Rabu, 26 Agustus 2020

MAKNA KEMERDEKAAN INDONESIA: MEWUJUDKAN KEMERDEKAAN SUBSTANTIF

Tanggal 17 Agustus merupakan tanggal bersejarah bagi negara kita tercinta Indonesia. Sebuah tanggal sakral yang menandai dua momen penting. Pertama, terbebasnya bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan yang telah membuat rakyat menderita selama ratusan tahun, baik secara fisik, material, maupun psikologis. Kedua, lahirnya sebuah negara baru bernama Indonesia. 

Secara de facto tanggal 17 Agustus dimaknai sebagai hari lahirnya negara Indonesia yakni saat Soekarno bersama Moh Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta pada tanggal 17 Agustus tahun 1945. Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus tahun 1945 sendiri memiliki empat makna penting bagi bangsa Indonesia. 

Pertama, kemerdekaan merupakan puncak perjuangan bangsa Indonesia lepas dari belenggu penjajahan. Kemerdekaan yang diraih Indonesia saat itu merupakan buah dari perjuangan, pengorbanan, dan persatuan yang dibalut oleh tekad bulat untuk hidup merdeka sebagai sebuah bangsa yang berdaulat. 

Kedua, kemerdekaan memberikan kebebasan dan kedaulatan kepada negara Indonesia untuk menentukan nasibnya sendiri dan bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri. Oleh karena itu, kebebasan dan kedaulatan ini hendaknya mampu dimanfaatkan dan dikelola secara baik demi kelangsungan bangsa Indonesia kedepan. 

Ketiga, kemerdekaan merupakan jembatan emas dalam mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Kemerdekaan adalah modal dasar bagi sebuah negara untuk membangun dan mewujudkan keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyatnya. 

Keempat, kemerdekaan adalah anugerah dari Tuhan sebagai hasil jerih payah, perjuangan, serta pengorbanan dari para pejuang dan pahlawan pendahulu kita. Oleh karenanya, anugerah kemerdekaan ini hendaknya harus senantiasa kita jaga dan kita rawat bersama agar kemerdekaan ini bisa kekal dan tidak terenggut kembali oleh penjajahan dalam segala bentuk manifestasinya. 

Pada titik ini, kemerdekaan secara alamiah memberikan sebuah rasa keterikatan (interrelation) dan tanggungjawab moral untuk manunggal sebagai sebuah bangsa. Menanamkan spirit kolektif untuk bahu membahu dalam merawat dan mempertahankan kemerdekaan yang telah diraih dengan tumpahan darah dan tumbangnya ribuan nyawa. 

Menurut Otto Bauer, bangsa adalah suatu kelompok manusia yang memiliki persamaan karakter karena adanya persamaan nasib. Dalam konteks bangsa Indonesia, persamaan nasib yang dimaksud tentu adalah pahitnya belenggu penjajahan yang dulu dirasakan oleh segenap rakyat Indonesia. 

Secara lebih dalam, anugerah kemerdekaan yang kita miliki saat ini hendaknya harus dimaknai secara bijak dan produktif guna membawa kemaslahatan bersama. Konkretnya, kemerdekaan fisik yang kita miliki saat ini harus tetap kita jaga dan selanjutnya kita ejawantahkan guna mewujudkan kemerdekaan yang substansial. 

Kemerdekaan substansial adalah terwujudnya peri-kehidupan negara yang berdikari, sejahtera, berjati diri, dan demokratis. Kemerdekaan substansial tidak hanya sekadar entitas kemerdekaan dalam arti fisik, melainkan kemerdekaan secara struktural, material, dan kultural yang meliputi: berdikari secara ekonomi yang ditandai dengan terwujudnya kesejahteraan dan keadilan sosial, berdaulat secara politik yang ditandai dengan adanya daulat negara tanpa intervensi bangsa lain, dan berkepribadian dalam budaya yang ditandai dengan mengejawantahnya nilai budaya dan falsafah bangsa dalam pri-kehidupan sosial masyarakat. 

Kemerdekaan secara substansial sendiri hanya bisa terwujud dengan adanya empat modal sosial-politik. Pertama, adanya persatuan dan kesatuan bangsa (terjalinnya ikatan kohesifitas sosial-kebangsaan). Persatuan dan kesatuan bangsa adalah modal utama untuk membangun kemerdekaan substansial. Relasi kewargaan yang egaliter dan ruang sosial yang inklusif harus terus dirajut agar potensi-potensi yang dimiliki oleh bangsa ini baik potensi material, kultural, maupun personal dalam dioptimalisasi guna mewujudkan tujuan-tujuan negara sebagaimana amanat pembukaan UUD NRI Tahun 1945 alinea IV. 

Kedua, adanya pemerintah yang pro kepada rakyat dan pro kemandirian. Kita membutuhkan pemerintah yang berdaulat. Pemerintah yang memiliki ketulusan moral dan keberanian sikap untuk membawa rakyat kepada gerbong bestari bernama keadilan dan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, pemimpin yang memiliki kapasitas dan ghiroh politik yang pro kepada rakyat dan pro kemandirian harus kita produce dalam pemilu. Pemilu harus kita optimalisasi sebagai katalis fungsional untuk membawa perubahan dan kemaslahatan publik. 

Ketiga, adanya ruang sosial yang egaliter, inklusif, dan kuyup dengan nafas nilai-nilai sosio-kultural. Egaliter dan inklusif adalah modal relasi bagi kehidupan modern yang berkemajuan. Negara tidak akan bisa maju tanpa adanya kesetaraan dan keterbukan untuk membangun sinergi secara inklusif. Di sisi lain, relasi egaliter dan inklusif harus dilandasi dengan nilai-nilai sosio-kultural agar arah orientasi, kearifan, dan identitas bangsa tetap membumi dalam ruang sosial dan civic culture

Keempat, adanya kehidupan demokrasi dan nomokrasi yang substantif dan sinergis. Relasi demokrasi dan nomokrasi merupakan dua hal penting dalam entitas kehidupan negara. Demokrasi tanpa nomokrasi akan menyebabkan tirani dan kebebasan destruktif. Sedangkan nomokrasi tanpa demokrasi akan melahirkan pemerintahan otoritarianisme. 

Oleh karena itu, senyawa nomokrasi dan demokrasi musti berjalan beriringan dalam basis relasi yang sinergis dan integratif guna mewujudkan idealitas tertib bernegara. Maka dari itu, tugas kita bersama saat ini dalam rangka menciptakan kemerdekaan substansial adalah dengan membangun ketiga modal sosial-politik tersebut agar membumi secara nyata dalam ruang sosial kebangsaan kita. 

Persatuan dan kesatuan harus senantiasa kita rajut. Pemerintah yang pro rakyat dan pro kemandirian harus kita wujudkan (pilih) dalam pemilu. Kehidupan demokrasi dan nomokrasi harus kita bangun bersama. Konkretnya, kemerdekaan secara formal ini harus kita rawat sebagai basis sosial-politik untuk mewujudkan arti kemerdekaan yang lebih besar yakni kemerdekaan substantif. 

Untuk mewujudkan kemerdekaan substantif tentunya diperlukan sebuah gerakan common sense kebangsaan secara kolektif dan integral dari seluruh elemen bangsa baik rakyat, eksekutif, legislatif, yudikatif, partai politik, masyarakat sipil, dan pers tentu sesuai peran dan porsinya masing-masing. 

Tidak mudah memang membangun sebuah common sense kebangsaan secara kolektif dan produktif, namun jika kita bersama mau dan mampu menurunkan ego, hasrat pribadi, dan oportunitas sembari mengedepankan semangat sinergitas, denyut kolektifitas, dan ghiroh gotong royong sebagai satu kesatuan bangsa, maka tiada yang tidak mungkin untuk bisa dilakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar