Dalam struktur hubungan antara negara dan rakyat, negara Indonesia menganut prinsip negara kesejahteraan (Welfare State), yang mengandung makna
bahwa negara tidak hanya sekedar sebagai pelindung kepentingan rakyat, tetapi
juga memiliki tugas dan kewajiban untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi
rakyatnya. Hal ini secara laterlijk tertuang
dalam pembukaan UUD NRI Tahun 1945 Alinea IV serta dalam pasal 33 dan 34 UUD
NRI Tahun 1945.
Secara singkat negara kesejahteraan didefinisikan sebagai
sebuah negara dimana pemerintahan negara bertanggungjawab untuk menjamin
terpenuhinya standar kesejahteraan hidup minimum bagi setiap warga negaranya
(Husodo, 2006). Pengertian tersebut mengandung makna bahwa negara harus
berperan aktif dan responsif untuk dapat memenuhi terwujudnya kesejahteraan
sosial bagi segenap rakyat atau warga negaranya melalui peran nyata dan kebijakan strategis yang dimilikinya.
Lalu apa itu kesejahteraan sosial ?, menurut Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, kesejahteraan sosial di
definisikan sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan
sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri
sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Dan agar kesejahteraan sosial
tersebut dapat terpenuhi, tentunya penyelenggara negara dalam hal ini
organ-organ yang memiliki cabang kekuasaan utama negara (eksekutif, legislatif, yudikatif) beserta organ pembantu harus dapat berfungsi secara optimal dan menghindari terjadinya Abuse of Powers.
Dalam mekanisme penyelenggaraan negara kita menganut sistem Checks and Balances, dimana organ eksekutif,
legislatif, dan yudikatif (termasuk auxilliary
organ) saling mengontrol dan menyeimbangkan pelaksanaan kekuasaannya masing-masing,
sehingga berjalannya negara diharapkan bisa stabil, seimbang, akuntabel dan dapat meminimalisir
terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.
Berbicara mengenai penyelenggaraan negara, maka dalam arti
sempit, pemerintah (eksekutif) adalah pihak yang memiliki peran penting dan strategis dalam
penyelenggaraan negara khususnya dalam rangka memenuhi dan mewujudkan
terwujudnya kesejahteraan sosial bagi rakyat. Pemerintah memiliki kekuasaan untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan strategis yang dapat berdampak luas bagi
kehidupan rakyat dan berjalannya negara ini secara keseluruhan. Maka dari itu, kekuasaan pemerintah harus di kontrol sedemikian rupa agar tidak keluar jalur dari peran khitahnya untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi segenap rakyat. Selain di kontrol melalui sistem penyelenggaraan negara oleh cabang-cabang
kekuasaan negara, di sisi lain juga perlu di kontrol oleh organ-organ di luar sistem
yaitu pers, masyarakat, dan oposisi.
Mekanisme kontrol dari pers, masyarakat, dan pihak oposisi
inilah yang disebut sebagai mekanisme kontrol sosial, mekanisme kontrol sosial
mengandung makna serangkaian tindakan yang dilakukan oleh organ-organ di luar
sistem penyelenggaraan negara untuk mengontrol dan mengawasi kinerja
organ-organ sistem penyelenggaraan negara (dalam hal ini eksekutif) agar selalu
berpijak dan berpihak pada kepentingan rakyat dan negara serta tidak menyalahgunakan
kekuasaan yang dimilikinya.
Sejalan dengan hal tersebut maka pers, masyarakat, dan
oposisi dalam melaksanakan fungsi kontrol sosial memiliki dua peran penting yaitu,
mengkritik dan memberi masukan terkait dengan kebijakan yang ditetapkan oleh
pemerintah. Pers, masyarakat, dan oposisi harus selalu menjadi pihak yang
kritis dan idealis dalam menyikapi setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, jika pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan yang dinilai tidak
berpihak pada kepentingan rakyat dan negara, maka pemerintah wajib di kritik atau diberikan saran masukan agar tidak lepas kendali, sedangkan saat pemerintah mampu membuat suatu kebijakan
progresif yang dapat memberikan kemaslahatan dan kesejahteraan bagi rakyat,
maka kinerja pemerintah seyogyanya juga patut untuk di apresiasi.
Secara normal, Pers dan masyarakat adalah pihak yang netral
dari kepentingan politis, karena pers dan masyarakat memang bukanlah pihak
pengejar kekuasaan, sehingga setiap kritik yang dilancarkan oleh mereka kepada
pemerintah dapatlah kita dianggap mewakili kepentingan rakyat dan negara tanpa tendensi apapun, namun
dalam kenyataannya justru pers dan masyarakat seringkali di tunggangi oleh kepentingan
politis pihak-pihak pengejar kekuasaan.
Pers sering digunakan sebagai Influencer politik untuk kepentingan politik jangka pendek
sebaliknya emosi masyarakat juga di kapitalisasi untuk kepentingan politik
praktis semata. Dengan kondisi demikian, keberpihakan kedua pihak tersebut terhadap kepentingan
rakyat dan negara (melalui kritik kepada pemerintah) terkadang hanyalah sekedar keberpihakan semu. Yakni
keberpihakan yang mengandung kepentingan politis praktis tertentu didalamnya.
Sedangkan oposisi, yakni pihak-pihak diluar pemerintahan,
atau bisa dikatakan juga pihak-pihak yang ingin merebut kekuasaan dari petahana
(merebut dalam arti secara formal-konstitusional) secara normal tentu tidak
pernah bisa dilepaskan dari keinginan untuk meraih kekuasaan, untuk meraih kekuasaan
maka dia harus mampu memenangkan suara rakyat, sehingga disinilah pihak oposisi
akan menjadi pihak yang paling kritis dan vokal terhadap pemerintah, dengan dua
tujuan yakni menarik simpati rakyat dengan menjadi pembela kepentingan rakyat
yang tentu bermuatan kepentingan politis praktis dibelakangnya (agar nanti dia dipilih), dan yang
kedua memang secara tulus pihak oposisi tersebut ingin membela kepentingan bangsa dan
negara ketika pemerintah melenceng dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
Dua tujuan tersebut dapat menyatu dalam satu tarikan nafas, maupun juga berdiri
sendiri.
Dengan demikian menjadi pihak oposisi juga dituntut untuk
cerdas dan obyektif, dalam arti saat mengkritik kebijakan pemerintah harus mangkus dan wajib dilandasi dengan fakta dan data yang valid, tidak sekedar hantam sana-sini
namun tanpa dilandasi dengan fakta dan data. Di era berlimpah informasi seperti
sekarang ini fakta dan data akan sangat mudah didapatkan, sehingga kebohongan-kebohongan
publik pun akan sangat mudah pula untuk di deteksi. Oleh karena itu, pihak oposisi
juga harus cerdas dengan jalan melontarkan kritik yang tepat sasaran serta dilandasi dengan fakta dan
data yang valid bukan sekedar fitnah dan opini sesat.
Kritik yang tepat sasaran serta dilandasi dengan fakta dan data yang valid akan
memiliki dua manfaat, pertama kritik tersebut fungsional secara teknis
sehingga dapat menjadi bahan koreksi bagi pemerintah, dan yang kedua kritik
tersebut mampu menggugah simpati dan afeksi rakyat terhadap oposisi, mengingat
kritik tersebut sesuai dengan permasalahan dan kondisi real yang membelenggu kehidupan rakyat.
Sehingga dapat dipahami disini bahwa dalam mewujudkan
kesejahteraan sosial bagi rakyat, kita tidak hanya butuh peran optimal dari
pemerintah, tetapi juga butuh peran yang optimal dari organ-organ negara
lainnya (yudikatif, legislatif, auxilliary
organ) dalam kaitan dengan fungsi mekanisme kontrol Checks and Balances serta tak kalah penting peran optimal dari organ-organ di luar sistem (kontrol sosial)
baik dari masyarakat, pers dan juga pihak oposisi.
Khususnya pihak oposisi sebagai pihak yang ingin “Merebut” kekuasaan dari petahana harus dapat menampilkan kualitas diri secara lebih empirik melalui kritik yang bernas dan tepat sasaran maupun juga melalui gagasan-gagasan progresif yang sekiranya belum dilakukan oleh pemerintah.
Oposisi harus bisa menjadi mitra saing yang berkualitas bagi pemerintah, sehingga membuat pemerintah selalu terdorong dan terpacu untuk selalu meningkatkan kualitas pelayanan dan keberpihakan pada kepentingan rakyat dan negara.
Khususnya pihak oposisi sebagai pihak yang ingin “Merebut” kekuasaan dari petahana harus dapat menampilkan kualitas diri secara lebih empirik melalui kritik yang bernas dan tepat sasaran maupun juga melalui gagasan-gagasan progresif yang sekiranya belum dilakukan oleh pemerintah.
Oposisi harus bisa menjadi mitra saing yang berkualitas bagi pemerintah, sehingga membuat pemerintah selalu terdorong dan terpacu untuk selalu meningkatkan kualitas pelayanan dan keberpihakan pada kepentingan rakyat dan negara.
Dengan demikian, kesejahteraan sosial akan mudah terwujud ketika pemerintah dan
oposisi terlibat kompetisi secara konstruktif melalui adu gagasan, adu ide, adu
solusi, adu program dan kritik-mengkritik yang dilandasi dengan semangat untuk memberikan
kesejahteraan sosial bagi rakyat, tidak hanya sekedar untuk meraih atau
mempertahankan kekuasaan semata.
Selesai ....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar