Senin, 01 Juli 2019

PIALA AFC: DAHAGA RINDU DAN KEGAGALAN YANG TIDAK PERLU DI SESALI




Keberhasilan PSM Makassar finish di posisi kedua pada liga Indonesia musim 2018 lalu membuat Juku Eja mendapat sebuah tiket emas berupa kesempatan berkompetisi di tingkat Asia tepatnya di ajang Piala AFC.

Setidaknya, getir dan dahaga akan gelar juara liga Indonesia yang telah dinanti 19 tahun lamanya mendapat gantinya dengan meleburnya asa dan dahaga kerinduan para pecinta PSM melihat Juku Eja dapat kembali mentas di panggung Asia yang mana terakhir kali terjadi 14 tahun silam. Sebuah penantian dan kerinduan nan panjang yang harus dirasakan oleh para pecinta PSM untuk dapat kembali melihat si Ayam Jantan Dari Timur manggung kembali di kompetisi tingkat Asia. Ya, tahun 2005 adalah terakhir kali PSM tampil di panggung Asia tepatnya di ajang kompetisi Liga Champions Asia. Namun saat itu PSM harus menelan pil pahit karena harus gugur di babak awal penyisihan grup. 

Jika ada satu hal yang mengganjal di hati para pecinta PSM atas keberhasilan PSM kembali mentas di panggung Asia adalah karena PSM tidak bisa menggunakan Stadion Mattoangin sebagai kandang pada kompetisi Piala AFC 2019 ini karena Stadion Mattoangin tidak lolos verifikasi. Alhasil PSM pun harus mengungsi ke Bekasi guna menggunakan Stadion Pakansari sebagai kandang. Kenyataan ini tentunya memberikan dampak psikologis-mental tersendiri bagi PSM, karena dengan bermain di Pakansari tentu dukungan dan support yang didapat tidak akan sebesar dan semassif jika PSM bemain di kandang kebanggaan mereka Stadion Mattoangin.

Berbicara kiprah PSM di panggung Asia, sejujurnya PSM memiliki sebuah catatan historis nan manis, tepatnya pada musim 2000/2001 saat PSM mampu lolos hingga babak 8 besar Liga Champions Asia. Pencapaian PSM melaju hingga babak 8 besar Liga Champions Asia musim 2000/2001 sendiri bisa dikatakan adalah pencapaian tertinggi klub Indonesia di kompetisi tingkat Asia sejauh ini. 

Prestasi gemilang skuad PSM di Liga Champions musim 2000/2001 pun menjadi spirit dan suntikan motivasi oleh segenap awak tim PSM guna kembali mengulang tinta manis tersebut pada kompetisi Piala AFC musim 2019 ini. Pada kompetisi Piala AFC musim 2019 ini PSM mengawalinya dengan bertarung di zona Asia Tenggara terlebih dahulu. PSM berada di grup H bersama dengan Home United asal Singapura, Lao Toyota asal Laos, dan klub asal Filipina Kaya-Iloilo.

Pada pertandingan perdana fase grup, PSM berhasil mencuri satu poin dari lawatannya ke Singapura setelah mampu menahan imbang tuan rumah Home United dengan skor 1-1. Pada pertandingan kedua fase grup yang digelar di Stadion Pakansari, PSM berhasil meraih 3 poin secara meyakinkan setelah menggulung Lao Toyota dengan skor telak 7-3. Pada pertandingan ketiga fase grup PSM harus puas berbagi satu angka, karena ditahan imbang oleh tamunya Kaya-Iloilo dengan skor 1-1 di Stadion Pakansari. Memasuki putaran kedua babak fase grup (pertandingan keempat) PSM harus melawat kandang Kaya-Iloilo di Filipina. Tanpa ampun PSM mampu mempermalukan Kaya-Iloilo dihadapan pendukungnya sendiri dengan skor tipis 1-2. 

Pada pekan kelima, PSM berhasil meraih kemenangan penting nan dramatis 3-2 atas Home United dimana PSM sempat tertinggal 0-2 terlebih dahulu. Kiprah PSM di fase grup Piala AFC 2019 pun ditutup dengan manis setelah berhasil menggilas tuan rumah Lao Toyota dengan skor telak 0-3. Hasil tersebut membuat PSM lolos ke babak semifinal Piala AFC zona Asia Tenggara sekaligus mengunci posisi sebagai juara grup H dengan tanpa sekalipun menelan kekalahan. Di fase grup PSM berhasil meraup 14 poin lewat empat kali menang dan dua kali imbang.

