Kamis, 23 Agustus 2018

MENGINGAT GANEFO SEBAGAI SEBUAH KEBANGGAAN




Masyarakat Indonesia saat ini tengah terhanyut euforia penyelenggaraan hajat olahraga terbesar benua Asia, Asian Games, tahun ini untuk kedua kalinya setelah pada 1962, Indonesia kembali terpilih menjadi tuan rumah hajat olahraga terbesar Asia yang digelar 4 tahun sekali tersebut.

Pesta pembukaan Asian Games yang digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno 18 Agustus lalu pun berlangsung meriah dan berhasil memukau banyak pihak, tidak hanya para penonton di Stadion, dan rakyat Indonesia secara umum, namun pembukaan Asian Games 18 Agustus lalu juga mendapatkan apresiasi dari media asing seperti surat kabar New York Times yang mengatakan bahwa pembukaan Asian Games di Indonesia berlangsung megah, “Indonesia Welcomes Asia With Explosive Opening Ceremony” demikian judul berita di surat kabar New York Times pada sabtu 18 Agustus 2018 di laman  nytimes.com.

Pesta pembukaan Asian Games 2018 yang megah dan memukau ini pun membuat bangga seluruh masyarakat Indonesia, kesuksesan pembukaan Asian Games 2018 ini pun berhasil mengangkat harkat dan martabat bangsa di mata dunia, Indonesia yang notabene negara berkembang nyatanya mampu membuat pesta pembukaan yang sangat megah dan memukau, bahkan tidak kalah dengan pesta pembukaan olimpiade London 2012, semoga dalam berjalannya Asian Games ini hingga penutupan mendatang  tetap dapat berjalan aman,  lancar, kondusif dan sukses.

Menjadi tuan rumah di ajang olahraga besar tentunya menjadi sebuah kehormatan dan kebanggaan tersendiri, karena hal tersebut menandakan bahwa Indonesia layak diberikan kepercayaan dan tanggungjawab untuk menyelenggarakan even berskala Internasional sekaliber Asian Games yang tahun ini diikuti oleh 45 negara.

Selain pernah menjadi tuan rumah ajang olahraga sekelas Asian Games sebanyak dua kali yakni tahun 1962 dan 2018, sejatinya Indonesia juga pernah menjadi tuan rumah sekaligus pemrakarsa ajang olahraga berskala internasional yang diikuti oleh 51 negara dari 4 benua yakni GANEFO (Games of the New Emerging Force) pada tahun 1963.

Penyelenggaraan GANEFO ini sendiri dilatarbelakangi oleh adanya sanksi International Olimpiade Comitte (IOC) kepada Indonesia berupa larangan mengikuti olimpiade 1964, karena pada penyelenggaraan Asian Games 1962 di Jakarta, Indonesia menolak keikutsertaan Israel dan Taiwan dengan latarbelakang alasan politis.

Indonesia menolak keikutsertaan Israel karena Israel telah menindas Palestina yang notabene adalah negara sahabat Indonesia, sikap Indonesia tersebut merupakan bentuk dukungan moril dan cerminan rasa solidaritas Indonesia kepada Palestina, setali tiga uang, Indonesia menolak keikutsertaan Taiwan pada Asian Games 1962 di Jakarta juga dikarenakan alasan politis yaitu karena Taiwan adalah “aktor “ yang menjadi penyebab dikucilkannya China yang notabene negeri sahabat Indonesia dari dunia internasional.

Soekarno pun dengan lantang mengemukakan alasan ditolaknya keikutsertaan Israel dan Taiwan pada ajang Asian Games 1962 di Jakarta yakni sebagai bentuk perlawanan terhadap kolonialisme dan imperialisme atas hegemoni kekuasaan barat dan sekutunya, dimana Israel dan Taiwan merupakan bagian dan berafiliasi dengan hegemoni barat dan sekutunya.

Sikap Indonesia tersebut membuat IOC geram hingga akhirnya menjatuhkan sanksi berupa larangan bagi Indonesia untuk ikut ambil bagian pada ajang olimpiade tahun 1964 di Tokyo, IOC menganggap Indonesia telah mencampuradukkan politik dan olahraga, dengan jalan membawa sentimen politik ke dalam ranah olahraga, hal tersebut dinilai IOC telah melanggar peraturan IOC yang menolak intervensi atau campur tangan politik dalam olahraga, menurut IOC olahraga adalah ajang bagi tumbuhnya persatuan, persahabatan dan persaudaraan sehingga olahraga dan politik harus tegas dipisahkan, namun Soekarno melawan dengan mengatakan bahwa politik dan olahraga adalah satu tarikan nafas yang tidak bisa dipisahkan, menurut Soekarno olahraga dapat menjadi alat perjuangan politik untuk melawan kolonialisme dan imperialisme.

Soekarno juga menuduh IOC bermain politik sama seperti dia, alias mencampuradukkan olahraga dan politik, Soekarno berkata “Saat IOC mengucilkan China (RRC), tak ramah dengan Republik Arab Bersatu dan Korea Utara apa itu tidak dinamakan politik ? hal ini menandakan bahwa IOC sendiri telah mencampuradukkan olahraga dengan politik, dimana IOC terlihat lebih condong kepada negara-negara imperialis".

Setelah Indonesia mendapat sanksi dari IOC berupa skors larangan ikut serta pada olimpiade tahun 1964 di Tokyo, Soekarno pun memutuskan Indonesia keluar dari anggota IOC sekaligus mencetuskan ide untuk membuat ajang olahraga tandingan olimpiade bagi negara-negara NEFO (New Emerging Forces) yang menurut pemahaman Soekarno adalah negara-negara berkembang dan mewakili kekuatan baru ditengah-tengah bipolarisasi perang dingin antara blok barat dan blok timur, ajang olahraga bagi negara-negara NEFO tersebut diberi nama GANEFO (Games of the New Emerging Forces). GANEFO ini sebagai wadah berhimpun bagi negara-negara berkembang untuk membangun persahabatan dan kekompakkan agar lebih kuat dalam menangkal pengaruh kolonialisme dan imperialisme negara-negara barat dan sekutunya.

Berkat kemampuan diplomasi dan jiwa leadershipnya yang tinggi, akhirnya Soekarno mampu memobilisasi 50 negara dari 4 benua yakni Asia, Eropa, Amerika dan Afrika untuk ikut berpartisipasi pada ajang GANEFO I di jakarta yang digelar pada tanggal 10-22 November tahun 1963.

GANEFO secara resmi diikuti oleh 51 negara dan diikuti kurang lebih 2700 atlet dalam 20 cabang olahraga, dimana sang tuan rumah Indonesia pada akhirnya berada pada peringkat 3 perolehan akhir medali dibawah RRC dan Uni Soviet dengan torehan 17 emas, 24 perak dan 30 perunggu.

Peran Indonesia dibawah kepemimpinan Soekarno dalam memprakarsai pembentukan ajang olahraga negara-negara berkembang ini memberikan makna bahwa bangsa Indonesia mampu menunjukkan eksistensi diri dan konsistensi sikap secara berani dalam merespon sanksi IOC, sekaligus muncul sebagai inisiator yang legitimatif bagi para negara-negara berkembang lainnya untuk menyelenggarakan ajang olahraga sekaliber tandingan olimpiade, hal ini menunjukkan bahwa jiwa leadership dari Soekarno secara khusus dan bangsa Indonesia secara umum begitu mempesona dimata negara-negara berkembang.

Indonesia dibawah kepemimpinan Soekarno mampu menjadi leader untuk memobilisasi negara-negara berkembang agar ikut ambil bagian dalam ajang GANEFO yang merupakan ajang olahraga sekaligus alat politik untuk melawan kolonialisme dan imperealisme negara-negara barat dan sekutunya yang dalam pemahaman Soekarno disebut negara OLDEFO (The Old Esthablished Forces) atau negara-negara imperialis yang mewakili kekuatan lama.

Ajang GANEFO ini sendiri pada akhirnya tidak berumur panjang, karena hanya berlangsung dalam dua kali penyelenggaraan saja yakni GANEFO I tahun 1963 di Indonesia dan GANEFO II tahun 1966 di Kamboja, sejatinya pada 1970 hendak diadakan GANEFO ke III namun batal dan akhirnya tidak terselenggara.

Pada akhirnya generasi Indonesia saat ini harus mengingat peran Indonesia dalam memprakarsai dan menginisiasi terselenggaranya ajang olahraga sekaligus alat perjuangan politik untuk melawan kolonialisme dan imperialisme bernama GANEFO sebagai sebuah kebanggaan, karena hal tersebut menunjukkan bahwa bangsa Indonesia mampu menjadi bangsa pemersatu dan leader yang legitimatif bagi negara-negara lain khususnya negara-negara berkembang yang dalam pemahaman Soekarno disebut negara NEFO (New Emerging Forces) dalam usaha melakukan perlawanan terhadap kolonialisme dan imperialisme.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar