Selasa, 07 Mei 2019

BERHUKUM SECARA JANTAN


Mantan Ketua Gerakan Nasional Pembela Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) Ustadz Bachtiar Nasir ditetapkan sebagai tersangka oleh polri dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang terkait dana Yayasan Keadilan Untuk Semua (YKUS).

Menurut Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Daniel Tahi Monang Silitonga, Bachtiar Nasir dijadwalkan akan diperiksa hari Rabu ini ( 8/5 ).

Bachtiar Nasir sendiri dijerat dengan Pasal 70 jo Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 28 Tahun 2004 atau Pasal 374 KUHP jo Pasal 372 KUHP atau Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) KUHP atau Pasal 56 KUHP atau Pasal 49 ayat (2) huruf b UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan atau Pasal 63 ayat (2) UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan Pasal 5 dan Pasal 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Penetapan Bachtiar Nasir menjadi tersangka pun menimbulkan polemik khususnya bagi massa maupun elite politik yang bersimpati terhadap Bachtiar Nasir. Salah dua diantaranya adalah Fadhil Zon dan Hidayat Nur Wahid. Kedua tokoh tersebut mengatakan secara eksplisit dalam akun tweeternya bahwa penetapan tersangka Bachtiar Nasir adalah tindakan kriminalisasi oleh aparat. Bahkan keduanya secara tersirat menyangkut pautkan kasus yang menimpa Bachtiar Nasir ini dengan dinamika politik yang melibatkan "perseteruan" antara kubu 01 dengan kubu 02.

Mengingat kuatnya budaya paternalistik (tunduk pada elite patron) yang mengakar dalam kehidupan sosio-kultural masyarakat Indonesia. Apa yang disampaikan oleh Fadli Zon dan Hidayat Nur Wahid pun menjelma menjadi keyakinan dan kepercayaan para akar rumput yang bersimpati terhadap Bachtiar Nasir. Akar rumput pun menyakini dan mempercayai bahwa telah terjadi tindakan kriminalisasi terhadap Bachtiar Nasir khususnya terkait posisi Bachtiar Nasir dalam dinamika politik yang bersebrangan keras dengan petahana.

Sejujurnya secara teoritis keilmuan makna kriminalisasi sendiri adalah kebijakan memformulasikan suatu perbuatan yang semula bukan merupakan tindak pidana menjadi perbuatan yang termasuk tindak pidana melalui proses legislasi. Namun dalam ruang sosial makna kriminalisasi dipelintir menjadi tindakan memproses hukum atau menghukum seseorang yang sejatinya tidak bersalah.

BERHUKUM SECARA JANTAN

Sudah berulangkali kasus hukum dipersepsikan sebagai tindakan kriminalisasi terkait sentimen politik. Sebelum Bachtiar Nasir, ada kasus hukum yang menimpa Habib Rizieq, Slamet Maarif hingga Bahar Bin Smith yang dipersepsikan sebagai tindakan kriminalisasi karena pihak-pihak tersebut bersebrangan kubu politik dengan penguasa. Kriminalisasi ulama pun digaungkan yang membuat tensi politik semakin memanas.

Sebaiknya elite jangan mempersepsikan dan menggenalisir kasus hukum dengan sentimen politik. Mengingat segala proses/putusan hukum ada mekanismenya sendiri yang harus dipenuhi sehingga tidak mungkin dilakukan secara asal-asalan apalagi diwarnai dengan bumbu sentimen politik. Disisi lain sebagai negara hukum demokratis, negara juga menyediakan berbagai mekanisme hukum seperti praperadilan, ganti rugi, rehabilitasi, upaya hukum biasa, hingga upaya hukum luar biasa untuk menguji setiap proses/putusan hukum demi perlindungan terhadap martabat dan hak asasi manusia. Misalnya penetapan tersangka ada mekanismenya yang harus dipenuhi yakni terpenuhinya bukti permulaan yang cukup. Disitu sisi, penetapan tersangka pun ada mekanismenya untuk diuji yakni melalui upaya praperadilan untuk menguji keabsahan penetapan tersangka.

Jadi, konstruksi yang dibangun seharusnya adalah proses hukum dilawan dengan upaya hukum, bukan sebaliknya proses hukum dilawan dengan politisasi hukum yakni tindakan menggunakan hukum untuk kepentingan tendensi politik guna pembangunan presepsi publik.

Marilah berhukum secara jantan dengan melalui segala proses hukum berdasarkan tahap mekanisme hukum yang tersedia. Gunakanlah segala hak dan upaya hukum yang ada untuk melepaskan diri dari jerat hukum. Tidak usah takut jika merasa tidak bersalah. Sederhana saja.

Oleh karenanya saya berharap kepada ustadz Bachtiar Nasir beserta massa dan elite simpatisannya dapat berhukum secara jantan. Dengan melawan perkara hukum yang membelitnya melalui upaya dan mekanisme hukum yang tersedia bukan dengan politisasi hukum dan pembangunan narasi kriminalisasi yang berimplikasi pada menaiknya tensi panas politik sekaligus berimplikasi pada tersendatnya konsolidasi kerukunan masyarakat.

Marilah berhukum secara jantan tanpa mengaitkan kasus hukum dengan sentimen dan tendensi politik apapun. Aparat penegak hukum adalah alat negara untuk menjaga ketertiban dan menegakkan hukum bukan alat penguasa untuk menindas para pihak yang bersebrangan kubu politik.



Selesai ....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar