Rabu, 14 Agustus 2019

MEMAKNAI KEMERDEKAAN GUNA MENYEMAI SPIRIT ALTRUISME




Memasuki bulan Agustus, seketika gegap gempita dan keriuhan menghiasi setiap daerah di penjuru Indonesia. Ya, dalam rangka memperingati hari kemerdekaaan negara Indonesia yang jatuh di bulan Agustus tepatnya tanggal 17 Agustus, setiap daerah di penjuru Indonesia “sibuk” dengan kemeriahannya masing-masing dalam menyambut dan memperingati hari kemerdekaan bangsa ini.

Memasuki tanggal 1 Agustus biasanya bendera merah putih sudah berdiri kokoh di depan rumah para warga. Lingkungan perumahan dan kampung juga mulai di tata dengan ornamen-ornamen khas kemerdekaaan. Selanjutnya lomba-lomba 17-an baik untuk kalangan dewasa, remaja, hingga anak-anak mulai diselenggarakan. Dapat di katakan, nuansa kebersamaan dan semangat gotong royong terasa begitu kental dan mengejawantah secara nyata dalam entitas kehidupan sosial masyarakat.

Atau dalam pengertian lain, dapat di konkretisasi bahwa peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus “telah” mampu mendorong terwujudnya soliditas dan kerukunan dalam tata kehidupan masyarakat. Hal ini tentunya memberikan efek positif bagi konstruksi kebangsaan dan relasi kohesifitas sosial masyarakat.

Namun sebagaimana yang sudah lazim terjadi, biasanya setelah melewati bulan Agustus, soliditas, kerukunan, kebersamaan dan semangat gotong royong dari para warga masyarakat relatif akan memudar. Menurut hipotesis saya, hal ini dapat terjadi lantaran peringatan (pemaknaan) hari kemerdekaan cenderung hanya dimaknai sekadar perayaan simbolistik dan kemeriahan sesaat. Tidak mampu mengendapkan apa yang di namankan spirit altruisme yakni spirit kebajikan untuk memberikan kontribusi konstruktif bagi entitas kemanusiaan dan harmoni kebangsaan yang relatif memiliki daya dan jangka waktu lebih lama.

Lebih lanjut, minimnya pengendapan spirit altruisme sendiri pada dasarnya merupakan imbas dari pandangan warga masyarakat dalam memaknai kemerdekaan yang relatif masih sekadar pakem pada nilai tradisional-simbolistik (memeriahkan) belum membumi pada nilai substansi (kontemplasi).

Saya tidak sedang berkata bahwa perayaan simbolistik kemerdekaan itu salah namun perayaan simbolistik tanpa menggali makna dan substansi dari pada hakikat kemerdekaan saya rasa kurang tepat. Kurang tepat tentunya berbeda dengan salah ya. Ketika (peringatan) kemerdekaan terpaku pada perayaan simbolistik, maka energi kebangsaan dan soliditas kewargaan hanya bersifat insidentil dan sporadis sehingga hanya menghasilkan kemeriahaan sesaat sedangkan ketika (peringatan) kemerdekaan dapat dimaknai secara substantif, maka energi kebangsaan dan soliditas kewargaan relatif akan bersifat langgeng sekaligus mampu memunculkan spirit altruisme.

Spirit altruisme dalam konteks relasi antara warga negara dengan negara ditandai dengan adanya awareness dari warga negara guna memberikan kontribusi yang konstruktif dalam rangka menjaga keutuhan dan mendorong kemajuan negara. Adanya kesadaran untuk menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi. Adanya kesadaran untuk menempatkan kepentingan kolektif di atas kepentingan individu. Konkretnya, warga negara yang memiliki spirit altruisme secara sadar (alamiah) akan menempatkan persatuan dan keutuhan bangsa di atas hasrat oportunitas dan sikap individualistis yang di balut dengan nalar kebangsaan untuk berkontribusi bagi bangsa dan negara.

Dengan demikian, spirit altruisme sejatinya dapat menjadi energi kebangsaan yang mangkus guna membangun tata kehidupan bernegara yang lebih baik. Spirit altruisme akan mampu menekan perilaku koruptif dan individualistis, spirit altruisme akan mampu mendorong semangat nasionalisme dan patriotisme, spirit altruisme akan mampu meningkatkan partisipasi politik warga negara dsb. Pada intinya, spirit altruisme dapat menjadi bahan bakar energi untuk mewujudkan kemajuan peradaban dan kemaslahatan bangsa.

Maka dari itu, peringatan (pemaknaan) kemerdekaan kedepan hendaknya mampu di ejawantahkan dan dimaknai secara lebih substantif (kontemplasi) meski tanpa meninggalkan perayaan simbolistiknya. Apasih hakikat peringatan kemerdekaan. Apasih fungsi kemerdekaan. Apasih yang harus kita lakukan guna menghargai jasa pahlawan yang telah gugur demi memperjuangkan kemerdekaan negara ini. Pertanyaan-pertanyaan semacam itu hendaknya harus direnungkan kemudian di jawab melalui tindakan nyata dengan munculnya spirit altruisme.

Bagaimana Menciptakan Spirit Altruisme ?

Menurut teori evolutionary psychology, spirit altruisme akan mudah di ciptakan jika tercipta sebuah karakteristik yang sama. Namun saya kira, teori demikian hanya akan merestriksi ruang bagi tumbuhnya spirit altruisme. Jika menggunakan pendekatan teori evolutionary psychology, maka spirit altruisme hanya akan menjalar pada sekup sosial yang sempit meliputi sekup genealogis dan sekup pimordial saja, tidak mampu menjangkau sekup yang lebih luas dalam konteks kemajemukan sosial. Terlebih Indonesia adalah negara multikultural dengan tingkat kemajemukan sosial yang tinggi.

Lalu bagaimana menciptakan spirit altruisme secara lebih luas khususnya dalam konteks memaknai kemerdekaan. Menurut hemat saya ada tiga hal yang perlu di tekankan dalam rangka membumikan spirit altruisme. Pertama, mengenal sejarah dan fakta-fakta historis mengenai berdirinya negara Indonesia secara lebih komprehensif. Hal ini penting guna memupuk rasa nasionalisme (sebagaimana kredo "tak kenal maka tak tayang"), membakar semangat patriotisme (menebar inspirasi), dan mengendapkan awareness akan tanggungjawab (bahan pembelajaran) baik secara moral, sosial, maupun individual untuk menjaga dan bersumbangsih positif bagi kemajuan bangsa dan negara ini. Sumbangsih apa yang dapat di berikan, tentu secara sederhana ialah berbuat yang terbaik atas profesi yang kita geluti, kemudian memupuk idealisme untuk mengutamakan persatuan dan kesatuan dari pada hasrat pribadi dan kepentingan pragmatis, serta tidak melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan hukum maupun norma-norma sosial lain yang dapat berimbas pada instabilitas sosial.

Kedua, mengamalkan dan meningkatkan pemahaman akan Pancasila. Nah, salah satu kunci guna menyemai spirit altruisme agar dapat membumi di bumi pertiwi adalah dengan mengamalkan dan meningkatkan pemahaman akan Pancasila secara lebih mendalam. Pancasila adalah jiwa bangsa Indonesia (volkgeist) yang di dalamnya tertanam spirit altruisme yang seharusnya benar-benar di jiwai oleh segenap masyarakat Indonesia baik penguasa, pejabat, insfrastuktur politik hingga rakyat biasa. Oleh karenanya, secara das sollen segala pri-kehidupan bangsa Indonesia harus berdasar dan mencerminkan karakter dari nilai-nilai Pancasila. Produk hukum, budaya politik, budaya sosial, budaya ekonomi, relasi warga negara, dan lainnya harus mengejawantahkan nilai praksis dari pada Pancasila.

Terkait pemahaman Pancasila secara lebih mendalam (substansial) inilah yang saya kira kurang mengejawantah dalam tata kehidupan negara Indonesia. Baik dalam bidang ekonomi, hukum, sosial, budaya, hingga politik. Hal ini berimplikasi pada rendahnya implementasi semangat altruisme yang merupakan jiwa dari Pancasila.

Ketiga, mewujudkan keteladanan pemimpin. Saya percaya bahwa spirit altruisme akan dapat membumi di bumi pertiwi jika terwujudnya keteladanan pemimpin baik pimpinan dari sekup sosial yang paling rendah hingga yang paling tinggi. Ketika keteladanan pemimpin dapat mengejawantah tentu hal ini akan memiliki implikasi strategis dalam rangka memperluas ruang praksis spirit altruisme.

Oleh karenanya, pemaknaan (peringatan) kemerdekaan seharusnya tidak sekadar terfokus pada perayaan simbolistis semata namun di sisi lain juga harus mampu menggali makna dan arti kemerdekaan itu sendiri. Dalam konteks ini, kemerdekaan harus dimaknai guna menyemai spirit altruisme yang dapat di ciptakan melalui tiga hal. Pertama, mengenal sejarah dan fakta-fakta historis mengenai berdirinya negara Indonesia secara lebih komprehensif. Kedua, mengamalkan dan meningkatkan pemahaman akan Pancasila. Ketiga, mewujudkan keteladanan pemimpin.

Ketiga hal inilah yang menurut saya seharusnya di perkuat dalam rangka memaknai kemerdekaan negara ini. Karena jika ketiga hal tersebut mampu diwujudkan (secara kolektif dan integral) tentunya spirit altruisme akan dapat membumi secara masif di bumi pertiwi sebagai energi kebangsaan untuk mewujudkan cita-cita kebangsaan dan tujuan negara sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD NRI Tahun 1945 Alinea II dan IV.

Akhir sekali, kembali saya tegaskan bahwa memaknai kemerdekaan secara simbolistik dan kemeriahan tidak pernah salah, namun menjadi kurang tepat jika hal demikian itu mengesampingkan hakikat dan makna substansi dari pada kemerdekaan. Yakni menciptakan energi kebangsaan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan konstitusi kita.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar