Senin, 20 Juli 2020

PERAN DAN MAKNA KELUARGA DALAM PERSPEKTIF TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL: RESTORASI DI TENGAH PANDEMI COVID-19



Sebelum membahas lebih jauh mengenai peran dan makna keluarga dalam perspektif teori struktural fungsional, akan lebih baik jika terlebih dahulu kita kaji apa pengertian dari keluarga itu sendiri. Tidak mudah mendefinisikan pengertian keluarga, mengingat keluarga sendiri merupakan entitas yang memiliki pijakan dimensi yang luas. Dalam arti sempit, keluarga didefinisikan sebagai hubungan yang dilandasi karena adanya garis genealogis (pertalian darah atau keturunan).
Selanjutnya, dalam arti luas, keluarga didefinisikan sebagai hubungan yang dilandasi karena adanya persamaan garis primordial-geografis. Dalam arti yang sangat luas, keluarga bisa direfleksikan sebagai sebuah hubungan yang terwujud karena adanya ikatan bathin dan emosional walaupun tanpa ada garis genealogis maupun garis primordial-geografis.
Jadi, bisa dipahami bahwa keluarga adalah sebuah entitas yang memiliki pijakan dimensi yang luas. Baik dimensi genealogis, dimensi primordial-geografis, maupun dimensi afeksi-psikologis. Keluarga dalam konteks dimensi genealogis misalnya mengejawantah dalam hubungan antara anak dan orang tua. Kemudian, keluarga dalam konteks dimensi primordial-geografis misalnya kekerabatan karena adanya garis kesukuan yang sama. Selanjutnya, keluarga dalam konteks dimensi afeksi-psikologis misalnya adalah terwujudnya hubungan kekeluargaan antara dua orang yang memiliki ikatan bathin dan emosional yang erat. Namun dalam tulisan ini, kerangka konseptual yang saya gunakan adalah terkait pengertian keluarga dalam arti sempit, yakni sebagai unit terkecil dari masyarakat yang terbentuk atas garis genealogis.
Keluarga dalam Perspektif Teori Struktural Fungsional
Teori struktural fungsional merupakan teori yang menegaskan bahwa kehidupan merupakan sebuuah sistem yang eksistensinya sangat dipengaruhi oleh bekerjanya sub-sub sistem dengan beragam fungsinya, meliputi: sub-sistem ekonomi dengan fungsi adaptasi, sub-sistem politik dengan fungsi pencapaian tujuan, sub-sistem sosial dengan fungsi integrasi, dan sub-sistem budaya dengan fungsi pemeliharaan pola. Teori struktural fungsional sendiri merupakan teori di bidang disiplin sosiologi yang bertujuan untuk mengkaji perubahan masyarakat. Teori ini digawangi oleh Robert K. Merton dan Tallcot Parsons.
Dalam pendekatan analogis-restriktif, keluarga dapat dikaji dengan pendekatan teori struktural fungsional, di mana mengidentifikasikan keluarga layaknya sebagai sebuah sistem yang terdiri dari beberapa sub-sistem dengan beragam fungsinya untuk mendukung eksistensi dan fungsionalisasi entitas keluarga itu sendiri. Dalam pendekatan teori struktural fungsional, maka terwujud hubungan respirokal antara anggota keluarga dengan keluarga sebagai kesatuan yang utuh. Maka dari itu, berbicara mengenai peran dan makna keluarga, maka akan terkanalisasi mengenai hubungan fungsionalisasi timbal-balik antara anggota keluarga dan keluarga sebagai sistem yang utuh.
Ditinjau dari perspektif teori struktural fungsional, makna dan peran keluarga mengejawantah dalam 4 tataran sub-sistem yang masing-masing memiliki peran fungsional secara timbal balik.
Pertama, afeksi. Keluarga merupakan sumber kasih sayang. Tempat kita merasakan kasih sayang dan tempat bagi kita untuk berbagi kasih sayang. Kasih sayang yang tertanam secara intim dalam relasi keluarga akan memiliki pengaruh penting dalam pembentukan karakter para anggota keluarga dalam institusi kehidupan yang lebih luas. Lebih dari itu, values tertinggi dalam sebuah keluarga pada dasarnya adalah kasih sayang. Sinergi kasih sayang akan memiliki dampak positif baik dalam tataran individu dalam keluarga, tataran relasi intra-keluarga, dan tataran eksternal keluarga yakni dalam realitas pergaulan sosial-kemasyarakatan. Secara psikologis, internalisasi afeksi memiliki pengaruh besar dalam menentukan harmonisasi individu, harmonisasi keluarga, dan harmonisasi struktur sosial.
Kedua, motivasi. Keluarga merupakan sumber motivasi. Tempat kita berbagi motivasi dan tempat bagi kita untuk mendapatkan stimulasi motivasi. Keluarga merupakan sumber semangat bagi organ individu dalam mengarungi kerasnya roda kehidupan. Keluarga adalah entitas yang relatif selalu ada dalam segala kondisi. Baik suka maupun duka, keluarga selalu hadir memberikan motivasi baik secara langsung maupun tidak langsung yang menghadirkan stimulasi energi secara psikologis dan emosional agar masing-masing anggota keluarga mampu mencapai batas potensial terbaik yang dimilikinya.
Ketiga, kognitif-edukasi. Keluarga merupakan tempat bagi kita untuk berbagi sekaligus mendapatkan pembelajaran dan tauladan tentang point of view dan values of life yang kemudian memiliki pengaruh besar dalam membentuk sudut pandang dan karakter kita dalam melihat dan menganalisa sebuah fenomena dan dinamika pada sebuah konstruksi ekosistem bernama realitas kehidupan. Keluarga merupakan institusi pertama, paling dini bagi seseorang dalam mendapatkan internalisasi nilai-nilai edukatif. Setelah dewasa, keluarga juga dapat menjadi kanalisator bagi masing-masing anggota keluarga agar selalu hidup on the track sesuai norma agama dan norma sosial-kemasyarakatan.
Keempat, material. Keluarga merupakan institusi bagi kita untuk berbagi material maupun mendapatkan impact material. Tak dapat dipungkiri, kehidupan ini membutuhkan aspek material dalam segala derivasinya. Material merupakan unsur penting bagi manusia dalam menunjang kehidupan. Makan, sekolah, rumah, baju, dan lainnya semua membutuhkan daya material. Keluarga kemudian mengejawantah sebagai tempat akumulasi material yang memiliki fungsi distribusi agar para anggota keluarga dapat mendapatkan pemenuhan kebutuhan hidupnya secara layak. Maka dari itu, kondisi material sebuah keluarga akan memiliki dampak penting dalam pembentukan karakter dan kualitas seorang individu baik secara langsung maupun tidak langsung.
Mengembalikan Keluarga Pada Khitahnya.
Era milenium dan globalisasi ditandai dengan meningkatnya perkembangan teknologi. Teknologi di satu sisi memang memiliki dampak yang positif dalam rangka menunjang efektifitas dan efisiensi hidup. Namun, di sisi lain memiliki dampak yang negatif berupa berkurangnya sensitifitas dan kolektifitas hidup serta interaksi dalam sebuah relasi termasuk dalam relasi keluarga.
Minimnya interaksi dalam relasi keluarga, membuat institusi keluarga tidak mampu melaksanakan fungsinya dalam kerangka relasi struktural fungsional. Keluarga tidak mampu menjalankan fungsi afeksi, motivasi, kognitif-edukasi, bahkan material secara optimal. Akibatnya, individu semakin jauh dalam entitas keintiman keluarga. Hal ini mewujudkan beberapa dampak negatif, baik kepada relasi individu dalam intra-keluarga maupun terhadap struktur sosial.
Bagi struktur sosial, minimnya peran institusi keluarga, melahirkan individu-individu bercorak individualistik, oportunis, hingga kriminalitas akibat tidak adanya kanalisator untuk me-manage dan maintanance energi dan tekanan hidup mereka ke arah yang positif. Misalnya, minimnya fungsi kasih sayang dan edukasi misalnya karena brokenhome tentu memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk karakter seorang individu. Di mana potensi untuk melahirkan efek derivasi yang negatif tentu akan lebih besar.
Di tengah wabah pandemi Covid-19 yang saat ini tengah melanda Indonesia dan seluruh dunia, ternyata ada sisi positif yang mengandung blessing in disguise. Yakni meningkatnya intimate keluarga. Terbatasnya ruang gerak secara intensitas maupun kapasitas, memaksa ruang sosial terdistraksi dalam sekup yang lebih kecil, bernama keluarga. Di tengah pandemi Covid-19, keluarga seakan kembali bermertamorfosa sebagai struktur yang memiliki dimensi fungsionalnya secara beragam. Baik afeksi, motivasi, kognitif-edukasi, hingga material.
Aktivitas spiritual, entertain, pekerjaan, sharing, rekreatif, hingga olahraga dapat dilakukan bersama keluarga. Sebuah pola hubungan yang mungkin akan sulit dilakukan di saat sebelum adanya wabah pandemi Covid-19. Sebelum wabah pandemi Covid-19, pola aktivitas masing-masing individu praktis habis untuk bekerja, belajar, dan bermain di luar. Selanjutnya, ketika di rumah, rasa capek dan lelah lebih banyak digunakan untuk my time dengan bermain gadget dan mengurung diri di dalam kamar. Hal inilah yang membuat nilai fungsional keluarga mengalami degradasi yang pada akhirnya berimplikasi negatif, baik terhadap intimate intra-keluarga maupun terhadap lingkungan sosial secara tidak langsung.
Pandemi Covid-19, secara tidak langsung mampu merestorasi kembali peran dan makna keluarga pada khitahnya sebagai institusi yang menjalankan peran terstruktur secara fungsional. Keluarga kembali mampu menjalankan fungsi afeksi, fungsi motivasi, fungsi kognitif-edukasi, dan fungsi material secara optimal. Sebuah momentum yang agaknya menjadi bahan refleksi dan kontemplasi bagi masing-masing individu untuk mengkonstuksikan peran dan makna keluarga sebagaimana khitahnya dalam relasi respirokal-mutualistik.
Akhir sekali, pada dasarnya setiap manusia selalu memerlukan asupan ragawi dan non-ragawi agar tetap on the track. Keluarga merupakan sebuah konstruksi entitas besar yang memiliki beragam fungsi yang sangat penting bagi pemenuhan asupan ragawi (materil) maupun non-ragawi manusia. Hilangnya nilai fungsional dari sebuah institusi bernama keluarga, niscaya akan membuat manusia kehilangan asupan ragawi dan khususnya asupan non-ragawi yang sangat besar. Dan pandemi wabah Covid-19 sekarang ini seakan memberikan alarm dan bahan introspeksi bahwa keluarga adalah entitas kehangatan sejati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar