Rabu, 09 Desember 2020

REFLEKSI 28 TAHUN PELINDO IV

 

Historisitas Pelindo IV

PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) atau Pelindo IV merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang kepelabuhan. PT Pelindo IV didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1991 tentang Pengalihan bentuk Perseroan Umum Pelabuhan IV menjadi Perseroan Terbatas yang anggaran dasarnya disahkan melalui akta nomor 7 tahun 1992 oleh Notaris Imas Fatimah S.H. di Jakarta. Oleh karena itu, secara yuridis, PT Pelindo IV lahir sejak penandatanganan Anggaran Dasar Perusahaan oleh Sekjen Dephub berdasarkan Akta Notaris Imas Fatimah Nomor 7 tanggal 1 Desember tahun 1992.

Dikutip dari inaport4.co.id, PT Pelindo IV memiliki latar belakang sejarah nan panjang yang terbagi dalam beberapa tahapan dan merupakan alur kronologis bagi kelahiran dan keberadaan PT Pelindo IV pada tahun 1992 yang bertahan hingga sekarang. Pertama, tahun 1957-1960. Pada masa awal kemerdekaan, pengelolaan pelabuhan berada dibawah koordinasi Djawatan Pelabuhan. seiring dengan adanya nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan milik Belanda dan dengan dikeluarkannya PP No. 19/1960, maka status pengelolaan pelabuhan dialihkan dari Djawatan Pelabuhan berbentuk badan hukum yang disebut Perusahaan Negara (PN).

Kedua, tahun 1960-1963. Berdasarkan PP No. 19 tahun 1960 tersebut pengelolaan pelabuhan umum diselenggarakan oleh PN pelabuhan I-VIII. Di kawasan Timur Indonesia sendiri terdapat 4 PN Pelabuhan yaitu: PN Pelabuhan Banjarmasin, PN Pelabuhan Makassar, PN Pelabuhan Bitung, dan PN Pelabuhan Ambon. Ketiga, tahun 1964-1969. Pada masa order baru, pemerintah mengeluarkan PP 1/1969 dan PP 19/1969 yang melikuidasi PN Pelabuhan menjadi Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP) yang di pimpin oleh Administrator Pelabuhan sebagai penanggung jawab tunggal dan umum di pelabuhan. Dengan kata lain aspek komersial tetap dilakukan oleh PN Pelabuhan, tetapi kegiatan operasional pelabuhan dikoordinasikan oleh Lembaga Pemerintah yang disebut Port Authority.

Keempat, tahun 1969-1983. Pengelolaan Pelabuhan dalam likuiditas dilakukan oleh Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP) berdasarkan PP 1/1969 dan PP 18/1969. Dengan adanya penetapan itu, pelabuhan dibubarkan dan Port Authority digantikan oleh BPP. Kelima, tahun 1983-1992. Status pelabuhan dalam likuidasi yang di kenal dengan BPP berakhir dengan keluarnya PP 11/1983 dan PP 17/1983 yang menetapka bahwa pengelolaan pelabuhan dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk Perusahaan Umum (Perum). Keenam, tahun 1992 hingga sekarang. Dilandasi oleh pertimbangan peningkatan efisiensi dan efektifitas perusahaan serta dengan melihat perkembangan yang dicapai oleh perum pelabuhan IV, pemerintah menetapkan melalui PP 59/1991 bahwa pengelolaan pelabuhan di wilayah Perum Pelabuhan IV dialihkan bentuknya dari Perum menjadi (Persero). selanjutnya Perum Pelabuhan Indonesia IV beralih menjadi PT (Persero) Pelabuhan Indonesia IV.

Peran Filantropi Pelindo IV Untuk Indonesia Maju

Eksistensi sebuah BUMN sejatinya tidak hanya berorientasi pada aspek materil atau mencari keuntungan semata, tetapi lebih jauh dari itu, sebuah BUMN hendaknya juga mampu memberikan dampak konstruktif kepada masyarakat untuk bangkit dari ketertinggalan dengan melakukan peran-peran filantropi untuk mendorong terwujudnya pembangunan sumberdaya manusia, pembangunan infrastruktur, mendukung terwujudnya kemandirian, kesejahteraan, dan pemerataan ekonomi.

28 tahun tentunya bukan waktu yang sebentar bagi BUMN PT Pelindo IV untuk mengukir berbagai kontribusi melalui peran-peran filantropi guna mendukung kemajuan Indonesia. Peran filantropi adalah sumbangsih positif berdasarkan sikap responsibility yang tulus terhadap masyarakat, bangsa, dan negara.

Dari segi infrastruktur, PT Pelindo IV telah melakukan pembenahan-pembenahan serius dalam 5 tahun kebelakang. Salah satunya, pembangunan Makassar New Port yang merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional. Pada 2016 lalu, Pelindo IV juga telah membangun infrastruktur memadai di 8 pelabuhan, meliputi: Pelabuhan Sorong, Bitung, Tarakan, Ternate, Kendari, Manokwari, Jayapura, dan Merauke. Pembangunan infrastruktur tentunya memiliki basis makro (tidak langsung) terkait hubungan respirokal antara PT Pelindo IV dan masyarakat.

Selain dari segi infrastruktrur, PT Pelindo IV juga melaksanakan peran filantropi secara mikro (langsung) melalui kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) dan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) khususnya di wilayah kawasan timur Indonesia. CSR DAN PKBL bertujuan untuk mendorong terwujudnya kemandirian dan kesejahteraan sosial bagi masyarakat. Kegiatan CSR PT Pelindo IV selalu fokus pada 6 program, yakni pengentasan kemiskinan, pelestarian alam, pemberdayaan kesehatan masyarakat, pemberdayaan pendidikan masyarakat, sarana peribadatan, serta pemberdayaan infrastruktur. Pada tahun 2019 sendiri, PT Pelindo IV menyalurkan total bantuan CSR sebesar 15,78 miliar rupiah.

Ekses dari program CSR dan PKBL meliputi: bantuan usaha kepada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), bimbingan dan pelatihan melalui capasity building kepada setiap kelompok usaha yang mendapatkan bantuan dana PKBL, kerja sama dengan pemerintah daerah dan badan amal, donor darah sebagai ekspresi kemanusiaan secara rutin, bantuan sosial terhadap bencana alam, hingga mitigasi lingkungan sebagai basis sustanaible development.

Kemudian, di masa pandemi Covid-19, PT Pelindo IV juga responsif dengan memberikan CSR berupa bantuan APD, Masker, wastafel portable, hingga sembako guna mendukung kinerja pemerintah dalam rangka penanggulangan Covid-19. Khusus untuk kota Makassar tercatat hingga Juni 2020, PT Pelindo IV telah menyalurkan dana CSR sebesar 1,054 miliar rupiah. Bantuan tersebut disalurkan kepada pemerintah kota Makassar sebagai wujud sumbangsih PT Pelindo IV dalam mendukung upaya restorasi ekonomi dan pemutusan rantai penularan Covid-19.

Kepedulian dan konsistensi PT Pelindo IV di bidang CSR pun diganjar dengan 2 penghargaan TOP CSR Awards 2020 pada kategori Top CSR Awards #Star 4 untuk Perseroan dan Top Leader On CSR Comitment kepada Direktur Utama Pelindo IV, Prasetyadi. Ketua Penyelenggara TOP CSR Awards 2020 sekaligus Pemimpin Redaksi Majalah Top Business, Moh. Luthfi Handayani, menjelaskan bahwa kegiatan ini diikuti oleh 120 perusahaan finalis dari 200 perusahaan peserta (Sumber: Terkini.id, 07/08/2020, diakses 21/11/2020).

Arah CSR ke Depan

Meskipun kepedulian dan konsistensi PT Pelindo IV di bidang CSR tidak perlu diragukan lagi, namun tentu ada hal-hal yang perlu diperbaiki guna menunjang kontribusi yang sustanaible demi mendukung kemajuan Indonesia. Khususnya terkait pembangunan di bidang sumber daya manusia melalui pendidikan. Pendidikan adalah infrastruktur fundamental sekaligus investasi jangka panjang bagi kemajuan suatu bangsa. Konkritnya, proporsionalitas dan urgensi pendidikan bagi masyarakat khususnya di kawasan Indonesia timur perlu mendapat atensi lebih.

Menurut rilis terbaru BPS pada tahun 2019, Indeks Pembangunan Manusia tingkat provinsi terendah di Indonesia mayoritas didominasi oleh provinsi-provinsi di kawasan timur Indonesia, terendah ditempati oleh provinsi Papua dengan nilai IPM 60,84. Tercatat provinsi dengan nilai IPM terendah dari peringkat 34-31 ditempati oleh provinsi di kawasan timur Indonesia, berurutan: Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Barat  (Sumber: tirto.id, 17/02/2020, diakses 21/11/2020).

Indeks Pembangunan Manusia sendiri adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara di seluruh dunia. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk). IPM dapat menentukan peringkat atau level pembangunan suatu wilayah/negara (Sumber: indopolitika.com, 27/08/2019, diakses 21/11/2020).

Di sisi lain, Menteri BUMN, Erick Thohir turut mengritisi bahwa CSR BUMN belum fokus pada sektor pendidikan di Indonesia. Menurut Erick, dana CSR BUMN yang mengalir ke sektor pendidikan hanya 22 persen setiap tahun (Sumber: cnbcindonesia.com, 14/12/2019, diakses 21/11/2020). Erick Thohir akan menaikkan CSR pendidikan kalau bisa 30 persen. Menurut Erick Thohir, CSR BUMN lebih banyak dialokasikan untuk bidang sosial dan ekonomi, sedangkan di bidang pendidikan masih minim.

Maka dari itu, ke depan CSR PT Pelindo IV harus dioptimalisasi secara proporsional untuk bidang pendidikan. Ada dua alasan urgen terkait hal ini. Pertama, pendidikan adalah basis infrastruktur dan pembangunan kualitas manusia yang sangat vital dalam mendorong kemajuan bangsa. Tidak ada bangsa yang maju tanpa memiliki pendidikan yang berkualitas. Kedua, terkait realitas IPM di provinsi-provinsi kawasan Indonesia timur yang masih berada di papan bawah untuk ukuran IPM per provinsi di Indonesia. Di sisi lain, peran-peran filantropi yang dikerjakan oleh PT Pelindo IV maupun oleh BUMN-BUMN lain hendaknya juga didukung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar