Nilai formal-material memandang arti pendidikan hanya sekadar aspek formalitas dan materialistik. Pendidikan dilihat hanya sekadar sebagai sarana untuk mendapatkan nilai bagus, mendapatkan pekerjaan dengan pendapatan tinggi, menjadi orang kaya, hingga untuk naik pangkat dan jabatan. Paradigma formal-material membuat para mahasiswa hanya terpacu pada aspek formalitas (nilai dan ipk bagus) tanpa memiliki hasrat dan kemauan untuk menguasai ilmu dibidang yang mereka kaji secara mendalam.
Paradigma
formal-material membuat sari pati dan esensi pendidikan tidak mampu memberikan
sumbangsih substantif bagi pembangunan karakter (moralitas) dan penanaman nilai
keilmuan mahasiswa, yang ekses jangka panjangnya berimbas pada
kontraproduktifnya fungsi dan relasi pendidikan tinggi terhadap kemajuan dan
integritas bangsa.
Semakin
banyak lulusan pendidikan tinggi, semakin banyak masyarakat bergelar sarjana,
magister hingga doktor namun dapat kita lihat kualitas peradaban dan moralitas
bangsa tidak mengalami kemajuan yang signifikan. Nyatanya, korupsi masih menjalar di segala sektor kehidupan negara dan pelakunya mayoritas adalah mereka yang berpendidikan tinggi.
Menurut
hemat saya, dunia pendidikan tinggi "hanya" akan bisa memberikan sumbangsih substansial
bagi pembangunan karakter (moralitas) dan nilai keilmuan jika para mahasiswa
mampu mengubah mindset dan paradigma
berpikir bahwa pendidikan tinggi adalah ranah untuk menyemai nilai pendidikan
substantif-fungsional bukan sekadar nilai formal-materialistis.
Pendidikan tinggi (idealnya) adalah tempat di mana karakter, moralitas, dan intelektualitas ditanamkan dan ditempa secara kaffah guna membentuk kepribadian diri yang kental dengan nilai intelektualitas, integritas (karakter), kemanusiaan, religiusitas, dan cita keindonesiaan guna dapat memberikan dampak transformatif dan mobilitas (kemajuan) baik bagi diri sendiri, masyarakat, serta bangsa dan negara.
Pendidikan tinggi (idealnya) adalah tempat di mana karakter, moralitas, dan intelektualitas ditanamkan dan ditempa secara kaffah guna membentuk kepribadian diri yang kental dengan nilai intelektualitas, integritas (karakter), kemanusiaan, religiusitas, dan cita keindonesiaan guna dapat memberikan dampak transformatif dan mobilitas (kemajuan) baik bagi diri sendiri, masyarakat, serta bangsa dan negara.
Ragam Mahasiswa
Berdasarkan
pengamatan dan pengalaman empirik saya sebagai mahasiswa baik di tingkat
sarjana maupun magister, dapat saya simpulkan terdapat empat jenis tipologi
mahasiswa ditinjau dari paradigma dalam memandang arti pendidikan.
Pertama,
mahasiswa substantif. Adalah kelompok mahasiswa yang mencintai keilmuan.
Orientasi mahasiswa substantif adalah ilmu bukan sekadar nilai. Orientasi
terhadap ilmu secara otomatis juga berimbas terhadap nilai mereka yang bagus.
Mahasiswa
substantif suka terhadap hal-hal yang berafiliasi dengan keilmuan seperti
membaca, menulis, dan berdiskusi. Hal tersebut membuat penguasaan ilmu mereka
relatif sangat tinggi. Nilai karakter, integritas, dan idealisme mereka juga sangat
tinggi. Sayangnya, jumlah mahasiswa substantif ini hanya berjumlah sekitar 1-2
% saja.
Kedua,
mahasiswa formal-positif. Adalah kelompok mahasiswa yang memiliki orientasi
yang tinggi terhadap aspek formal misalnya nilai atau ipk. Mereka juga memiliki
etos dan integritas yang tinggi dalam arti proses untuk mendapatkan nilai atau
ipk yang bagus tersebut merupakan hasil dari kerja keras dan belajar
sungguh-sungguh yang mereka lakukan.
Mahasiswa
formal-positif relatif anti dengan perbuatan-perbuatan negatif misalnya
mencontek atau ngepek (membuat
catatan kecil). Tipe mahasiswa seperti ini memang akan memiliki nilai atau ipk
yang bagus namun aspek penguasaan ilmu akan cenderung moderat. Jumlah mahasiswa
formal-positif ini sekitar 5-10 % saja.
Ketiga,
mahasiswa formal-negatif. Hampir sama dengan tipe mahasiswa formal-positif yang
memiliki orientasi tinggi terhadap aspek formal (nilai atau ipk) hanya saja
cara untuk mendapatkannya dilakukan dengan cara-cara yang negatif. Ibaratnya,
segala macam cara akan dilakukan demi mendapatkan nilai atau ipk yang bagus.
Mahasiswa
formal-negatif relatif akan memiliki nilai atau ipk antara sedang hingga bagus
namun aspek integritas dan penguasaan ilmu mereka cukup rendah. Jumlah
mahasiswa formal-negatif ini sekitar 50-85 %. Presentase paling tinggi di
antara tipologi mahasiswa yang lain.
Keempat,
mahasiswa bengal. Merupakan tipe mahasiswa yang tidak memiliki etos maupun
orientasi terhadap aspek formal (nilai) maupun aspek substantif (ilmu) istilah
kasarnya “mahasiswa tidak niat kuliah”. Mahasiswa tipe ini biasanya mengalami
fenomena salah pergaulan maupun kecanduan terhadap sesuatu hal yang membuat
aktivitas kuliah mereka terbengkalai. Mahasiswa tipe ini biasanya akan berakhir
dengan DO (drop out) atau telat
lulus. Nilai atau ipk mereka juga sangat rendah begitupun dengan aspek
penguasaan ilmu. Jumlah mahasiswa ini sekitar 5-7 %.
Akhir sekali, perlu
dipahami bahwa jenis-jenis tipologi mahasiswa beserta presentasenya di atas
merupakan hasil pengamatan sederhana saya di tempat saya menimba ilmu. Oleh
karena itu, bisa saja dan tidak menutup kemungkinan, di tempat lain memiliki
jenis tipologi mahasiswa beserta presentase yang berbeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar