Minggu, 27 Oktober 2019

MERAJUT PERPUSTAKAAN IMPIAN SEBAGAI SARANA MEMBANGUN BUDAYA LITERASI




Budaya literasi masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Menurut hasil penelitian Programme for International Student Assessment (PISA), budaya literasi Indonesia terburuk kedua dari 65 negara yang diteliti. Tepatnya, Indonesia berada di posisi 64 dari 65 negara. Pada penelitian yang sama, PISA juga menempatkan tingkat membaca siswa Indonesia di urutan 57 dari 65 negara. Di sisi lain, dilansir dari data statistik UNESCO pada tahun 2012 menyebutkan indeks minat membaca di Indonesia baru mencapai 0,001%, artinya dari setiap 1000 penduduk hanya satu orang saja yang memiliki minat membaca. Kemudian data dari UNDP mengatakan bahwa angka melek huruf orang dewasa di Indonesia hanya 65,5% saja, presentase 65% sendiri masih dibawah Malaysia yang memiliki presentase 86,4%.

Rendahnya budaya literasi masyarakat Indonesia sendiri ditengarai oleh beberapa faktor, salah satunya minimnya kuantitas dan kualitas perpustakaan yang memadai. Minimnya kuantitas dan kualitas perpustakaan yang memadai membuat minat masyarakat untuk berkunjung ke perpustakaan menjadi menurun, yang imbasnya berderivasi pada rendahnya minat membaca masyarakat.

Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007, perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian informasi, dan rekreasi para pemustaka. Perpustakaan dibagi dalam 5 jenis: perpustakaan nasional, perpustakaan umum, perpustakaan khusus, perpustakaan sekolah, perpustakaan perguruan tinggi.

Secara fungsional, perpustakaan adalah sebuah institusi yang berfungsi memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian informasi, sekaligus sarana rekreasi para pemustaka. Maka, kedepan perpustakaan di Indonesia harus dibangun baik secara kuantitas dan kualitas guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian informasi sekaligus sarana rekreasi para pemustaka.

Mewujudkan Perpustakaan Impian

Ada dua hal fundamental dalam rangka mewujudkan perpustakaan impian. Pertama, dari segi kuantitas. Perpustakaan harus tumbuh secara masif pada setiap sekup kehidupan. Dari desa, kota, sekolah, hingga perguruan tinggi idealnya harus dilengkapi dengan perpustakaan yang baik sebagai modal guna membangun budaya literasi. 

Salah satu impian besar saya adalah bagaimana melihat setiap desa di Indonesia memiliki perpustakaan desa (satu desa satu perpustakaan) yang akomodatif dan representatif sebagai tempat mengembangkan budaya literasi masyarakat. Satu desa satu perpustakaan sendiri tentunya dapat terealisasi jika ada pollitical will dari pemerintah desa guna mengalokasikan dana APBDes untuk membangun perpustakaan desa yang akomodatif dan representatif. Pembangunan budaya literasi sendiri harusnya memang dibangun dari bottom, dari sekup sosial terbawah yakni desa bahkan keluarga.

Kedua, dari segi kualitas. Dari segi kualitas boleh dikatakan perpustakaan di Indonesia masih kalah jauh dengan kualitas-kualitas perpustakaan di negara-negara yang maju secara literasi. Blasius Sudarsono dalam buku Antologi Kepustakawan Indonesia mengatakan bahwa pembangunan perpustakaan di Indonesia masih sangat lemah, sehingga masih diperlukan upaya-upaya perbaikan secara sistematis, termasuk pendekatan teknologi guna mewujudkan perpustakaan impian.
Secara kualitas, menurut hemat saya, ada 5 poin krusial yang harus dibangun dalam rangka membangun perpustakaan impian. 

Pertama, membangun fasilitas gedung yang memadai dan nyaman, hal ini harus menjadi concern mengingat secara umum kondisi fisik perpustakaan di Indonesia relatif belum mengejawantah sebagai tempat yang nyaman dan memadai. Kedua, pembangunan sumber daya manusia. Hal ini menjadi komponen penting dalam menentukan berhasilnya tidaknya penyelenggaraan pelayanan perpustakaan. Perpustakaan yang berkualitas harus didukung oleh sumber daya manusia perpustakaan yang berkualitas pula. Sumber daya manusia di bidang perpustakaan sendiri harusnya dapat tumbuh secara masif mengingat sekarang banyak lulusan prodi ilmu perpustakaan dari berbagai universitas. Ketiga, membangun kualitas pustaka. Perpustakaan harus dilengkapi dengan bahan pustaka yang lengkap, bervariasi, memadai, serta selalu mengikuti perkembangan ilmu penghetahuan dan teknologi.  

Keempat, pembangunan teknologi perpustakaan. Seiring dengan perkembangan zaman, maka perpustakaan juga dituntut mampu mengikuti perkembangan zaman, perpustakaan harus bisa bertransformasi menjadi perpustakaan 4.0 yang dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas teknologi mutakhir. Internet Wi-fi, otomasi perpustakaan, audio visual, hingga digitalisasi perpustakaan. Kelima, membangun perpustakaan yang ramah bagi anak dan kaum disabilitas. Pada prinsipnya, perpustakaan adalah hak semua orang, maka perpustakaan harus representatif bagi semua kalangan termasuk bagi anak-anak dan kaum disabilitas.

Pada prinsipnya, perpustakaan impian saya adalah perpustakaan yang mampu menjadi institusi internalisasi nilai-nilai literasi bagi pembangunan peradaban manusia Indonesia. Oleh karenanya, perpustakaan di Indonesia harus tumbuh secara kuantitas (satu desa satu perpustakaan) dan tumbuh secara kualitas (gedung, sumber daya manusia, kualitas bahan pustaka, teknologi perpustakaan, ramah anak dan disabilitas). Dengan begitu, perpustakaan akan mampu menjadi motor penggerak bagi pembangunan budaya literasi masyarakat.

“Perpustakaan adalah jantung peradaban, sumber ilmu penghetahuan, dimana kualitas dan kuantitasnya akan berpengaruh besar dalam menentukan tingkat kemajuan peradaban sebuah bangsa”






Tidak ada komentar:

Posting Komentar