Pada babak semifinal Piala AFC zona AsiaTenggara Juku Eja harus bertemu tim kuat asal Vietnam Becamex Binh Duong. Di leg pertama PSM harus melawat ke kandang Becamex terlebih dahulu. Pada pertandingan leg pertama tersebut PSM sebenarnya mampu mengimbangi permainan tuan rumah bahkan PSM mendapat keberuntungan karena Becamex harus bermain dengan 10 orang pemain sejak menit ke-50. Unggul jumlah pemain sayangnya tidak bisa dimanfaatkan oleh Juku Eja untuk setidaknya mengamankan satu poin. PSM pun harus menelan pil pahit karena dipecundangi oleh tim tuan rumah dengan skor tipis 1-0. Pada leg kedua yang digelar di Stadion Pakansari, PSM pun mulai menggebrak pertahanan Becamex sejak pluit pertama dibunyikan tujuannya tentu guna mendapat gol sedini mungkin, sayangnya di akhir babak pertama PSM justru kebobolan. PSM pun tertinggal 0-1 pada turun minum. Memasuki babak kedua PSM meningkatkan intensitas serangan guna mengejar ketertinggalan, masuknya Zulham Zamrun, Guy Junior, dan Ferdinand Sinaga pun berdampak positif bagi sisi penyerangan. Melalui kerja keras dan spirit pantang menyerah siri’ na pacce akhirnya PSM berhasil membalikkan kedudukan menjadi 2-1 melalui gol bunuh diri pemain Becamex dan gol Arons Evans pada penghujung babak kedua. Kemenangan 2-1 atas Becamex membuat skor agregat menjadi 2-2.

Meskipun berhasil meraih kemenagan 2-1 pada leg kedua sekaligus menyamakan agregat menjadi 2-2, sayangnya PSM harus gagal melaju ke babak final zona Asia Tenggara lantaran kalah selisih gol tandang atas Becamex Binh Duong. Kegagalan PSM melaju ke babak final Piala AFC zona Asia Tenggara tentu adalah hasil yang tidak sebagaimana yang diharapkan namun dengan segala pencapaian, perjuangan, dan kerja keras yang telah ditunjukkan oleh segenap pemain PSM selama gelaran Piala AFC sepatutnya kita harus memberikan apresiasi. Kegagalan PSM melaju ke babak final Piala AFC menurut saya tidak patut untuk disesali dengan 3 argumentasi. Pertama, PSM mampu tampil menjanjikan selama pagelaran Piala AFC, jika di total PSM mampu meraih 5 kemenangan, 2 hasil imbang, dan hanya 1 kali menderita kekalahan. Kedua, PSM tidak dapat bermain di Makassar pada Piala AFC musim ini yang secara a contrario berarti PSM tidak penah mendapat dukungan yang maksimal dari para supporter PSM yang dikenal loyal dan fanatis. Bisa dikatakan, jika PSM dapat menggelar laga home di Mattoangin pada kompetisi Piala AFC musim 2019 ini mungkin hasil yang akan dicapai oleh Juku Eja akan lebih baik dari apa yang dicapai sejauh ini. Setidaknya menggulung 2-0 Becamex di leg kedua babak semifinal akan terasa lebih mudah jika pertandingan dihelat di Stadion Mattoangin mengingat spirit paentengi siri’nu dan siri’ na pacce para pemain dan supporter akan mendapatkan entitas kaffahnya dan kemudian menyatu menjadi sebuah imperium semangat nan dahsyat. Ketiga, Setelah mentas kembali pasca 14 tahun absen dari kompetisi Asia pencapaian PSM kali ini tentunya bukan hasil yang mengecewakan dan patut untuk disesali. Melihat perjuangan, penampilan, dan kiprah PSM pada kompetisi Piala AFC musim 2019 ini, saya melihat ada secercah asa dan cahaya optimisme akan indahnya kisah PSM pada musim 2019 ini. Dan Jika PSM kembali berlaga di pentas Asia musim depan, saya pun yakin dan optimis PSM akan mampu melangkah lebih jauh dari pencapaiannya musim ini.

Pada akhirnya tidak semua kemenangan patut untuk dirayakan dan sebaliknya tidak semua kegagalan patut untuk disesali. Kegagalan PSM pada gelaran Piala AFC musim 2019 ini adalah kegagalan yang tidak patut untuk disesali, Juku Eja sudah memberikan segalanya dari segala yang ia miliki. Evaluasi tentu harus dilakukan baik secara teknis maupun non teknis. Evaluasi secara teknis tentu menjadi tanggung jawab penuh tim pelatih maupun manajemen klub, sedangkan evaluasi secara non teknis dalam hal ini khususnya menyangkut infrastruktur pertandingan (stadion) tentu harus menjadi concern kita bersama dengan mendorong Pemprov Sulawesi Selatan agar secepatnya merampungkan pembangunan Stadion Barombong atau setidaknya merenovasi Stadion Mattoangin agar layak menggelar pertandingan kelas internasional, sehingga jika musim depan PSM kembali mendapat kesempatan berlaga dipentas Asia, PSM dapat bermain ditanah leluhurnya sendiri, kota Makassar.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar