Sabtu, 17 Agustus 2019

INDONESIA NEGARA "BUKAN-BUKAN"


Gus Dur dalam suatu kesempatan pernah menyebut Indonesia sebagai negara yang "bukan-bukan". Kelakar Gus Dur tersebut dilatarbelangi karena spektrum dimensi ketatanegaraan Indonesia yang tidak jelas dalam meletakkan posisi.

Indonesia bukan negara agama namun juga bukan negara sekuler. Indonesia bukan negara liberal namun juga bukan negara sosialis. Indonesia bukan negara berpaham individualis namun juga bukan negara berpaham kolektif. Indonesia bukan negara hukum dengan tradisi civil law namun juga bukan negara hukum dengan tradisi common law.

Di sisi lain, Prof Mahfud MD menyebut Indonesia sebagai negara prismatik atau negara jalan tengah. Negara prismatik sendiri menurut Fred W. Riggs adalah negara yang memadukan inti nilai yang baik dari berbagai dimensi nilai yang sejujurnya memiliki posisi diametris.

Konsepsi negara prismatik tersebut menurut saya setidaknya mengejawantah dalam 3 hal:

Pertama, negara Indonesia memadukan substansi nilai yang baik antara paham individualisme (liberal) dan paham kolektivisme (sosialis). Manusia tetap di akui memiliki hak asasi dan kebebasan pribadi namun di sisi lain manusia juga memiliki kewajiban asasi sebagai mahluk sosial yang tunduk pada norma, hukum, dan konstitusi demi terjaganya harmoni dan kepentingan kolektiv dalam pri-kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Kedua, negara Indonesia mengintegrasikan konsep negara hukum rule of law yang menekankan pada keadilan (common law) dan konsep negara hukum rechtstaat yang menekankan pada kepastian hukum (civil law). Negara Indonesia berdasarkan pada hukum formal yang di bentuk oleh negara namun di sisi lain negara juga mengakomodasi hukum-hukum yang hidup dalam masyarakat (living law).

Ketiga, negara Indonesia menganut paham religious nation state. Tidak dikendalikan oleh satu agama saja (bukan negara agama) tetapi, di sisi lain negara Indonesia juga bukan hampa agama (karena bukan negara sekuler). Spiritualitas dan religiusitas adalah nafas dalam entitas dan relasi kebangsaan kita. Mengingat sila pertama Pancasila berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa".

Demikianlah negara Indonesia. Negara unik yang mampu mengambil nilai kompromistis dalam berbagai segi dan dimensi ketatanegaraan.

74 tahun sudah negara "bukan-bukan" ini merdeka secara fisik. Namun kemerdekaan substansial belum jua mengejawantah dalam pri-kehidupan kebangsaan kita. Kemiskinan dan ketimpangan sosial masih kental terasa. Hukum dan keadilan masih jauh panggang dari api. Kohesifitas sosial mudah renggang oleh hal-hal yang bersifat identitas-politis, budaya dan kepribadian bangsa mulai tergerus oleh arus globalisasi.

Oleh karenanya, ada empat hal yang perlu di bangun (restorasi) secara integral demi mewujudkan kemerdekaan substansial.

Pertama, pembangunan bidang ekonomi sebagai landasan guna mewujudkan kesejahteraan material bagi rakyat.

Kedua, pembangunan bidang hukum sebagai panglima dalam mewujudkan ketertiban dan optimalisasi bidang-bidang kehidupan negara lainnya.

Ketiga, pembangunan bidang budaya sebagai pengendapan nilai dan karakter budaya Indonesia sebagai dasar internalisasi nilai dan ciri khas keindonesiaan dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Keempat, pembangunan bidang sosial dan politik, sebagai platform kebijakan dalam menjaga integrasi keindonesiaan nan majemuk dan dinamika ketatanegaraan yang kompleks.

Pada prinsipnya, keempat bidang tersebut harus di bangun secara integral guna mampu bekerja fungsional dan optimal dalam rangka mewujudkan kemerdekaan substansial (kemerdekaan ekonomi, budaya, hukum, dan sosial-politik).

Pembangunan bidang ekonomi, budaya, hukum, dan sosial-politik sendiri tentunya membutuhkan sumbangsih peran secara kolektif (gotong royong) oleh semua elemen bangsa yang tentu di sesuaikan dengan peran, porsi, dan posisinya masing-masing.

Maka dari itu, mari kita bersama-sama (sesuai peran, porsi dan posisi) menyemai semangat gotong royong dalam membangun bangsa ini guna meraih kemaslahatan kolektif. Adil, makmur, dan sejahtera dalam bingkai Pancasila dan nafas perekat bhinneka tunggal ika.

Dahulu kita dapat merdeka secara fisik lantaran adanya semangat gotong royong dari seluruh elemen bangsa, maka dari itu, saya yakin saat ini pun kita bisa meraih dan mewujudkan kemerdekaan yang hakiki (substantif) asalkan kita mampu merekonstruksi spirit gotong royong sesuai dengan dinamika dan perkembangan zaman.

Dirgahayu Indonesia ku. Negara yang "bukan-bukan" namun jelas "bukan" negara sembarangan !!!.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar