Senin, 03 Mei 2021

TEORI TUJUAN HUKUM

 

Definisi hukum secara teoritik dapat ditinjau dalam 3 sudut pandang. Secara filosofis, hukum adalah asas-asas keadilan yang bersifat universal. Secara yuridis, hukum merupakan norma hukum positif (in abstracto) maupun putusan pengadilan (in concreto). Secara sosiologis, hukum adalah pola perilaku sosial dan makna-makna simbolik yang terlembaga secara eksis dalam variabel dan interaksi sosial empiris.

Sebagaimana pengertian hukum yang dapat ditinjau dalam berbagai telaah sudut pandang baik secara yuridis-normatif, sosiologis, dan filosofis. Tujuan hukum juga mengejawantahkan fenomena serupa, dapat ditelaah dalam berbagai perspektif dan teoritik. Diskursus mengenai tujuan hukum sendiri selalu menjadi perdebatan kontemporer bagi para intelektual hukum.

Secara teoritik, terdapat 3 aliran pemikiran terkait tujuan hukum. Pertama, aliran etis. Aliran etis menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata hanya untuk mewujudkan keadilan. Kedua, aliran utilistis. Menurut aliran ini, tujuan dari hukum adalah semata-mata untuk memberikan kemanfaatan atau kebahagiaan masyarakat. Ketiga, aliran normatif-positivistik. Menurut aliran normatif-positivistik, tujuan hukum adalah menciptakan kepastian hukum.

Dalam telaah disiplin ilmu hukum, tujuan hukum dapat ditelaah dalam 3 pendekatan. Pertama, pendekatan yuridis-normatif. Menurut pendekatan yuridis-normatif tujuan hukum adalah kepastian hukum. Kedua, pendekatan filsafat hukum. Menurut pendekatan filsafat hukum tujuan hukum adalah keadilan. Ketiga, sosiologi hukum. Menurut sosiologi hukum tujuan hukum adalah kemanfaatan.

Prof Achmad Ali dalam bukunya Menguak Tabir Hukum (2002) membagi tujuan hukum dalam relasinya dengan karakter atau budaya secara spesifik dalam 3 kerangka teori. Pertama, teori tujuan hukum barat. Teori tujuan hukum barat beorientasi pada keadilan, kemanfaatan, dan kepasian hukum. Kedua, teori tujuan hukum timur. Teori tujuan hukum timur berorientasi pada perdamaian dan harmoni (integrasi). Ketiga, teori tujuan hukum Islam. Teori tujuan hukum Islam berorientasi pada kemanfaatan, keseimbangan, dan kesejahteraan.

Lebih lanjut, teori tujuan hukum barat sendiri terbagi dalam dua bagian. Pertama ajaran konvensional, yang menitikberatkan tujuan hukum secara integral guna mewujudkan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum dalam satu tarikan nafas. Secara teoritik, ajaran konvensional ini memang terlihat bagus, namun dalam praktiknya (penerapan) cukup sulit, seringkali ketiga tujuan hukum itu justru saling bertentangan.

Kedua, ajaran modern, yang terbagi menjadi ajaran prioritas baku dan ajaran prioritas kasuistis. Ajaran prioritas baku meletakkan tujuan hukum dalam bingkai hierarki: keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Ajaran prioritas kasuistis meletakkan prioritas tujuan hukum sesuai dengan karakter kasuistik yang dihadapi.

Sebagai contoh, dalam perkara pidana ada karakteristik perkara yang compatible dengan prioritas tujuan hukum kepastian hukum namun juga ada karakteristik perkara yang compatible dengan prioritas tujuan keadilan atau kemanfaatan.

Misalnya dalam perkara tindak pidana korupsi, maka tujuan hukum kepastian hukum harus menjadi prioritas. Namun dalam perkara-perkara yang bisa diselesaikan dengan pendekatan restoratif (restorative justice), maka keadilan dan kemanfaatan yang menjadi prioritas.

Dalam konteks Indonesia, Indonesia sebenarnya berada dalam posisi strategis karena memiliki irisan dengan ketiga teori tujuan hukum di atas, baik tujuan hukum barat, tujuan hukum timur, dan tujuan hukum Islam. Secara historis, Indonesia adalah jajahan bangsa barat, dimana hal tersebut turut mempengaruhi karakter dan watak hukum Indonesia. Secara geografis dan kultur, Indonesia merupakan bagian bangsa timur. Secara sosiologis, mayoritas penduduk Indonesia adalah masyarakat Islam.

Oleh karena itu, kekayaan referensi hukum tersebut, harus diramu dalam proses elektisasi yang cermat agar menghasilkan karakter hukum khas Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila. Konkretnya, teori-teori mengenai tujuan hukum di atas harus pahami secara matang baik oleh pembuat hukum maupun oleh penegak hukum. Mengingat fungsi utama teori adalah sebagai panduan agar praktik tidak menyimpang terlalu jauh.

 

 

 

           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar