Jumat, 09 April 2021

BANTUAN HUKUM DALAM NEGARA HUKUM DEMOKRATIS

 

Berdasarkan pemaknaan komprehensif terhadap UUD NRI 1945 dan secara khusus pada Pasal 28 I ayat (5), dapat disimpulkan bahwa negara Indonesia berlandaskan pada prinsip negara hukum demokratis. Secara teoritik, negara hukum demokratis memiliki 3 prinsip fundamental. Pertama, adanya jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Kedua, adanya penegakan hukum yang berlandaskan pada prinsip-prinsip hukum (due procces of law). Ketiga, adanya akses masyarakat untuk memperoleh keadilan secara luas.

Dalam konteks di atas, maka hadirnya bantuan hukum pada prinsipnya merupakan sebuah konsekuensi logis sebagai tools pemenuhan akses masyarakat untuk memperoleh keadilan, dimana hal tersebut merupakan prinsip fundamental dalam negara hukum demokratis. Secara lebih luas, bantuan hukum juga dapat menjadi sarana bagi pemenuhan perlindungan hak asasi manusia dan hak-hak hukum serta pemenuhan terhadap proses penegakan hukum yang berbasis fairness (due procces of law).

Menurut Pasal 1 angka 1 UU Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, bantuan hukum didefinisikan sebagai jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum. Jasa hukum di sini dapat berupa konsultasi hukum, pendampingan, menjalankan kuasa baik litigasi maupun non-litigasi serta melakukan tindakan hukum lain demi kepentingan hukum penerima bantuan hukum.

Dalam Pasal 1 angka 2 UU Nomor 16 tahun 2011 dijelaskan bahwa penerima bantuan hukum adalah orang atau kelompok orang miskin. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 3 UU Nomor 16 tahun 2011 dijelaskan bahwa pemberi bantuan hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum berdasarkan undang-undang ini.

Berdasarkan konstruksi Pasal 1 angka 1 UU Nomor 16 tahun 2011, konsepsi bantuan hukum yang ditransplantasi dalam sistem hukum Indonesia adalah konsepsi bantuan hukum legal aids. Legal aids adalah bantuan hukum gratis kepada masyarakat miskin. Di sisi lain, dalam doktrin juga dikenal konsepsi bantuan hukum legal assistance atau bantuan hukum profesional. Legal assistance adalah bantuan hukum sebagai jasa hukum profesional yang diberikan kepada klien tanpa melihat status sosial. Menurut Todung Mulya Lubis, legal assistance mengandung konotasi pelayanan hukum atas jasa hukum yang dilakukan oleh advokat kepada masyarakat mampu dan tidak mampu.

Jika ditelaah dalam kerangka paradigma, bantuan hukum terbagi menjadi dua paradgima. Pertama, bantuan hukum konvensional. Merupakan bantuan hukum yang meletakkan klien (penerima bantuan hukum) dalam posisi pasif. Bantuan hukum diletakkan sebagai pure mekanisme hukum dan charity. Tujuan dari bantuan hukum konvensional hanya sebatas dalam kerangka kepentingan hukum klien.

Kedua, bantuan hukum struktural. Merupakan paradigma bantuan hukum yang menjadi landasan dan strategi pemberian bantuan hukum YLBHI dan lembaga bantuan hukum yang berada di bawah naungannya. Bantuan hukum struktural tidak sekadar memberikan jasa hukum an sich, melainkan sarana advokasi sosial baik kepada klien maupun kepada masyarakat laus agar memiliki kesadaran dan pemahaman memadai tentang hukum dan segala manifestasinya. Bantuan hukum struktural berusaha memberikan pelayanan hukum substantif dengan mengutamakan konsep edukasi, advokasi, dan kepedulian guna merobohkan sistem struktural yang timpang.

Kemudian jika ditelaah dari segi sumbernya, bantuan hukum terbagi menjadi bantuan hukum pro deo dan bantuan hukum pro bono. Bantuan hukum pro deo adalah bantuan hukum yang didanai oleh negara sebagai kewajiban konstitusional melalui APBN maupun APBD. Sedangkan bantuan hukum pro bono adalah bantuan hukum yang diberikan secara cuma-cuma oleh advokat kepada individu/masyarakat miskin atas dasar moralitas dan tanggungjawab yang melekat pada profesi (officium nobile).

Menurut penulis, tujuan dari bantuan hukum dalam sistem hukum terbagi menjadi dua segi. Segi langsung dan segi tidak langsung. Segi langsung terbagi atas 3 tataran. Pertama, tataran high (filosofis). Tujuan bantuan hukum adalah untuk mewujudkan terciptanya keadilan dalam sistem hukum. Kedua, tataran middle (yuridis). Tujuan bantuan hukum adalah guna mewujudkan prinsip equality before the law dan due procces of law dalam proses penyelesaian sengketa hukum demi tegaknya kedaulatan hukum (supremacy of law) dalam negara hukum yang demokratis. Ketiga, tataran low (praktis). Tujuan bantuan hukum adalah untuk guna menjamin perlindungan hak asasi manusia, atau secara khususnya jaminan mengenai pemenuhan hak-hak hukum dalam proses penyelesaian sengketa hukum.

Sedangkan dari segi tidak langsung, tujuan bantuan hukum adalah untuk membangun kesadaran hukum masyarakat, mendorong terwujudnya sistem peradilan yang profesional dan akuntabel, memberikan edukasi dan advokasi terhadap masyarakat, hingga memperkuat trust terhadap sistem hukum.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar