Keberhasilan PSM
Makassar finish di posisi kedua pada liga Indonesia musim 2018 lalu membuat Juku Eja mendapat sebuah tiket emas berupa
kesempatan berkompetisi di tingkat Asia tepatnya di ajang Piala AFC.
Setidaknya,
getir dan dahaga akan gelar juara liga Indonesia yang telah dinanti 19 tahun
lamanya mendapat gantinya dengan meleburnya asa dan dahaga kerinduan para pecinta PSM
melihat Juku Eja dapat kembali mentas
di panggung Asia yang mana terakhir kali terjadi 14 tahun silam. Sebuah
penantian dan kerinduan nan panjang yang harus dirasakan oleh para pecinta PSM
untuk dapat kembali melihat si Ayam Jantan Dari Timur manggung kembali di kompetisi
tingkat Asia. Ya, tahun 2005 adalah terakhir kali PSM tampil di panggung Asia
tepatnya di ajang kompetisi Liga Champions Asia. Namun saat itu PSM harus
menelan pil pahit karena harus gugur di babak awal penyisihan grup.
Jika
ada satu hal yang mengganjal di hati para pecinta PSM atas keberhasilan PSM
kembali mentas di panggung Asia adalah karena PSM tidak bisa menggunakan Stadion
Mattoangin sebagai kandang pada kompetisi Piala AFC 2019 ini karena Stadion
Mattoangin tidak lolos verifikasi. Alhasil PSM pun harus mengungsi ke Bekasi
guna menggunakan Stadion Pakansari sebagai kandang. Kenyataan ini tentunya
memberikan dampak psikologis-mental tersendiri bagi PSM, karena dengan bermain
di Pakansari tentu dukungan dan support yang didapat tidak akan sebesar dan
semassif jika PSM bemain di kandang kebanggaan mereka Stadion Mattoangin.
Berbicara
kiprah PSM di panggung Asia, sejujurnya PSM memiliki sebuah catatan historis
nan manis, tepatnya pada musim 2000/2001 saat PSM mampu lolos hingga babak 8
besar Liga Champions Asia. Pencapaian PSM melaju hingga babak 8 besar Liga
Champions Asia musim 2000/2001 sendiri bisa dikatakan adalah pencapaian
tertinggi klub Indonesia di kompetisi tingkat Asia sejauh ini.
Prestasi
gemilang skuad PSM di Liga Champions musim 2000/2001 pun menjadi spirit dan suntikan
motivasi oleh segenap awak tim PSM guna kembali mengulang tinta manis tersebut
pada kompetisi Piala AFC musim 2019 ini. Pada kompetisi Piala AFC musim 2019
ini PSM mengawalinya dengan bertarung di zona Asia Tenggara terlebih dahulu.
PSM berada di grup H bersama dengan Home United asal Singapura, Lao Toyota asal
Laos, dan klub asal Filipina Kaya-Iloilo.
Pada
pertandingan perdana fase grup, PSM berhasil mencuri satu poin dari lawatannya
ke Singapura setelah mampu menahan imbang tuan rumah Home United dengan skor
1-1. Pada pertandingan kedua fase grup yang digelar di Stadion Pakansari, PSM
berhasil meraih 3 poin secara meyakinkan setelah menggulung Lao Toyota dengan
skor telak 7-3. Pada pertandingan ketiga fase grup PSM harus puas berbagi satu
angka, karena ditahan imbang oleh tamunya Kaya-Iloilo dengan skor 1-1 di
Stadion Pakansari. Memasuki putaran kedua babak fase grup (pertandingan
keempat) PSM harus melawat kandang Kaya-Iloilo di Filipina. Tanpa ampun PSM
mampu mempermalukan Kaya-Iloilo dihadapan pendukungnya sendiri dengan skor
tipis 1-2.
Pada pekan kelima, PSM berhasil meraih kemenangan penting nan dramatis
3-2 atas Home United dimana PSM sempat tertinggal 0-2 terlebih dahulu. Kiprah
PSM di fase grup Piala AFC 2019 pun ditutup dengan manis setelah berhasil
menggilas tuan rumah Lao Toyota dengan skor telak 0-3. Hasil tersebut membuat
PSM lolos ke babak semifinal Piala AFC zona Asia Tenggara sekaligus mengunci
posisi sebagai juara grup H dengan tanpa sekalipun menelan kekalahan. Di fase
grup PSM berhasil meraup 14 poin lewat empat kali menang dan dua kali imbang.
Pada
babak semifinal Piala AFC zona AsiaTenggara Juku
Eja harus bertemu tim kuat asal Vietnam Becamex Binh Duong. Di leg
pertama PSM harus melawat ke kandang Becamex terlebih dahulu. Pada pertandingan
leg pertama tersebut PSM sebenarnya mampu mengimbangi permainan tuan rumah bahkan PSM
mendapat keberuntungan karena Becamex harus bermain dengan 10 orang pemain
sejak menit ke-50. Unggul jumlah pemain sayangnya tidak bisa dimanfaatkan oleh Juku Eja untuk setidaknya mengamankan
satu poin. PSM pun harus menelan pil pahit karena dipecundangi oleh tim tuan
rumah dengan skor tipis 1-0. Pada leg kedua yang digelar di Stadion Pakansari,
PSM pun mulai menggebrak pertahanan Becamex sejak pluit pertama dibunyikan
tujuannya tentu guna mendapat gol sedini mungkin, sayangnya di akhir babak
pertama PSM justru kebobolan. PSM pun tertinggal 0-1 pada turun minum. Memasuki
babak kedua PSM meningkatkan intensitas serangan guna mengejar ketertinggalan,
masuknya Zulham Zamrun, Guy Junior, dan Ferdinand Sinaga pun berdampak positif
bagi sisi penyerangan. Melalui kerja keras dan spirit pantang menyerah siri’ na pacce akhirnya PSM berhasil
membalikkan kedudukan menjadi 2-1 melalui gol bunuh diri pemain Becamex dan gol
Arons Evans pada penghujung babak kedua. Kemenangan 2-1 atas Becamex membuat
skor agregat menjadi 2-2.
Meskipun
berhasil meraih kemenagan 2-1 pada leg kedua sekaligus menyamakan agregat
menjadi 2-2, sayangnya PSM harus gagal melaju ke babak final zona Asia Tenggara
lantaran kalah selisih gol tandang atas Becamex Binh Duong. Kegagalan PSM
melaju ke babak final Piala AFC zona Asia Tenggara tentu adalah hasil yang
tidak sebagaimana yang diharapkan namun dengan segala pencapaian, perjuangan, dan
kerja keras yang telah ditunjukkan oleh segenap pemain PSM selama gelaran Piala AFC sepatutnya kita harus memberikan apresiasi. Kegagalan PSM melaju ke babak final Piala AFC
menurut saya tidak patut untuk disesali dengan 3 argumentasi. Pertama, PSM mampu tampil menjanjikan
selama pagelaran Piala AFC, jika di total PSM mampu meraih 5 kemenangan, 2
hasil imbang, dan hanya 1 kali menderita kekalahan. Kedua, PSM tidak dapat bermain di Makassar pada Piala AFC musim ini
yang secara a contrario berarti PSM
tidak penah mendapat dukungan yang maksimal dari para supporter PSM yang
dikenal loyal dan fanatis. Bisa dikatakan, jika PSM dapat menggelar laga home di Mattoangin pada kompetisi Piala
AFC musim 2019 ini mungkin hasil yang akan dicapai oleh Juku Eja akan lebih baik dari apa yang dicapai sejauh ini.
Setidaknya menggulung 2-0 Becamex di leg kedua babak semifinal akan terasa
lebih mudah jika pertandingan dihelat di Stadion Mattoangin mengingat spirit paentengi siri’nu dan siri’ na pacce para pemain dan
supporter akan mendapatkan entitas kaffahnya dan kemudian menyatu menjadi
sebuah imperium semangat nan dahsyat. Ketiga,
Setelah mentas kembali pasca 14 tahun absen dari kompetisi Asia pencapaian
PSM kali ini tentunya bukan hasil yang mengecewakan dan patut untuk disesali.
Melihat perjuangan, penampilan, dan kiprah PSM pada kompetisi Piala AFC musim
2019 ini, saya melihat ada secercah asa dan cahaya optimisme akan indahnya
kisah PSM pada musim 2019 ini. Dan Jika PSM kembali berlaga di pentas Asia
musim depan, saya pun yakin dan optimis PSM akan mampu melangkah lebih jauh
dari pencapaiannya musim ini.
Pada
akhirnya tidak semua kemenangan patut untuk dirayakan dan sebaliknya tidak
semua kegagalan patut untuk disesali. Kegagalan PSM pada gelaran Piala AFC musim
2019 ini adalah kegagalan yang tidak patut untuk disesali, Juku Eja sudah memberikan segalanya dari segala yang ia miliki.
Evaluasi tentu harus dilakukan baik secara teknis maupun non teknis. Evaluasi secara
teknis tentu menjadi tanggung jawab penuh tim pelatih maupun manajemen klub,
sedangkan evaluasi secara non teknis dalam hal ini khususnya menyangkut
infrastruktur pertandingan (stadion) tentu harus menjadi concern kita bersama dengan mendorong Pemprov Sulawesi Selatan agar
secepatnya merampungkan pembangunan Stadion Barombong atau setidaknya
merenovasi Stadion Mattoangin agar layak menggelar pertandingan kelas
internasional, sehingga jika musim depan PSM kembali mendapat kesempatan berlaga
dipentas Asia, PSM dapat bermain ditanah leluhurnya sendiri, kota Makassar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar