Minggu, 03 Mei 2020

MEMBANGUN INDONESIA DARI BAWAH: OPTIMALISASI DANA DESA UNTUK INDONESIA MAJU



Dalam dimensi teoritik maupun empirik, desa sering dikonotasikan dengan sebuah ketertinggalan khususnya ketika dikomparasikan dengan kota, baik secara sumber daya manusia, ekonomi, akses pendidikan, infrastruktur, hingga lifestyle. Dalam konteks pergaulan publik, bahkan seringkali kata desa dijadikan sebuah bahan satire untuk menghina atau merendahkan orang lain. Kata-kata satire macam “Dasar orang desa” lazim kita temui terlontar dari mulut seseorang untuk menghina atau merendahkan orang lain.
Dari sudut teoritik, komparasi desa dan kota dapat kita temui dalam literature-literature sosiologi khususnya terkait disiplin sosiologi pedesaan dan sosiologi perkotaan. Dalam perspektif teoritik telah banyak pendapat dari para ahli sosilogi yang memberikan definisi perbedaan antara desa dan kota secara paradoks. Misalnya Max Webber (1966) mengatakan bahwa kota adalah tempat pasar “Market place” sekaligus pusat kegiatan perekonomian sedangkan desa tentu sebaliknya, menurut Webber desa adalah sebuah struktur sosial yang masih sederhana namun memiliki kohesi sosial yang kuat. Kemudian, Poplin (1972) mengatakan bahwa kota adalah pusat pembangunan sebuah negara, sedangkan desa adalah daerah yang relatif jauh dari kota sehingga seringkali terpinggirkan oleh pembangunan. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya ketimpangan baik secara struktur maupun infrastruktur antara desa dan kota.
Transformasi Desa
Jika dahulu distingsi antara kemajuan dan ketertinggalan antara desa dan kota baik secara teoritik maupun empirik begitu kental, namun sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, setidaknya distingsi tersebut mulai tereduksi sedikit demi sedikit. Sejak lahirnya Undang-Undang Desa, desa telah bertransformasi tidak hanya sekadar sebagai obyek pembangunan (yang dahulu sering di “anak tirikan”) namun juga sebagai subyek dalam pembangunan. Desa saat ini telah bertransformasi sebagai epicentrum pembangunan nasional.
Dalam Undang-Undang Desa, desa diberikan amanat secara yuridis untuk mengelola dana desa yang bersumber dari APBN untuk mendorong kemajuan dan kesejahteraan desa. Menurut Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa, dana desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui APBD kota/kabupaten dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Jika di era sebelum reformasi orientasi pembangunan nasional bersifat sentralistik, kemudian di era setelah reformasi bersifat otonomi daerah (provinsi dan kabupaten), kini arah orientasi pembangunan nasional bergerak ke bawah, ke sekup organisasi pemerintahan terkecil yakni desa melalui alokasi dana desa yang setiap tahun meningkat, tahun 2015 (20,8 triliun), 2017 (47 triliun), 2018 (60 triliun), 2019 (70 triliun), 2020 (72 triliun).
Secara praksis, tujuan dari dana desa sendiri terbagi dalam empat frame. Pertama, sebagai solusi untuk permasalahan ekonomi desa. Seperti pengentasan kemiskinan, pembukaan lapangan kerja untuk menekan angka pengangguran, dan pemberdayaan masyarakat desa. Dana desa sejauh ini terbukti efektif dalam mengentaskan kemisknina masyarakat desa. Berdasarkan data BPS, presentase kemiskinan penduduk desa saban tahun mengalami penurunan. 2015 (17,94), 2016 (17,67), 2017 (17,10), 2018 (15,81). Dari 2015 hingga 2018 telah berkurang 2,13 juta penduduk miskin di desa.
Kedua, sarana untuk pemerataan pembangunan. Membangun Indonesia dari desa adalah sebuah komitmen pemerintah untuk melakukan pemerataan pembangunan. Melalui orientasi pembangunan bottom to top diharapkan pemerataan ekonomi dan infrastruktur akan bisa lebih optimal dan efektif. Ketiga, pembangunan sumber daya manusia. Dana desa berfungsi sebagai sarana untuk membangun masyarakat desa tidak hanya secara fisik tetapi juga secara non-fisik yakni membangun kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan, kesehatan, hingga teknologi. Keempat, menahan laju urbanisasi (pemerataan penduduk). Alokasi dana desa yang terserap optimal dan produktif akan membuat peningkatan aspek ekonomi-sosial desa sehingga akan mampu menahan laju urbanisasi oleh masyarakat desa untuk pindah ke kota.
Menurut Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa, dana desa merupakan dana yang bersumber dari alokasi APBN yang diperuntukan kepada desa untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan masyarakat, dan pemberdayaan masyarakat. Dalam tataran filosofis dan yuridis dapat kita lihat bahwa Undang-Undang Desa sangat mumpuni sebagai dasar legitimasi sekaligus sarana stimulasi untuk memajukan dan mensejahterakan desa. Namun secara praksis implementatif realitasnya tidak selalu demikian. Jika kita amati seksama, sejak adanya Undang-Undang Desa dan dana desa, sejujurnya kondisi desa-desa di Indonesia menampilkan dua ekses fenomena.
Pertama, munculnya desa yang maju dan sejahtera berkat efektivitas dan optimalisasi dana desa misalnya Desa Umbul Ponggok di Klaten yang sering menjadi desa percontohan. Kedua, munculnya desa yang stagnan, dalam fenomena ini, lahirnya Undang-Undang Desa dan dana desa belum mampu memberikan dampak konstruktif bagi kemajuan desa, artinya dana desa tidak dapat teralokasi secara optimal dan tepat sasaran. Jika disimplifikasikan, maka dapat ditarik benang merah bahwa faktor yang menjadi dasar pembeda dua fenomena desa diatas adalah faktor optimalisasi dana desa. Optimalisasi berbicara sejauh mana sebuah desa mampu mengoptimalkan alokasi dana desa untuk membawa perubahan dan kemajuan.
Problematika Optimalisasi Dana Desa
Optimalisasi dana desa pada prinsipnya bermakna implementasi alokasi dana desa yang dapat tersalurkan secara optimal sehingga dapat memberikan dampak yang konstruktif bagi masyarakat desa. Menurut hemat saya ada dua faktor utama yang menentukan optimalisasi dana desa. Pertama, kapasitas dan jejaring. Kedua, integritas. Kapasitas dan jejaring berbicara mengenai kemampuan pemerintah desa dalam mengelola dan mengoptimalkan dana desa untuk membawa suatu perubahan yang konstruktif bagi kondisi sebuah desa. Faktor ini akan berderivasi pada banyak hal misalnya kemampuan memahami peraturan-perundang-undangan terkait dana desa secara komprehensif, kemampuan membuat kebijakan, program, visi, dan misi yang tepat sasaran terkait pengalokasian dana desa, kemampuan memahami birokrasi terkait pengelolaan dan alokasi dana desa, serta kemampuan membangun jejaring untuk mengoptimalkan dana desa sebagai sarana untuk memajukan dan mensejahterakan desa. Kunci pokok di sini adalah tentang kualitas sumber daya manusia dari stakeholders pemerintah desa.
Sedangkan terkait faktor integritas tentunya berkaitan dengan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana desa, jika dikonkretisasi, maka faktor integritas berbicara mengenai ada tidaknya korupsi dana desa. Perlu diperhatikan bahwa salah satu faktor besar yang menyebabkan tersumbatnya optimalisasi dana desa adalah karena faktor korupsi yang dilakukan oleh para stakeholders pemerintah desa baik kepala desa maupun perangkat desa. Menurut data ICW, korupsi dana desa relatif mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015 ada 22 kasus, tahun 2016 ada 48 kasus, tahun 2017 ada 98 kasus, 2018 ada 96 kasus. ICW juga mencatat dari 2015-2018 total ada 214 kepala desa yang tersangkut kasus korupsi. Kasus-kasus korupsi dana desa sendiri terdiri atas beberapa macam yakni laporan fiktif, penyalahgunaan anggaran, suap, penggelapan, dan pengglembungan anggaran yang menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar 107,7 miliar.
Fenomena korupsi dana desa yang mencemaskan ini hendaknya menjadi bahan introspeksi dan kontemplasi kita bersama guna segera mencari solusi komprehensif dan sinergis guna menekan dan meminimalisir korupsi dana desa. Karena selama dana desa dikorupsi, maka optimalisasi dana desa akan jauh panggang dari api. Yang artinya terwujudnya kesejahteraan dan kemajuan desa hanya ibarat mengharap hujan di musim kemarau.
Solusi Optimalisasi Dana Desa
Agar optimalisasi dana desa dapat berjalan efektif menurut hemat saya ada beberapa solusi yang harus dilakukan secara integral dan komprehensif. Di atas telah penulis jelaskan bahwa dua faktor yang berpengaruh terhadap optimalisasi dana desa adalah faktor kapasitas dan jejaring serta integritas. Maka dari itu, solusi untuk mengoptimalkan dana desa tentunya akan berkaitan dengan perbaikan terhadap hal-hal yang berafiliasi dengan faktor kapasitas dan jejaring serta integritas. Berikut penulis sampaikan beberapa solusinya.
Pertama, melakukan penguatan atas monitoring dan evaluasi implementasi kebijakan dana desa, meningkatkan kapasitas sumber daya manusia kepala desa dan perangkat desa serta penguatan koordinasi dan konsolidasi dari tingkat pemerintah pusat, daerah, kecamatan, dan desa. Kedua, sinergi pengembangan dana desa melalui relasi kemitraan (jejaring) dengan dunia usaha maupun desa lainnya misalnya pembentukan holding BUMDes. Ketiga, membangun desa dengan skala prioritas dan tepat sasaran sebagaimana amanat Permen Desa PDTT Nomor 16 Tahun  2018. Keempat, internalisasi prinsip good governance dalam tata kelola pemerintahan desa. Kelima, penguatan pendampingan dan sinergitas antara pemerintah desa dengan pihak-pihak terkait. Keenam, pencegahan korupsi melalui kerja sama dengan otoritas bank misalnya dengan membaut kerja sama alokasi dana desa melalui transaksi non tunai sebagaimana yang dilakukan Desa Sindangjawa dengan Bank Indonesia.
Ketujuh, keterbukaan pengelolaan dana desa berbasis IPTEK, misalnya dengan membuat grub media sosial masyarakat desa. Di sini diharapkan akan terwujud pola relasi yang konstruktif antara masyarakat desa dan pemerintah desa. Kedelapan, penguataan pengelolaan dana desa secara swakelola. Kesembilan, penguatan monitoring dan pengawasan eksternal alokasi dana desa oleh masyarakat sipil dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Kesepuluh, memperkuat penyelenggaraan pemerintahan desa berbasis demokrasi dan musyawarah. Kesebelas, membangun partisipasi aktif masyarakat dengan menggerakkan segala sumber daya desa untuk mendukung pengelolaan dana desa agar terwujud optimalisasi dana desa berdasarkan prinsip check and balance. Keduabelas, penegakan hukum terhadap penyalahguna dana desa harus dilakukan secara konsekuen sehingga akan menimbulkan efek jera bagi pelaku serta mencegah orang lain untuk berbuat sama dengan pelaku. Pada prinsipnya dua belas solusi yang penulis sampaikan ini harus dilakukan secara integral, komprehensif, dan berkesinambungan dengan semnagat sinergitas agar optimalisasi dana desa dapat mengejawantah secara efektif dan produktif.
Prioritas Pembangunan Dana Desa Menurut Permen Desa PDTT Nomor 16 Tahun 2018
Pertama, penggunaan dana desa diprioritaskan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan di bidang pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Kedua, penggunaan dana desa harus dapat digunakan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan prioritas yang bersifat lintas bidang. Ketiga, penggunaan dana desa harus dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat desa berupa peningkatan kualitas hidup, kesejahteraan, dan penaggulangan kemiskinan, serta peningkatan pelayanan publik di desa. Keempat, penggunaan dana desa tidak hanya pada program yang bersifat pembangunan fisik saja melainkan juga pembangunan sumber daya manusia yang berada di desa.
Kelima, penggunaan dana desa harus dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa seperti pengadaan pembangunan serta pemeliharaan harta, sarana dan prasarana  untuk memenuhi kebutuhan seperti transportasi, energi, dan beberapa manfaat kebutuhan lainnya. Keenam, dana desa harus dapat meningkatkan pelayanan publik di desa berupa kegiatan di bidang kesehatan seperti penyediaan air bersih, dan sanitasi, pemberian makanan tambahan untuk bayi dan balita, hingga pelatihan pemantauan perkembangan kesehatan ibu hamil atau ibu menyusui serta kegiatan lainnya. Ketujuh, penggunaan dana desa seperti program pembangunan sarana olah raga desa serta peningkatan sumber daya manusia yaitu program kegiatan padat karya termasuk penanganan masalah kemiskinan dan juga pengangguran di desa dengan menciptakan lapangan kerja baru harus diputuskan melalui musyawarah desa.
Dana Desa Agen Perubahan Untuk Kemajuan Indonesia
Lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang dalam substansinya mengamanatkan desa sebagai subyek pembangunan melalui alokasi dana desa sejatinya merupakan sebuah oase harapan akan lahirnya Indonesia baru. Indonesia yang adil, makmur, sejahtera, dan maslahat. Indonesia yang semakin minim kesenjangan, kemiskinan, dan ketimpangan sosial. Secara empirik (data), telah terbukti dana desa dari tahun ke tahun mampu mengikis angka kemiskinan di desa, namun kedepan tentu diperlukan upaya-upaya konstruktif dan sinergis agar dana desa benar-benar bisa menjadi agent of change bagi kemajuan desa maupun kemajuan Indonesia secara umum. Dan hal ini hanya bisa terwujud jika dana desa sebagai instrumen pembangunan desa bisa tersalurkan secara optimal dan tepat sasaran.
Secara ghiroh dan spirit, adanya kebijakan dana desa adalah sebuah kebijakan yang progresif dan pro terhadap percepatan dan pemerataan pembangunan. Membangun Indonesia dari desa dengan pendekatan bottom to top merupakan langkah brilian sebagai instumen untuk membangun Indonesia yang lebih maju dan sejahtera. Secara praksis-implementatif ghiroh dan spirit agung dari dana desa ini hanya bisa terwujud jika ada peran sinergis dan konstruktif antara semua elemen bangsa. Marilah kita semua elemen bangsa bersinergi, gotong royong untuk memajukan Indonesia, mendorong kemajuan Indonesia dengan membangun Indonesia dari bawah, dari desa. Mengapa dari desa ? karena desa adalah pondasi dan infrastruktur bagi bangsa ini. Jika desa maju dan sejahtera, maka Indonesia kita tercinta juga pasti maju dan sejahtera.

“Desa adalah sari pati Indonesia, tempat di mana puluhan juta masyarakat Indonesia tinggal. Membangun desa berarti membangun ragawi Indonesia. Membangun Indonesia seutuhnya”
           
           

           
           
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar