Senin, 13 Mei 2019

TERIMAKASIH GERINDRA DAN PKS


Dalam dinamika bernegara, penguasa dalam hal ini pemerintah tentu memiliki rambu-rambu baik secara formal maupun non-formal dalam mengimplementasikan otoritas kekuasaan yang dimilikinya. Rambu-rambu adalah panduan dan pembatas bagi pemerintah agar tidak bertindak secara sewenang-wenang (maachstat) sekaligus mencegah pemerintah agar tidak menyalahgunakan kekuasaan yang dimilikinya.

Rambu-rambu secara formal berupa konstitusi, hukum, dan pegawasan lembaga negara lainnya (checks and balanced). Sedangkan rambu-rambu secara non-formal dapat berupa pengawasan oleh rakyat, pers, dan juga oleh oposisi.

Namun dalam tulisan saya kali ini, saya ingin memfokuskan tulisan mengenai oposisi. Siapa oposisi itu ? oposisi dapat diartikan sebagai pihak-pihak diluar kekuasaan yang memiliki tujuan untuk merebut kekuasaan. Makna merebut kekuasaan disini bukan dalam arti merebut secara in-konstitusional ( revolusi ) namun merebut melalui mekanisme demokrasi yaitu pemilu.

Karena memiliki tujuan untuk merebut kekuasaan dari penguasa, maka pihak oposisi memiliki potensi menjadi pihak yang paling kritis terhadap setiap kebijakan pemerintah.

Dalam entitas bernegara yang sehat. Negara memang membutuhkan pihak oposisi yang kuat dan tentunya kritis. Hal ini penting agar pihak oposisi dapat menjadi counter balance bagi pemerintah agar tidak melenceng dari tugas dan kewenangan yang dimilikinya.

Ada 3 peran penting yang dimiliki oleh oposisi, pertama, mengontrol jalannya roda pemerintahan melalui kritik. Kedua, memberikan masukan konstruktif bagi arah pembangunan dan kebijakan negara (melalui forum legislasi). Ketiga, menjadi mitra saing bagi pemerintah agar meningkatkan kualitas kinerjanya.

Oleh karenanya, menjadi pihak oposisi pada dasarnya adalah melaksanakan "tugas" mulia guna mendukung terselenggaranya kehidupan negara yang sehat dan seimbang. Namun sayangnya sebagian besar pihak dalam hal ini partai politik dan elite politik nampak lebih menyukai berada dalam lingkup kekuasaan dari pada harus menjadi pihak oposisi atau diluar kekuasaan.

Kita lihat saja dinamika setelah pemilu, hasil quick count dan real count sementara yang memenangkan kubu 01 nampak berpotensi merubah peta koalisi. Dapat dilihat beberapa partai yang sebelumnya berada pada koalisi kubu 02 seperti PAN dan Demokrat mulai membangun komunikasi dan menyiratkan kecenderungan akan bergabung pada koalisi kubu 01 yang sejujurnya sudah gemuk.

Pasca pemilu, Zulkifli Hasan, ketua umum PAN nampak sudah beberapa kali bertemu dan menjalin komunikasi dengan Jokowi, hal senada juga dilakukan oleh Agus Harimurti Yudhoyono yang juga menjalin komunikasi hangat dengan Jokowi. Bahkan elite-elite partai Demokrat pun sudah melakukan perang urat syaraf dengan koalisi kubu 02 khususnya kepada elite Gerindra dan PKS. Hal ini pun menjadi indikasi kuat bahwa Demokrat akan menyebrang ke kubu 01.

Sejujurnya, jika nanti pada akhirnya Demokrat dan PAN bergabung kedalam koalisi 01 dan menjadi kubu penguasa, maka hal ini dapat mereduksi kekuatan oposisi, karena praktis pihak yang menjadi oposisi hanyalah PKS dan Gerindra. Padahal guna membangun keseimbangan negara yang baik idealnya kekuatan pihak oposisi haruslah seimbang atau setidaknya tidak timpang terlalu jauh dengan kekuatan penguasa.

Iklim demokrasi kita membutuhkan oposisi politik yang kuat tidak hanya dalam konteks eksekutif namun juga dalam ranah legislatif tentunya agar dapat menjadi pengontrol yang memiliki bergaining position kuat untuk mem-pressure pemerintah agar kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan melalui Undang-Undang selalu berafiliasi dengan kepentingan rakyat dan negara bukan kepentingan pragmatis maupun kepentingan kelompok tertentu.

Maka dari itu, sejujurnya kita harus berterimakasih kepada Gerindra dan PKS karena keduanya telah menunjukkan sikap idealisme politik yang kuat dengan konsisten untuk berseberangan dengan kubu petahana dan mantap memilih sikap berada diluar kekuasaan (jika kalah). Karena jika seandainya Gerindra dan PKS tidak memiliki sikap idealisme politik yang kuat dan ikut-ikutan bergabung pada koalisi 01 (jika 01 menang) maka tidak akan ada lagi oposisi dan tidak ada lagi kritikus pedas bagi penguasa baik dalam ranah eksekutif maupun legislatif, sehingga kontrol kepada pemerintah pun akan melemah sekaligus meningkatkan potensi oligarki dan otoritarianisme.

Gerindra dan PKS telah menunjukkan keteguhan dan konsistensi bahwa mereka adalah partai politik yang memiliki sikap jelas dan tidak abu-abu. Tidak gagap dan tidak takut untuk menjadi pihak yang berada diluar kekuasaan.

Karena toh pada dasarnya, untuk dapat berkontribusi kepada bangsa dan negara tidak harus berada diranah kekuasaan. Diluar kekuasaan pun selalu ada lahan yang dapat dikerjakan untuk berkontribusi bagi bangsa dan negara baik secara langsung maupun tidak langsung.

Sekali lagi terimakasih Gerindra dan PKS.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar