Kamis, 18 Februari 2021

ROMANTIKA CHRISTIAN LENGLOLO DAN PSIR REMBANG

 

         

Christian Lenglolo merupakan salah satu dari sekian banyak pemain asing dari benua Afrika yang pernah merasakan kerasnya kompetisi liga Indonesia. Sebelum itu, ternyata ada kisah unik yang melatarbelakangi mengapa Lenglolo hijrah ke Indonesia. Sebelum hijrah ke Indonesia, Lenglolo membela klub asal negaranya Kamerun, Union Douala.

Di klub kompetisi kasta tertinggi liga Kamerun tersebut Lenglolo muda (usia 18 tahun) mampu menjadi sosok penting dan turut berkontribusi besar dalam mengantarkan klubnya Union Douala mentas di final piala Kamerun. Lenglolo selalu mengisi starting eleven dari babak penyisihan hingga semifinal, sayangnya di partai final, sang pelatih Union Doulala memarkir Lenglolo di bangku cadangan. Hal tersebut membuat Lenglolo kecewa berat dan akhirnya memutuskan pindah klub di musim selanjutnya. Gayung pun bersambut, sang agen menawarkan Lenglolo untuk bermain di liga Indonesia. Sebuah negara yang sangat asing bagi Lenglolo waktu itu.

Di Indonesia, karir pemain yang akrab di sapa “Lolo” ini dimulai dari klub raksasa asal Indonesia Timur, Persipura Jayapura pada musim 2005.  Berduet dengan rising star Boaz Sollosa di lini depan dan disokong oleh gelandang kharismatik Eduard Ivakdalam di lini tengah, Lenglolo berhasil membawa Persipura merengkuh gelar juara liga Indonesia untuk pertama kalinya pada musim kompetisi liga Indonesia 2005/2006.

Setelah sukses di awal karirnya di Indonesia bersama Mutiara Hitam, Lenglolo kemudian berlabuh di klub Persikota Tangerang pada musim 2006/2007. Selanjutnya, Lenglolo berlabuh di klub Sriwijaya fc. Di klub inilah Lenglolo membentuk trio maut bersama Anaore Obiora dan Keith Kayamba Gumbs dan sukses mengantarkan Sriwijaya fc meraih double winners dengan menyandingkan trofi liga Indonesia dan copa Indonesia.

Sukses bersama Sriwijaya, karir Lenglolo kemudian mengalami kemerosotan, terutama disebabkan karena faktor cedera yang menghinggapinya. Tercatat, Lenglolo hanya membela klub semenjana macam Persema Malang dan PSBI Blitar. Di dua klub tersebut, Lenglolo tak banyak berkontribusi.

Akhirnya pada musim 2011/2012 Lenglolo berlabuh di klub kebanggaan wong Rembang, PSIR Rembang yang ketika itu berkompetisi di kasta kedua, tepatnya divisi utama liga prima Indonesia. Di klub berjuluk Laskar Dampo Awang inilah Lenglolo kembali menemukan peak performance.

Bahkan, di klub PSIR Rembang inilah prestasi personal terbaik berhasil diraih Lenglolo di sepanjang karirnya. Di PSIR Rembang, Lenglolo didapuk menjadi kapten tim, ujung tombak tim, top skor tim, dan pemain paling berpengaruh baik di luar maupun di dalam lapangan. Sebuah “previlege” yang tidak ia dapatkan ketika membela Persipura dan Sriwijaya.

Singkat cerita, Lenglolo berhasil membawa PSIR Rembang finis di posisi kedua grup 2 kompetisi divisi utama liga prima Indonesia musim 2011/2012 sekaligus promosi ke Indonesia Premier League (IPL), kompetisi kasta teratas yang resmi saat itu. PSIR sendiri tercatat finis dibawah Persepar Palangkaraya serta berhasil mengangkangi klub-klub sarat tradisi macam Persik Kediri, PSIS Semarang, Persis Solo, dan PSS Sleman.  Sedangkan Lenglolo tercatat berhasil mencetak 11 gol dari 18 laga. Catatan yang sangat impresif.

Kompetisi divisi utama liga prima Indonesia musim 2011/2012 sendiri adalah salah dua musim terbaik sepanjang sejarah klub PSIR Rembang selain kompetisi perserikatan PSSI musim 1993/1994 dimana PSIR mampu lolos hingga babak 8 besar nasional. Di musim 2011/2012, PSIR Rembang dilatih oleh duet pelatih mantan legenda PSIR, Hariyanto dan Bambang Handoyo yang bermaterikan pemain lokal asli Rembang yang sarat potensi macam: Kusen “Dono” Riandi, Yoni Ustaf, Heru Wibowo, Efendi Bendot, Amirul “Dalbo” Fafa, Rapi’i, Edi Santoso, Koko Hartanto, Suyono, Heppi, serta diback-up pemain asing berpengalaman, seperti Eric Awoundja, Abunouw Lapula, dan tentunya il capitano Cristian Lenglolo.

Pada musim itu, PSIR dikenal sebagai klub yang tangguh, jago kandang, dan memiliki pertahanan yang sangat kuat. Rekor kandang PSIR adalah 8 kali menang dan 1 kali seri dengan hanya 2 kali kebobolan. Di akhir kompetisi, PSIR juga tercatat sebagai klub yang paling sedikit kebobolan, yakni 16 kali kebobolan dari 18 laga.

Di musim selanjutnya, Lenglolo masih setia membela PSIR mentas di kompetisi kasta tertinggi nasional, tepatnya kompetisi IPL musim 2012/2013. Sayangnya adanya konflik internal dan eksternal membuat Lenglolo memutuskan hijrah ke Persijap Jepara di akhir musim. Namun, ia hanya bertahan setengah musim di kota ukir. Setengah musim berikutnya Lenglolo memutuskan kembali ke PSIR Rembang yang ketika itu mentas di kompetisi divisi utama musim 2014 (kasta kedua). Lenglolo masuk di putaran kedua.

Kompetisi divisi utama musim 2014 inilah menjadi musim terakhir Lenglolo membela PSIR Rembang. Sanksi FIFA terhadap PSSI yang membuat tidak adanya kompetisi pada tahun 2015 dan adanya larangan partisipasi pemain asing bagi klub kasta kedua, membuat kisah romantika Lenglolo bersama PSIR harus terputus. Total 2,5 musim Lenglolo mampu menjadi magnet bagi pecinta sepakbola kota Rembang. Ketajaman, ketenangan, dan body balancenya yang sangat kuat akan selalu terngiang di kepala para pecinta sepak bola Rembang yang pernah melihat aksi-aksinya di Stadion Krida Rembang.

Pernah suatu ketika saya bertanya langsung kepada Lenglolo mengapa di bisa tokcer ketika bermain di PSIR. Lenglolo menjawab karena faktor kenyamanan. Rasa kekeluargaan yang hangat dari pemain lokal Rembang dan seluruh elemen klub membuat dia merasa nyaman di Rembang, walaupun pada musim 2013 ada beberapa konflik internal yang membuatnya memutuskan hijrah sebentar ke Jepara dan akhirnya kembali lagi.

Meksi tidak terlalu lama membela PSIR (2,5 musim) namun rasa cinta, memorabilia, dan kerinduan niscaya akan selalu terikat erat antara Lenglolo dan PSIR Rembang.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar