Jumat, 17 Agustus 2018

MENJAGA KEMERDEKAAN DALAM REALITAS HETEROGENITAS PRIMORDIAL




Tanggal 17 Agustus merupakan tanggal bersejarah bagi negara kita tercinta Indonesia, sebuah tanggal sakral yang menandai dua momen penting, pertama, terbebasnya bangsa indonesia dari belenggu penjajahan yang telah membuat menderita rakyat selama ratusan tahun, baik secara fisik maupun psikologis, kedua, lahirnya sebuah negara baru bernama Indonesia, secara de facto tanggal 17 Agustus dimaknai sebagai tanggal lahirnya negara Indonesia yakni saat Soekarno bersama Moh Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di jalan pegangsaan timur nomor 56 Jakarta pada tanggal 17 Agustus tahun 1945.

Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus tahun 1945 memiliki empat makna penting bagi bangsa indonesia, pertama, kemerdekaan merupakan puncak perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan penjajah, kemerdekaan yang diraih Indonesia saat itu merupakan buah dari perjuangan, pengorbanan, dan persatuan yang dibalut oleh tekad bulat untuk hidup merdeka sebagai sebuah bangsa, rakyat Indonesia menginginkan kemerdekaan dan kedaulatan di negaranya sendiri, karena kemerdekaan dan kedaulatan adalah hak segala bangsa.

Kemerdekaan merupakan puncak perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan penjajah, setelah berjuang untuk merdeka dan berdaulat dari zaman penjajahan Belanda hingga era penjajahan Jepang, proklamasi kemerdekaan merupakan kado manis dari buah perjuangan dan pengorbanan rakyat Indonesia yang telah rela mengorbankan harta, jiwa dan nyawanya untuk kemerdekaan bangsa ini, segala tumpah darah para pejuang dan pahlawan pun akhirnya terbayar lunas.

Kedua, kemerdekaan memberikan kebebasan dan kedaulatan kepada negara indonesia untuk menentukan nasibnya sendiri, dan bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, oleh karena itu, kebebasan dan kedaulatan ini hendaknya mampu dimanfaatkan dan dikelola secara baik demi kelangsungan bangsa Indonesia kedepan.

Ketiga, kemerdekaan merupakan modal atau jembatan emas dalam mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera, kemerdekaan adalah modal dasar bagi sebuah negara untuk membangun dan mewujudkan keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyatnya, tanpa adanya kemerdekaan maka keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan akan mustahil untuk dapat diwujudkan.

Kempat, kemerdekaan adalah anugerah dari Tuhan sebagai hasil jerih payah perjuangan serta pengorbanan dari para pejuang dan pahlawan pendahulu kita, oleh karenanya anugerah kemerdekaan ini hendaknya harus senantiasa kita jaga dan kita rawat agar kemerdekaan ini bisa kekal dan tidak terenggut oleh penjajah kembali.

Tugas kita sebagai generasi penerus bangsa Indonesia saat ini adalah bagaimana mengisi, mempertahankan dan menjaga kemerdekaan ini agar tetap terjaga diatas bumi pertiwi, pada hakikatnya menjaga kemerdekaan dapat kita lakukan dengan dua upaya pokok yakni menjaga persatuan dan kesatuan serta melakukan usaha bela negara berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.

Dalam upaya menjaga persatuan dan kesatuan, Indonesia sebagai sebuah negara demokrasi multikultural yang terdiri dari banyak suku, agama, ras dan bahasa sejatinya menyimpan dua potensi besar, yakni potensi kekayaan dan keberagaman kebudayaan sebagai alat pemersatu serta potensi timbulnya perpecahan dan disharmonisasi dalam kehidupan bernegara, semua tergantung dari bagaimana negara dalam mengelolanya.

Clifford Geertz dalam tulisannya yang berjudul “The Integrative Revolution Primordial Sentiments and Civil Politic in The New States” menjelaskan bahwa negara baru yang multikultural dan memilih sistem demokrasi kerapkali terancam dalam menjaga keutuhan dan kesatuan negaranya.

Sebab atas nama demokrasi kelompok-kelompok primordial tertentu seringkali membuat langkah-langkah untuk melakukan disintegrasi dengan alasan sentimen primordial yang dapat disebabkan oleh kesetiaan dan fanatisme pada ikatan primordial, sikap dan kebijakan pemerintah atau juga karena sikap masyarakat lainnya yang memiliki perbedaan dimensi primordial kepada mereka. Pada umumnya ada 5 ikatan primordial yang dapat membentuk fanatisme serta menjadi tenun pengikat yang kuat secara lahir, batin dan ideologis bagi sebuah masyarakat yakni agama, suku, ras, kedaerahan dan bahasa.

Oleh karenanya, negara-negara demokrasi yang multikultural dengan tingkat heterogenitas yang tinggi akan suku, ras, agama, kedaerahan dan bahasa sejatinya selalu menyimpan potensi akan lahirnya sebuah disintegrasi dan perpecahan oleh sebab adanya kesetiaan dan fanatisme akan sebuah ikatan primordial serta adanya ruang dalam kehidupan demokrasi untuk menyalurkan aspirasi secara terbuka.

Lahirnya negara Pakistan yang memisahkan diri dari negara India karena ikatan primordial agama merupakan contoh sahih bahwa kesetiaan dan fanatisme akan sebuah ikatan primordial dapat meruntuhkan keutuhan bangsa dan menciptakan disintegrasi jika tidak dikelola secara tepat, kemudian contoh selanjutnya adalah lahirnya negara Bangladesh yang memisahkan diri dari Pakistan karena sentimen primordial bahasa dan kedaerahan. Contoh tersebut telah menunjukkan bahwa  kesetiaan dan fanatisme akan sebuah ikatan primordial dapat menjadi pemicu lahirnya sebuah disintegrasi, oleh karenanya Indonesia sebagai sebuah negara multikultural yang memiliki beragam ikatan primordial harus senantiasa kita jaga dan kita kelola bersama agar perbedaan-perbedaan ikatan primordial itu dapat menjadi sumber kekayaan dan alat pemersatu bukan justru menjadi alasan timbulnya disintegrasi.

Dalam perspektif saya, ada 3 hal pokok yang dapat berperan dalam mengelola dan menjaga kerukunan dan persatuan ditengah heterogenitas primordial yang ada dalam masyarakat Indonesia, ketiga hal pokok tersebut adalah kebijakan pemerintah, karakter hukum dan penegakan hukum sebagai alat pengatur masyarakat, dan juga sikap masyarakat dalam menyikapi sebuah perbedaan yang harus senantiasa berpegang teguh pada prinsip Pancasila dan semboyan Bhineka Tunggal Ika.

Pertama, kebijakan pemerintah harus mencerminkan keadilan dan pengayoman kepada seluruh masyarakat tanpa memandang dimensi primordial, kedua, karakter hukum dan penegakan hukum sebagai alat pengatur masyarakat harus mampu menjaga integrasi dan kesatuan masyarakat, hukum tidak boleh pandang bulu, ketiga, sikap masyarakat dalam memandang adanya perbedaan dimensi primordial haruslah berdasar pada paham pluralisme dalam bingkai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika, pluralisme adalah paham atau sikap yang menghargai sebuah perbedaan dan menganggap perbedaan sebagai entitas kehidupan yang tidak akan pernah bisa ditolak, karena perbedaan pada hakikatnya adalah ciptaan Tuhan.

Kebijakan pemerintah, karakter produk hukum, serta sikap masyarakat haruslah berada pada titik ideal sebagai penjaga keutuhan dan persatuan dalam dimensi heterogenitas ikatan primordial yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, itu berarti pemerintah, pembentuk hukum beserta penegak hukum, serta masyarakat harus bersinergi dan menyadari akan perannya masing-masing sebagai penjaga tenun persatuan ditengah segala perbedaan sekat primordial yang ada dalam masyarakat kita.

Kita menyadari rongrongan disintegrasi selalu membayangi perjalanan bangsa ini dari dulu hingga saat ini, sebut saja adanya Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Republik Maluku Serikat (RMS) hingga Organisasi Papua Merdeka (OPM), namun nyatanya tenun persatuan dan kesatuan itu masih terjaga hingga saat ini, hal ini menandakan bahwa nilai-nilai filosofis dari Pancasila dan semboyan Bhineka Tunggal Ika masih tercermin dan terakomodir dalam kebijakan pemerintah, produk hukum, penegakan hukum dan juga sikap masyarakat kita yang menerapkan pluralisme dalam menyikapi adanya dimensi heterogenitas primordial dalam masyarakat.

Organisasi-organisasi yang ingin melakukan disintegrasi tersebut tidak dapat berkembang dan tidak dapat memobilisasi secara masif untuk mempengaruhi mayoritas masyarakat setempat guna melakukan gerakan disintegrasi secara lebih besar, lantaran adanya paham persatuan yang kuat dari masyarakat sebagai sebuah bangsa, sekat primordial maupun alasan lain yang dijadikan dasar alasan untuk melakukan integrasi pun tidak mampu menggoyahkan masyarakat, karena negara ini mampu bertransformasi sebagai sebuah rumah yang nyaman bagi realitas heterogenitas primordial yang melekat dalam diri masyarakat Indonesia.

Namun keadaan tersebut bisa saja berubah, jika kebijakan pemerintah, karakter hukum sebagai alat pengatur masyarakat serta sikap masyarakat kita tidak lagi mencermikan dan mengakomodir keberagaman dan heterogenitas primordial yang ada dalam masyarakat Indonesia, jika hal itu terjadi maka tenun persatuan dan kesatuan yang sudah terjalin dari saat kita berjuang meraih kemerdekaan hingga saat ini bisa saja putus dan berubah menjadi perpecahan.

Maka dari itu, salah satu upaya penting yang dapat kita lakukan dalam menjaga dan merawat kemerdekaan ini agar tetap kekal adalah dengan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam realitas heterogenitas primordial yang kita miliki, persatuan dan kesatuan akan membuat kita kokoh sebaliknya perpecahan akan membuat kita lemah.

Dahulu kita dapat berjuang bersama untuk meraih kemerdekaaan dengan segala perbedaan dimensi primordial yang melekat pada diri kita, maka dari itu, saat ini dan seterusnya sudah seharusnya kita juga harus mampu menjaga dan mempertahankan kemerdekaan ini dengan segala perbedaan dimensi primordial yang kita miliki.

Persatuan adalah hakikat kemerdekaan, tanpa persatuan (dahulu) kita tidak akan pernah bisa meraih sebuah kemerdekaan, tanpa persatuan niscaya sungguh kita akan lemah dan kemerdekaan ini bisa terenggut kembali oleh penindasan dan penjajahan.




Selesai.....














Tidak ada komentar:

Posting Komentar