Memasuki bulan Agustus, seketika gegap gempita dan
keriuhan menghiasi setiap daerah di penjuru Indonesia. Ya, dalam rangka
memperingati hari kemerdekaaan negara Indonesia yang jatuh di bulan Agustus
tepatnya tanggal 17 Agustus, setiap daerah di penjuru Indonesia “sibuk” dengan
kemeriahannya masing-masing dalam menyambut dan memperingati hari kemerdekaan
bangsa ini.
Memasuki tanggal 1 Agustus biasanya bendera merah
putih sudah berdiri kokoh di depan rumah para warga. Lingkungan perumahan dan
kampung juga mulai di tata dengan ornamen-ornamen khas kemerdekaaan. Selanjutnya
lomba-lomba 17-an baik untuk kalangan dewasa, remaja, hingga anak-anak mulai
diselenggarakan. Dapat di katakan, nuansa kebersamaan dan semangat gotong
royong terasa begitu kental dan mengejawantah secara nyata dalam entitas
kehidupan sosial masyarakat.
Atau dalam pengertian lain, dapat di konkretisasi
bahwa peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus “telah” mampu mendorong
terwujudnya soliditas dan kerukunan dalam tata kehidupan masyarakat. Hal ini
tentunya memberikan efek positif bagi konstruksi kebangsaan dan relasi
kohesifitas sosial masyarakat.
Namun sebagaimana yang sudah lazim terjadi, biasanya
setelah melewati bulan Agustus, soliditas, kerukunan, kebersamaan dan semangat
gotong royong dari para warga masyarakat relatif akan memudar. Menurut
hipotesis saya, hal ini dapat terjadi lantaran peringatan (pemaknaan) hari
kemerdekaan cenderung hanya dimaknai sekadar perayaan simbolistik dan
kemeriahan sesaat. Tidak mampu mengendapkan apa yang di namankan spirit altruisme yakni spirit kebajikan untuk
memberikan kontribusi konstruktif bagi entitas kemanusiaan dan harmoni
kebangsaan yang relatif memiliki daya dan jangka waktu lebih lama.
Lebih lanjut, minimnya pengendapan spirit altruisme sendiri pada dasarnya merupakan
imbas dari pandangan warga masyarakat dalam memaknai kemerdekaan yang relatif
masih sekadar pakem pada nilai tradisional-simbolistik (memeriahkan) belum
membumi pada nilai substansi (kontemplasi).
Saya tidak sedang berkata bahwa perayaan simbolistik
kemerdekaan itu salah namun perayaan simbolistik tanpa menggali makna dan substansi
dari pada hakikat kemerdekaan saya rasa kurang tepat. Kurang tepat tentunya
berbeda dengan salah ya. Ketika (peringatan) kemerdekaan terpaku pada perayaan
simbolistik, maka energi kebangsaan dan soliditas kewargaan hanya bersifat
insidentil dan sporadis sehingga hanya menghasilkan kemeriahaan sesaat
sedangkan ketika (peringatan) kemerdekaan dapat dimaknai secara substantif,
maka energi kebangsaan dan soliditas kewargaan relatif akan bersifat langgeng
sekaligus mampu memunculkan spirit altruisme.
Spirit altruisme
dalam konteks relasi antara warga negara dengan negara ditandai dengan adanya awareness dari warga negara guna
memberikan kontribusi yang konstruktif dalam rangka menjaga keutuhan dan
mendorong kemajuan negara. Adanya kesadaran untuk menempatkan kepentingan
bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi. Adanya kesadaran untuk
menempatkan kepentingan kolektif di atas kepentingan individu. Konkretnya, warga
negara yang memiliki spirit altruisme secara
sadar (alamiah) akan menempatkan persatuan dan keutuhan bangsa di atas hasrat
oportunitas dan sikap individualistis yang di balut dengan nalar kebangsaan
untuk berkontribusi bagi bangsa dan negara.
Dengan demikian, spirit altruisme sejatinya dapat menjadi energi kebangsaan yang mangkus
guna membangun tata kehidupan bernegara yang lebih baik. Spirit altruisme akan mampu menekan perilaku
koruptif dan individualistis, spirit altruisme
akan mampu mendorong semangat nasionalisme dan patriotisme, spirit altruisme akan mampu meningkatkan
partisipasi politik warga negara dsb. Pada intinya, spirit altruisme dapat menjadi bahan bakar energi untuk mewujudkan
kemajuan peradaban dan kemaslahatan bangsa.
Maka dari itu, peringatan (pemaknaan) kemerdekaan kedepan
hendaknya mampu di ejawantahkan dan dimaknai secara lebih substantif
(kontemplasi) meski tanpa meninggalkan perayaan simbolistiknya. Apasih hakikat
peringatan kemerdekaan. Apasih fungsi kemerdekaan. Apasih yang harus kita
lakukan guna menghargai jasa pahlawan yang telah gugur demi memperjuangkan
kemerdekaan negara ini. Pertanyaan-pertanyaan semacam itu hendaknya harus direnungkan
kemudian di jawab melalui tindakan nyata dengan munculnya spirit altruisme.
Bagaimana
Menciptakan Spirit Altruisme ?
Menurut teori evolutionary
psychology, spirit altruisme akan
mudah di ciptakan jika tercipta sebuah karakteristik yang sama. Namun saya
kira, teori demikian hanya akan merestriksi ruang bagi tumbuhnya spirit altruisme. Jika menggunakan pendekatan
teori evolutionary psychology, maka
spirit altruisme hanya akan menjalar
pada sekup sosial yang sempit meliputi sekup genealogis dan sekup pimordial
saja, tidak mampu menjangkau sekup yang lebih luas dalam konteks kemajemukan
sosial. Terlebih Indonesia adalah negara multikultural dengan tingkat
kemajemukan sosial yang tinggi.
Lalu bagaimana menciptakan spirit altruisme secara lebih luas khususnya
dalam konteks memaknai kemerdekaan. Menurut hemat saya ada tiga hal yang perlu
di tekankan dalam rangka membumikan spirit altruisme. Pertama,
mengenal sejarah dan fakta-fakta historis mengenai berdirinya negara Indonesia
secara lebih komprehensif. Hal ini penting guna memupuk rasa nasionalisme (sebagaimana kredo "tak kenal maka tak tayang"),
membakar semangat patriotisme (menebar inspirasi), dan mengendapkan awareness akan tanggungjawab (bahan pembelajaran) baik secara moral, sosial, maupun
individual untuk menjaga dan bersumbangsih positif bagi kemajuan bangsa dan
negara ini. Sumbangsih apa yang dapat di berikan, tentu secara sederhana ialah
berbuat yang terbaik atas profesi yang kita geluti, kemudian memupuk idealisme
untuk mengutamakan persatuan dan kesatuan dari pada hasrat pribadi dan kepentingan pragmatis, serta tidak
melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan hukum maupun norma-norma
sosial lain yang dapat berimbas pada instabilitas sosial.
Kedua,
mengamalkan dan meningkatkan pemahaman akan Pancasila. Nah, salah satu kunci
guna menyemai spirit altruisme agar dapat
membumi di bumi pertiwi adalah dengan mengamalkan dan meningkatkan pemahaman
akan Pancasila secara lebih mendalam. Pancasila adalah jiwa bangsa Indonesia (volkgeist) yang di dalamnya tertanam
spirit altruisme yang seharusnya
benar-benar di jiwai oleh segenap masyarakat Indonesia baik penguasa,
pejabat, insfrastuktur politik hingga rakyat biasa. Oleh karenanya, secara das sollen segala pri-kehidupan bangsa
Indonesia harus berdasar dan mencerminkan karakter dari nilai-nilai Pancasila.
Produk hukum, budaya politik, budaya sosial, budaya ekonomi, relasi warga
negara, dan lainnya harus mengejawantahkan nilai praksis dari pada Pancasila.
Terkait pemahaman Pancasila secara lebih mendalam
(substansial) inilah yang saya kira kurang mengejawantah dalam tata kehidupan
negara Indonesia. Baik dalam bidang ekonomi, hukum, sosial, budaya, hingga
politik. Hal ini berimplikasi pada rendahnya implementasi semangat altruisme yang merupakan jiwa dari
Pancasila.
Ketiga,
mewujudkan keteladanan pemimpin. Saya percaya bahwa spirit altruisme akan dapat membumi di bumi pertiwi jika terwujudnya
keteladanan pemimpin baik pimpinan dari sekup sosial yang paling rendah hingga
yang paling tinggi. Ketika keteladanan pemimpin dapat mengejawantah tentu hal
ini akan memiliki implikasi strategis dalam rangka memperluas ruang praksis
spirit altruisme.
Oleh karenanya, pemaknaan (peringatan) kemerdekaan seharusnya
tidak sekadar terfokus pada perayaan simbolistis semata namun di sisi lain juga harus mampu
menggali makna dan arti kemerdekaan itu sendiri. Dalam konteks ini, kemerdekaan
harus dimaknai guna menyemai spirit altruisme
yang dapat di ciptakan melalui tiga hal. Pertama, mengenal sejarah dan
fakta-fakta historis mengenai berdirinya negara Indonesia secara lebih
komprehensif. Kedua, mengamalkan dan meningkatkan pemahaman akan Pancasila.
Ketiga, mewujudkan keteladanan pemimpin.
Ketiga hal inilah yang menurut saya seharusnya di
perkuat dalam rangka memaknai kemerdekaan negara ini. Karena jika ketiga hal
tersebut mampu diwujudkan (secara kolektif dan integral) tentunya spirit altruisme akan dapat membumi secara masif di bumi
pertiwi sebagai energi kebangsaan untuk mewujudkan cita-cita kebangsaan dan
tujuan negara sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD NRI
Tahun 1945 Alinea II dan IV.
Akhir sekali, kembali saya tegaskan bahwa memaknai kemerdekaan secara simbolistik
dan kemeriahan tidak pernah salah, namun menjadi kurang tepat jika hal demikian
itu mengesampingkan hakikat dan makna substansi dari pada kemerdekaan. Yakni menciptakan energi kebangsaan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan
konstitusi kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar