Minggu, 03 Mei 2020

PSIR REMBANG: SEBUAH MEMORABILIA



Publik sepak bola nasional mungkin lebih familiar dengan PSIS Semarang, Persijap Jepara, dan Persis Solo jika merujuk klub sepak bola yang berasal dari Jawa Tengah. Namun, selain ketiga klub tersebut, Jawa Tengah juga memiliki satu klub yang tidak boleh dikesampingkan begitu saja, jika menilik sejarah dalam belantika sepak bola nasional. Klub tersebut adalah PSIR Rembang. Ya, klub yang bermarkas di Stadion Krida Rembang ini merupakan salah satu dari lima klub asal Jawa Tengah yang pernah merasakan kerasnya kompetisi kasta tertinggi nasional. Tepatnya pada kompetisi Ligina I musim 1994/1995 dan IPL musim 2013.
Selain itu, PSIR Rembang juga beberapa kali berhasil mencatatkan prestasi manis pada gelaran kompetisi resmi PSSI. Pada kompetisi divisi utama perserikatan musim 1993/1994 PSIR Rembang berhasil lolos hingga babak 8 besar, kemudian meraih Juara divisi II nasional pada musim 1989/1990 dan musim 2006/2007, juara divisi III nasional musim 2005/2006, dan promosi ke IPL dengan menempati peringkat 2 grup 2 kompetisi divisi utama LPIS musim 2011/2012.
Prestasi-prestasi tersebut membuat PSIR setidaknya layak menyandang gelar sebagai salah satu klub besar di Jawa Tengah bersanding dengan PSIS Semarang, Persijap Jepara, dan Persis Solo, meskipun secara popularitas nasional, Laskar Dampo Awang masih inferior dibanding ketiga klub tersebut.
Sebuah Memorabilia
Melihat kembali kiprah PSIR Rembang dalam belantika sepak bola nasional isyarat meletupkan goresan memorabilia. Kisah manis dan getir. Gelar juara dan degradasi. Prestasi dan kontroversi. Hingga eksistensi dan undur diri kuyup mewarnai perjalanan 50 tahun PSIR Rembang. Sejak berdiri pada tahun 1970, begitu banyak memorabilia yang melekat dalam ingatan masyarakat Rembang dan pecinta PSIR akan sebuah entitas dan identitas kebanggaan bernama PSIR Rembang.
Kisah manis PSIR Rembang berawal pada musim 1989/1990 ketika berhasil menggondol gelar juara divisi II nasional perserikatan sekaligus menggondol tiket promosi untuk mentas di divisi I perserikatan musim 1990/1991. Setelah 3 Musim PSIR Rembang mentas di divisi I, akhirnya pada musim 1993/1994 PSIR bisa tampil pada kompetisi divisi utama setelah pada kompetisi divisi I musim 1992/1993, PSIR mampu meraih tiket promosi. Divisi utama sendiri merupakan kompetisi kasta tertinggi era perserikatan.
Pada kompetisi divisi utama perserikatan musim 1993/1994 inilah, prestasi terbesar sepanjang berdirinya klub berhasil diukir. Pada divisi utama musim 1993/1994, PSIR berada di grub timur bersama Persebaya Surabaya, PSM Ujung Pandang (Makassar), PSIS Semarang, Persegres Gresik, PSIM Jogja, Persema Malang, dan Persiba Balikpapan. PSIR kala itu bermaterikan gabungan pemain lokal dan pemain luar daerah seperti Hadi Surento, Mulyono “bedeng”, Damani, Ratriadi Sapteko, Hariyanto, Yance Ruma, Fritz Rudolf Padwa, Bambang “max” Handoyo, Kuncoro, Joko Supriyono, Tulastono Suparmin, alm Tri Karsono, Komarudin, dan Joko Darwanto.
PSIR mampu finis diperingkat 4 grub timur setelah di pertandingan terakhir mampu menahan imbang tuan rumah Juku Eja PSM Makassar di stadion Mattoanging dengan skor 1-1. Hasil imbang sudah cukup untuk memantapkan posisi PSIR diperingkat 4 grub timur sekaligus memastikan tiket ke babak 8 besar yang akan digelar di stadion Gelora Bung Karno Senayan. Setelah memastikan tiket babak 8 besar, para pemuda dan pecinta PSIR pun menggelar pawai untuk merayakan keberhasilan PSIR Rembang lolos ke babak 8 besar kompetisi kasta tertinggi nasional.
Pada babak 8 besar sendiri, PSIR bergabung dengan Persib Bandung, PSM Ujung Pandang, dan Persiraja Banda Aceh. Sayangnya, PSIR gagal melaju ke babak semifinal setelah hanya meraih 1 kemenangan (menang 4-1 melawan Persiraja) dan kalah 2 kali (0-1 melawan Persib dan 1-2 melawan PSM). Meskipun gagal melaju ke babak semifinal, prestasi PSIR mampu lolos ke babak 8 besar kompetisi kasta tertinggi merupakan pencapaian yang luar biasa. Apalagi ada beberapa cerita pilu yang mengiringi PSIR saat mentas di senayan, misalnya PSIR dengan terpaksa tidak bisa latihan dan menjajal rumput Gelora Bung Karno lantaran tidak mampu membayar uang sewa.
Setelah prestasi nan mengagumkan pada kompetisi divisi utama perserikatan 1993/1994, pada musim kompetisi 1994/1995 yang merupakan kompetisi liga Indonesia pertama atau musim perdana bergabungnya klub-klub perserikatan dan galatama dalam wadah kompetisi yang sama. Pada musim liga Indonesia I ini PSIR kembali berada di grub timur bersama klub-klub besar seperti Persebaya, PSM, Barito Putera, dan Persipura. Karena faktor keterbatasan dana, pada waktu itu PSIR tidak mampu merekrut pemain-pemain level top, PSIR relatif masih mengandalkan komposisi pemain pada musim 1993/1994. Di sisi lain, para klub eks galatama dan eks perserikatan yang lain banyak menggunakan jasa pemain-pemain top hingga pemain asing. Ketimpangan komposisi dan materi pemain inilah yang menjadi faktor kuat mengapa PSIR pada akhirnya harus terjerembab di posisi kedua terbawah grub timur dan degradasi ke kompetisi divisi 1.
Musim 1995/1996 PSIR absen mengikuti kompetisi divisi I, pada musim selanjutnya PSIR kembali ikut kompetisi dan tetap berada di divisi I. Setelah itu, PSIR Sempat vakum hingga 4 tahun lamanya. Pada musim  2001/2002 PSIR kembali ikut kompetisi PSSI yakni kompetisi divisi II A Jawa Tengah, bertahan 4 tahun. Pada musim 2005 PSIR berhasil menjadi juara divisi III nasional, selanjutnya musim 2006 PSIR berhasil menjadi juara divisi II nasional dan promosi ke divisi I. Musim 2007 PSIR berkompetisi di divisi I dan berhasil promosi ke divisi utama yang saat itu berstatus kompetisi kasta kedua, sayangnya keberhasilan PSIR pada musim 2007 dibayangi isu kontroversi, karena setiap PSIR berlaga di kandang nyaris selalu mendapat hadiah penalti dari wasit bahkan stadion krida sempat dijuluki stadion penalti oleh media saat itu. Musim 2008/2009 hingga musim 2011/2012 dan musim 2014 hingga 2018 PSIR mampu eksis di kompetisi kasta kedua.
Bahkan, pada musim 2011/2012 PSIR mampu promosi ke kasta tertinggi sepak bola nasional Indonesian Premier League (dualisme kompetisi) setelah finis sebagai runner-up grup II dibawah Persepar Palangkaraya dan mengangkangi klub-klub prominen macam PSIS, Persis, PSS, dan Persik. Pada musim 2013, PSIR berkompetisi di IPL bertarung dengan klub legendaris macam PSM Makassar dan Persebaya 1927.
Kisah getir kembali menerpa PSIR, setelah pada musim kompetisi liga 2 musim 2018, PSIR harus terdegradasi ke liga 3 atau kasta terbawah dalam hierarki kompetisi sepak bola Indonesia. Sayangnya, pada musim 2019 lalu PSIR justru absen dari kompetisi liga 3. Hal tersebut membuat segenap pecinta PSIR terhanyut rasa rindu melihat laskar Dampo Awang mentas di Stadion Krida Rembang. Pada musim 2020, geliat PSIR untuk kembali berkompetisi menguat sayangnya pandemi Covid-19 membuat kepastian kompetisi menjadi tidak jelas.  
Pada akhirnya, tulisan ini tidak mungkin bisa merekam secara utuh perjalanan dan kisah PSIR dalam rimba belantika sepak bola nasional. Tetapi secuil cerita di atas, saya harap mampu menjadi entitas memorabilia bagi siapa saja yang mencintai dan merindukan klub kebanggaan wong Rembang, PSIR Rembang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar