Jumat, 01 Desember 2017

MENJAGA BAHASA DAERAH


Bahasa adalah salah satu aspek penting dalam menunjang pergaulan hidup, bahasa membuat manusia bisa berkomunikasi, bergaul, berbaur dan melebur menjadi sebuah kesatuan dalam kehidupan sosial. Artinya, persamaan bahasa menjadi penting disini untuk membuat sekelompok manusia itu bisa berhubungan antara satu dengan yang lain. Selain itu, bahasa juga dapat menjadi ciri khas yang menjadi aspek pembeda antara negara, bangsa atau suku yang satu dengan negara, bangsa atau suku yang lain.

Bahasa pada hakikatnya adalah identitas atau jatidiri dari suatu bangsa, bahasa merupakan warisan leluhur yang secara turun temurun diwariskan dari generasi ke generasi baik melalui sarana lisan ataupun tulisan. Bahasa adalah manifestasi dari kebudayaan daerah setempat, oleh karenanya sangat dimungkinkan tiap tempat atau daerah memiliki bahasa yang berbeda meskipun masih dalam lingkup negara yang sama.

Di era globalisasi dan modernisasi zaman seperti sekarang ini, salah satu yang hal yang perlu mendapat perhatian serius baik oleh negara dalam hal ini pemerintah dan masyarakat adalah mengenai kelestarian bahasa daerah. Tak bisa dipungkiri, efek globalisasi dan modernisasi zaman berpotensi besar bisa mengancam kelestarian bahasa daerah, peleburan antara beragam budaya ( akulturasi ) dan dinamika pergaulan sebagai konsekuensi era globalisasi dan modernisasi zaman berpotensi dapat mengikis dan memusnahkan bahasa daerah.

Indonesia sebagai sebuah negara majemuk yang terdiri atas banyak suku tentunya juga memiliki beragam bahasa daerah yang menjadi ciri khas dari masing-masing daerah tersebut. Bahasa daerah atau sering disebut juga bahasa ibu, adalah bahasa intra etnis, bahasa penjalin keakraban, bahasa kebanggaan dan bahasa kebudayaan yang menjadi identitas atau jatidiri dari suatu daerah.

Menurut badan pengembangan dan pembinaan bahasa kementerian pendidikan dan kebudayaan yang telah melakukan validasi dan verifikasi bahasa daerah dari tahun 1991 hingga tahun ini mengatakan bahwa terdapat 652 bahasa daerah di Indonesia, hasil itu diambil dari 2452 daerah pengamatan, dan jumlah tersebut masih sangat mungkin bertambah mengingat pengamatan di wilayah Indonesia timur belum dilakukan.

Sementara menurut summer linguistik Indonesia memiliki kurang lebih 746 bahasa daerah yang sebagian kecil sudah mengalami kepunahan, menurut Prof. Dr. Mutamima Lauder seorang pakar linguistik dari Universitas Indonesia, di Indonesia ada 25 bahasa daerah yang hampir punah yang kebanyakan adalah bahasa daerah Maluku dan Papua seperti Ratahan, Salas, Woria, Kembra, Kwerisa, Emplawas, Kaibobo dan lainnya, Mutamima juga menambahkan bahwa telah ada 13 bahasa daerah yang telah punah seperti Hoti, Saponi, Hulung, Moksela, Hukumina, Loun, Serua, Ternatino dan lain-lain.

Selain itu, bahasa betawi yang notabene adalah bahasa daerah DKI Jakarta juga terancam punah lantaran penuturnya semakin sedikit, hal ini disebabkan karena fenomena heterogenitas dan akulturasi budaya yang tinggi di ibukota negara Indonesia tersebut sehingga menyebabkan terkikisnya budaya lokal khususnya bahasa daerah (bahasa betawi). Meski belum ada penelitian secara ilmiah tentang berapa jumlah pasti penutur bahasa betawi, namun dalam entitas kehidupan sehari-hari masyarakat Jakarta penutur bahasa betawi dipastikan jumlahnya kian menyusut.

Fenomena ini harusnya dapat menjadi bahan pembelajaran kedepan, agar bahasa daerah yang sekarang masih ada tidak menjadi punah dan terancam seperti halnya bahasa-bahasa daerah tersebut

Bahasa daerah pada dasarnya merupakan sumber kekayaan budaya nasional yang harus dihormati, dijaga,dipelihara dan dilestarikan. Karena jika musnah akan berakibat pada hilangnya identitas, jatidiri atau ciri khas dari daerah tersebut sekaligus juga mengurangi sumber kekayaan budaya nasional dan dunia.

Oleh karena itu, menjadi penting bagi pemerintah maupun masyarakat ( khususnya masyarakat daerah tersebut ) untuk menjaga, memelihara dan melestarikan bahasa daerah agar tidak musnah ditelan arus globalisasi dan perkembangan zaman.

Bahkan pentingnya bahasa daerah atau bahasa ibu juga mendapat pengakuan dari UNESCO, dengan ditetapkannya tanggal 21 Februari sebagai hari bahasa daerah atau bahasa ibu internasional. UNESCO mengerti bahwa bahasa daerah adalah warisan peradaban dan budaya dunia yang harus di jaga dan dipelihara.

Untuk menjaga kelestarian bahasa daerah dapat dilakukan dengan beragam upaya, yang dapat dilakukan oleh negara dalam hal ini adalah pemerintah, baik pusat maupun daerah, mengingat kewajiban menjaga dan memelihara bahasa daerah sendiri pada dasarnya merupakan tanggungjawab negara. Meskipun begitu, masyarakat setempat juga memiliki peranan yang tidak kecil bahkan lebih efektif, mengingat dalam kerangka praktis bahasa daerah itu hidup dan di gunakan oleh mereka sendiri ( penutur ).

Kewajiban negara untuk menjaga bahasa daerah ( kebudayaan ) dapat dilihat sebagaimana disebutkan dalam pasal 32 ayat 1 UUD NRI 1945 "negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya" selanjutnya pasal 32 ayat 2 menyebutkan "negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional".

Upaya negara (pemerintah) dalam menjaga dan memelihara kelestarian bahasa daerah dapat dilakukan dengan melakukan gerakan-gerakan yang memberi ruang bernafas bagi hidupnya penuturan bahasa daerah, seperti menyelenggarakan festival bahasa daerah secara rutin, melakukan penyerapan kalimat bahasa daerah ke dalam kamus besar bahasa Indonesia, memasukkan bahasa daerah sebagai muatan lokal di sekolah, dan upaya-upaya lainnya.

Sedangkan upaya paling efektif untuk menjaga dan memelihara bahasa daerah sebenarnya tergantung dari peranan masyarakat atau suku setempat dimana bahasa daerah tersebut hidup, karena merekalah yang pada dasarnya menjadi subyek penggunaan bahasa tersebut, merekalah yang memiliki, memahami dan menuturkan bahasa daerahnya itu, Prof. Cece Sobarna guru besar fakultas ilmu budaya Unpad menuturkan bahwa masyarakat hingga entitas paling kecil dari masyarakat yakni keluarga merupakan benteng terakhir bagi penguatan eksistensi bahasa daerah maupun kebudayaan lokal.

Oleh karena itu, masyarakat setempat dituntut untuk selalu aktif menggunakan bahasa daerahnya setidaknya dalam lingkup hubungan komunikasi dalam keluarga maupun di dalam pergaulan dengan masyarakat di daerah itu. Bahasa-bahasa daerah yang punah sebagian besar disebabkan karena generasi selanjutnya di daerah itu sudah tidak lagi mau menuturkan bahasa daerahnya, sedangkan para generasi lama telah meninggal dunia. fenomena ini dapat terjadi mengingat arus globalisasi dan akulturasi budaya yang begitu masif.

Punahnya bahasa daerah bisa juga disebabkan karena punahnya suku atau masyarakat setempat, oleh karena nya bahasa daerah yang telah punah biasanya merupakan bahasa daerah suku-suku pedalaman yang juga telah lenyap keberadaan nya. Lenyap nya kehidupan otomatis melenyapkan pula bahasa dan kebudayaan di situ.

Artinya, punah nya suatu bahasa daerah dalam kondisi normal dapat disebabkan karena dua hal, yaitu pertama karena tidak ada generasi penerus yang menuturkan bahasa daerah itu lagi dan kedua karena musnahnya suku atau masyarakat setempat itu sendiri.

Sedangkan sub-faktor dari sebab punahnya bahasa daerah yang pertama bisa disebabkan karena beberapa hal seperti perkawinan antar suku, kondisi sosial ekonomi yang membuat masyarakat merantau dan berhenti menuturkan bahasa daerah serta kurangnya kepedulian pemerintah setempat dan orang tua untuk mewariskan bahasa daerah kepada generasi selanjutnya sehingga generasi selanjutnya atau generasi penerus tidak mengerti akan bahasa daerahnya sendiri.

Oleh karena itu untuk menjaga bahasa daerah agar tetap hidup dan lestari diperlukan tanggungjawab dan peran yang sinergis antara pemerintah dan masyarakat, tanggungjawab dan peran pemerintah adalah bagaimana memberikan ruang bernafas bagi hidupnya bahasa daerah sedangkan tanggungjawab dan peran masyarakat adalah bagaimana untuk aktif dalam menggunakan dan menuturkan bahasa daerahnya setidaknya dalam lingkup komunikasi keluarga maupun dalam lingkup pergaulan masyarakat setempat.

Di era globalisasi dan perkembangan zaman seperti sekarang ini menguasai banyak bahasa memang penting mengingat pepatah "Batas dunia mu adalah bahasa mu" namun memelihara kearifan lokal berupa bahasa daerah juga tak kalah penting, mengingat disitulah jatidiri, identitas dan warisan leluhur suatu daerah. Kehilangan bahasa daerah berarti membuat masyarakat di daerah itu kehilangan jatidiri, identitas dan warisan leluhurnya.

Pada prinsipnya, hal terpenting dari aktivitas berbahasa adalah mengetahui kapan dan dimana menggunakan bahasa yang kita kuasai secara tepat, menguasai banyak bahasa memang tidak pernah salah, tetapi meninggalkan bahasa daerah yang berarti pula meninggalkan warisan leluhur, identitas dan jatidiri kita. Itulah yang salah.

Lebih dari itu, semua keanekaragaman bahasa daerah yang ada di Indonesia akhirnya akan bermuara kepada bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bahasa yang mempersatukan seluruh suku, agama dan etnis yang ada di Indonesia, Bahasa Indonesia ialah titik temu dan penghubung bagi semua bahasa daerah yang ada di Indonesia.

Pada akhirnya, memelihara kelestarian bahasa daerah dan menjunjung tinggi bahasa persatuan adalah hal penting yang harus sama-sama kita jaga sebagai bentuk atau wujud kecintaan kita kepada kebudayaan dan persatuan nasional ( dalam arti sempit ) serta kepada negeri ini secara utuh ( dalam arti luas ), Serta tak lupa menguasai bahasa asing juga penting dalam konteks tataran dinamika pergaulan internasional yang harus diarahkan kepada terciptanya kemajuan dan kehormatan bangsa dimata global.

Maka dari itu :

Cintailah bahasa daerah mu, cintailah kebudayaan mu dan cintailah negeri mu



                               - selesai -







Tidak ada komentar:

Posting Komentar