliki minat
baca 0,01 % buku pertahun sangat jauh jika dibandingkan dengan negara-negara
maju seperti Jepang yang memiliki minat baca antara 15-20 % buku pertahun dan
Amerika yang memiliki minat baca antara 20-25 % buku pertahun.
Data diatas telah menunjukkan bahwa minat membaca masyarakat
Indonesia relatif masih sangat rendah, data diatas juga menunjukkan hubungan korelasi
bahwa tingkat minat membaca sebuah negara akan sangat menentukan bagaimana kualitas
dan posisi mereka dalam percaturan global, apakah sebagai sebuah negara maju
atau negara berkembang, data diatas juga menunjukkan sebuah analogis empirik
bahwa tidak ada negara maju yang tidak memiliki tingkat dan minat membaca yang
baik, oleh karenanya untuk membangun negara Indonesia menjadi sebuah negara
yang maju, maka wajib hukumnya untuk
menyiapkan sumberdaya manusia yang berkualitas khususnya melalui peningkatan
minat membaca atau budaya literasi.
Oleh karenanya, para generasi milenials sebagai generasi penerus
bangsa harus dituntut, didorong dan difasilitasi untuk meningkatkan minat
membaca sehingga mereka dapat menjadi generasi unggul yang dapat diandalkan
untuk meningkatkan taraf Indonesia dalam percaturan global kedepan.
Ada dua faktor yang sejatinya dapat diupayakan untuk mendorong dan
meningkatkan minat membaca para generasi milenials. Pertama faktor internal,
yakni dalam diri dan lingkungan keluarga generasi milenials itu sendiri, para generasi milenials harus
didoktrin untuk memiliki kesadaran akan pentingnya membaca sedini mungkin,
karena merekalah generasi penerus bangsa, jika generasi penerus bangsa lemah
dalam membaca atau minim wawasan tentunya generasi ini tidak akan memiliki
kepekaan sosial dan kecerdasan mumpuni, sehingga tidak dapat berperan sebagai
agen perubahan bagi negara dalam mencapai kemajuan dan kesejahteraan
Rasa kesadaran tersebut hendaknya sudah dipupuk sedini mungkin dalam
keluarga, orang tua harus mampu mendorong, memberi contoh dan membudayakan
sejak dini kepada para anak-anaknya untuk memiliki budaya membaca, karena jika
budaya membaca sudah menjadi sebuah kebiasaan sejak dini, maka kebiasaan itu
cenderung akan mereka bawa hingga dewasa.
Selanjutnya faktor yang kedua, faktor ekternal, hal ini berkaitan
dengan faktor lingkungan, ekonomi maupun budaya, dalam hal ini para pihak-pihak
disekitar kaum milenials hendaknya mampu menciptakan ekologi atau lingkungan
yang kondusif untuk memacu minat membaca, seperti pemerintah dapat menurunkan
pajak buku, rajin menggelar bazar buku murah atau meningkatkan kualitas dan
kuantitas perpustakaan baik di kota maupun di desa, selanjutnya pegiat literasi
hendaknya memilki agenda kontinu untuk mendorong minat membaca para generasi
milenials seperti mengadakan pameran, diskusi, sosialisasi dll, kemudian sekolah
atau kampus juga harus membudayakan budaya literasi secara masif kepada para
siswa dan mahasiswa untuk meningkatkan minat membaca dengan kebijakan dan
program-program tertentu.
Karena pada akhirnya kita semua membutuhkan generasi milenials
yang tak hanya cerdas tetapi juga memiliki rasa kepekaan sosial dalam mendorong
kemajuan bangsa di era globalisasi dan disruptif ini, dan hal itu hanya dapat
terwujud jika kita memiliki generasi milenials yang memiliki minat dan tingkat frekuensi membaca yang tinggi.
Oleh karena itu, mendorong dan memfasilitasi para generasi
milenials agar memiliki minat membaca yang tinggi adalah tanggungjawab kita
bersama. Karena jika generasi milenials yang merupakan generasi penerus bangsa
ini tidak memiliki minat membaca yang tinggi, maka dapat dipastikan bangsa ini
tidak akan memiliki masa depan yang cerah dimasa depan.
Selesai ....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar