Sabtu, 23 Desember 2017

KRIMINALISASI ZINA DAN LGBT


Kriminalisasi adalah upaya memformulasikan perbuatan yang sebelumnya bukan tindak pidana menjadi tindak pidana melalui proses legislasi secara resmi dengan tujuan untuk diberlakukan terhadap masyarakat.

Perbuatan yang di kriminalisasi idealnya adalah perbuatan-perbuatan yang menurut masyarakat bertentangan dengan rasa keadilan dan kesadaran hukum mereka (perbuatan tercela) serta perbuatan-perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian bagi kehidupan masyarakat, artinya perbuatan-perbuatan yang mencederai rasa keadilan dan kesadaran hukum masyarakat serta perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian bagi kehidupan masyarakat idealnya haruslah di formulasikan sebagai tindak pidana.

Misalnya perbuatan korupsi, pembunuhan, penipuan atau pencurian adalah perbuatan yang secara umum dianggap mencederai rasa keadilan dan kesadaran hukum masyarakat dan dapat menimbulkan kerugian bagi kehidupan masyarakat, oleh karena itu perbuatan tersebut pun di formulasikan sebagai tindak pidana.

Memformulasikan perbuatan yang mencederai rasa keadilan dan kesadaran hukum masyarakat serta perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian bagi mereka menjadi tindak pidana (di ancam pidana) menjadi penting guna mencegah maupun menanggulangi perbuatan tersebut agar perbuatan itu tidak terjadi berulang-ulang ( di minimalisir ), karena tujuan khusus dari hukum pidana sendiri adalah untuk melindungi masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang hendak merugikan kepentingan hukumnya, jika kepentingan hukum masyarakat terlindungi maka ketertiban umum, ketentraman, kedamaian dan kesejahteraan hidup masyarakat dapat tercapai.

Seperti yang di utarakan oleh prof Soetjipto Rahardjo bahwa hukum adalah untuk masyarakat, bukan masyarakat untuk hukum, hukum haruslah mampu menjadi sarana yang dapat memberikan rasa ketentraman, kedamaian, keserasian hidup dan kesejahteraan dalam hidup masyarakat, oleh sebab itu hukum harus mampu mengikuti perkembangan masyarakat maupun dinamika yang terjadi di dalamnya.

Di titik ini lalu apakah kriminalisasi terhadap perbuatan zina dan LGBT menjadi penting ?

Indonesia adalah sebuah negara yang berdasar atas ketuhanan yang maha esa, dimana masyarakatnya hidup berdasarkan spirit nilai-nilai ketuhanan yang bersumber dari ajaran agama yang dianut oleh masing-masing individu.

Eksistensi nilai-nilai agama ini bahkan di akui dan diperkuat dengan dijadikan sebagai salah satu bahan atau sumber hukum (materiil) bagi pembentukan peraturan perundang-undangan di negara ini, yang kemudian melahirkan norma hukum untuk ditaati oleh masyarakat (kesadaran hukum).

Negara Indonesia memang bukan negara agama, tetapi nilai-nilai agama telah menjadi hukum yang hidup (living law) dan keberadaan nya dijunjung tinggi oleh masyarakat, bahkan nilai-nilai agama mendapatkan tempat dan diakui sebagai bahan pembentuk atau sumber hukum bagi pembentukan hukum di negara ini, namun nilai-nilai agama tersebut memang hanya baru memiliki kekuatan yang memaksa apabila sudah diformulasikan sebagai sebuah hukum oleh negara (hukum positif).

Mengingat hal tersebut, bahwa negara Indonesia adalah negara yang berdasar atas ketuhanan yang maha esa yang begitu menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan keberadaan nilai-nilai agama tersebut diakui sebagai sumber hukum materiil, maka perbuatan yang bertentangan dengan ajaran-ajaran agama ( agama secara menyeluruh) di negara ini memang patut untuk di formulasikan sebagai sebuah perbuatan yang dilarang oleh undang-undang.

Perbuatan zina dan LGBT adalah perbuatan yang bertentangan dengan ajaran dan nilai-nilai agama, tidak hanya Islam tetapi seluruh agama yang ada di Indonesia, yaitu Kristen, Katholik, Budha, Hindu dan Khonghucu, oleh karena itu, sudah seharusnya perbuatan zina dan LGBT di formulasikan sebagai tindak pidana, karena perbuatan tersebut adalah perbuatan yang bertentangan dengan spirit nilai-nilai agama yang dianut oleh masyarakat.

Lebih dari itu, perbuatan zina dan LGBT juga memiliki beragam dampak buruk yang dapat menimbulkan kerugian bagi kehidupan masyarakat secara luas, seperti merusak peradaban, merugikan hak asasi anak, mencegah regenerasi manusia, penularan penyakit seksual dan lainnya.

Namun yang perlu digaris bawahi disini adalah bahwa kriminalisasi terhadap aktivitas LGBT adalah pada perbuatan seks nya atau aktivitas pelecehan seksual bukan perasaan nya, meskipun dia LGBT namun apabila dia tidak melakukan aktivitas seksual ataupun pelecehan seksual sesama jenis maka dia pun tidak bisa dipidana.

Sedangkan perbuatan zina pada dasarnya telah di formulasikan sebagai tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal 284 KUHP namun perbuatan zina yang terdapat dalam rumusan pasal tersebut dirasa masih belum memenuhi atau sesuai dengan rasa kesadaran hukum masyarakat, karena yang dapat dipidana oleh pasal tersebut hanyalah perbuatan zina yang dilakukan oleh seorang yang sudah menikah baik salah satu maupun keduanya, sedangkan apabila perbuatan zina dilakukan oleh kedua orang yang belum menikah maka perbuatan zina tersebut tidak akan bisa dipidana.

Hal ini tentu mencederai rasa keadilan dan kesadaran hukum masyarakat, mengingat perbuatan zina baik yang dilakukan oleh orang yang sudah menikah dan orang yang belum menikah sama-sama di benci dan mencederai rasa kesadaran hukum masyarakat, salah satu bukti sahih bahwa perbuatan zina adalah perbuatan yang dibenci oleh masyarakat adalah maraknya pelaku zina yang tertangkap tangan yang kemudian justru di adili oleh masyarakat sendiri seperti di arak keliling kampung, ditelanjangi maupun digunduli, hal ini menandakan bahwa perbuatan zina adalah perbuatan yang begitu dicela oleh masyarakat dan sudah sepatutnya perbuatan yang dicela oleh masyarakat tersebut diformulasikan sebagai tindak pidana.

Oleh karena itu, perbuatan zina yang ada saat ini haruslah formulasikan secara lebih komprehensif agar sesuai dengan rasa kesadaran hukum masyarakat, sehingga mencegah masyarakat untuk main hakim sendiri, kan salah satu tujuan adanya hukum yaitu untuk menghindari main hakim sendiri oleh masyarakat.

Maka dari itu, pemerintah bersama legislatif harus cepat tanggap dengan segera mengkriminalisasi perbuatan zina (lebih komprehensif) dan LGBT dalam undang-undang (KUHP), mengingat perbuatan tersebut memiliki beragam dampak buruk bagi kehidupan (merugikan masyarakat), bertentangan dengan nilai-nilai agama serta mencederai rasa keadilan dan kesadaran hukum masyarakat. Sehingga pada akhirnya tidak ada alasan untuk tidak mengkriminalisasi perbuatan zina dan LGBT.

Akan tetapi, ada hal yang tak kalah penting yang harus di perhatikan sebelum mengkriminalisasikan suatu perbuatan yaitu dengan mengukur dan memastikan kesiapan maupun kemampuan aparat penegak hukum serta sarana dan prasarana penunjang lainnya seperti jumlah lembaga pemasyarakatan, jumlah rutan dll, oleh karena itu sebagaimana diutarakan oleh prof Soedarto bahwa salah satu syarat yang harus diperhatikan dalam mengkriminalisasi suatu perbuatan adalah dengan memperhatikan kemampuan dan daya dukung aparat penegak hukum baik secara kualitas maupun kuantitas, jangan sampai aparat penegak hukum melampaui beban atau batas kemampuannya, jika itu terjadi maka pengkriminalisasian perbuatan tersebut tidak akan memiliki dampak yang efektif dalam kehidupan masyarakat.

kriminalisasi zina dan LGBT bukan pelanggaran HAM

Pihak yang pro terhadap zina dan LGBT sering menggunakan dalih pelanggaran HAM atas kriminalisasi kedua perbuatan tersebut, padahal sesuai konstitusi kita pasal 28 j ayat 2, pada dasarnya semua hak asasi manusia dapat dibatasi dengan undang-undang dengan tujuan untuk menjamin penghormatan terhadap hak asasi dan kebebasan orang lain serta untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan nilai-nilai agama, moral, keamanan, ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis.

Itu berarti, kriminalisasi terhadap perbuatan zina dan LGBT bukanlah sebuah pelanggaran terhadap HAM, karena memang semua perbuatan sebagai manifestasi dari pelaksanaan hak asasi manusia pada dasarnya bisa dibatasi oleh undang-undang sesuai dengan pertimbangan nilai-nilai agama, moralitas, keamanan dan ketertiban umum.

Zina dan LGBT adalah perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, moralitas dan ketertiban umum, maka sudah seharusnya perbuatan tersebut dibatasi dengan undang-undang, dengan menjadikan nya sebagai sebuah perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan diancam dengan pidana.

Hak asasi manusia janganlah dipandang dan dipahami dalam arti liberal yaitu kebebasan yang sebebas-bebasnya, karena paham seperti itu adalah tradisi masyarakat barat yang tentu bertentangan dengan tradisi masyarakat Indonesia yang berkiblat pada masyarakat timur yang begitu menjunjung tinggi adab, moral dan nilai-nilai agama sebagai batasannya.

Akhir sekali sebenarnya yang tak kalah penting dari upaya kriminalisasi terhadap perbuatan zina dan LGBT adalah bagaimana kita dapat merangkul dan memberikan perhatian kepada mereka ( kaum LGBT) sehingga mereka merasa tidak terkucilkan dan bisa hidup bersama secara normal di tengah-tengah masyarakat. Dengan begitu, diharapkan mereka dapat berkontribusi atau memberikan sumbangsih yang positif bagi kehidupan bangsa dan negara.

Karena pada dasarnya kaum LGBT membutuhkan bimbingan, binaan dan perhatian dari kita semua agar sembuh dan tak salah arah bukan justru malah dijauhi, dimusuhi dan dikucilkan.





                                    Selesai








Tidak ada komentar:

Posting Komentar