Kamis, 02 Agustus 2018

MENANTI SIAPA CAPRES DAN CAWAPRES PEMILU 2019


Pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden untuk pemilihan umum 2019 akan dibuka dari tanggal 4 hingga 10 agustus mendatang hal tersebut mengacu kepada Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2018 tentang perubahan atas Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2019.

Meski pendaftaran resmi calon presiden dan calon wakil presiden belum dibuka, namun publik sudah menanti jauh-jauh hari dengan diliputi rasa penasaran siapakah capres dan cawapres yang akan berlaga pada hajat demokrasi pemilu presiden dan wakil presiden 2019 mendatang.

Presiden Jokowi hampir dipastikan akan kembali maju untuk menjadi capres pada pemilu 2019 mendatang, dengan modal elektabilitas yang tinggi ( menurut mayoritas lembaga survey) dan dukungan parpol koalisi yang telah memenuhi ambang batas Presidential Threshold, hanya saja saat ini yang menjadi pertanyaan publik adalah siapakah cawapres Jokowi dan siapakah penantang Jokowi pada pilpres 2019 mendatang ?.

Ini menjadi pertanyaan yang menarik, Jokowi bersama parpol pengusung (koalisi) yang terdiri dari 6 partai parlemen yaitu PDIP, PKB, PPP, Hanura, Nasdem dan Golkar serta 3 parpol non parlemen yaitu Perindo, PKPI dan PSI hingga detik ini belum juga menentukan siapa sosok yang akan menjadi calon wakil presiden pendamping Jokowi.

Dengan dukungan 6 parpol parlemen, kini Jokowi telah mendapatkan total dukungan sebesar 61,25 % kursi parlemen dari hasil pemilu 2014 lalu, dengan rincian PDIP (18,95 %), Golkar (14,75 %), PKB (9,04%), Nasdem (6,72 %), PPP (6,53%), dan Hanura (5,26%),  dengan demikian hanya tersisa 38,75 % kursi parlemen  yang terdiri Gerindra (11,81 %), Demokrat (10,19 %), PAN (7,59 %), dan PKS (6,79 %) yang kemungkinan akan membentuk koalisi untuk menantang Jokowi pada pilpres mendatang, jika itu terjadi, maka dapat dipastikan akan terjadi duel antara 2 pasangan calon presiden dan wakil presiden pada pilpres mendatang

Dengan aturan Presidential Threshold sebesar 20 % kursi di DPR atau 25 % suara sah nasional dalam pemilu 2014, dukungan kepada Jokowi tentunya sudah lebih dari cukup, dengan dukungan 61,25 % kursi parlemen pemilu 2014, saat ini Jokowi boleh dibilang hanya tinggal menentukan siapa cawapres yang dipilih untuk mendampinginya pada pilpres 2019 mendatang, namun hingga detik Jokowi belum juga menentukan siapa cawapresnya.

Menurut pendapat saya setidaknya ada 3 kriteria politis yang harus dipenuhi oleh sosok cawapres pendamping Jokowi yakni, pertama, sosok tersebut harus dapat meningkatkan elektabilitas atau perbendaharaan suara bagi Jokowi, kedua, sosok tersebut dapat diterima oleh para parpol pengusung (koalisi), ketiga, sosok tersebut harus mampu menjadi peredam atau penangkal bagi sosok cawapres pihak penantang Jokowi.

Dengan 3 kriteria politis tersebut, dapat dipahami bahwa kemungkinan ada 2 faktor yang menyebabkan Jokowi hingga detik ini belum juga menentukan siapa cawapres yang akan mendampinginya untuk pilpres 2019 mendatang yakni, pertama, belum menemukan sosok yang bisa diterima oleh parpol pendukung atau belum tercapainya kata mufakat dalam menentukan siapa cawapres Jokowi mengingat beberapa parpol pendukung seperti PKB dan Golkar masing-masing mengajukan nama cawapres, PKB mengajukan Muhaimin Iskandar dan Golkar mengajukan Airlangga Hartarto, apalagi kedua nama tersebut juga memiliki elektabilitas yang relatif cukup baik dari beberapa lembaga survey untuk menjadi cawapes Jokowi, disisi lain ada kemungkinan Jokowi akan mengambil jalan tengah untuk menghindari perpecahan koalisi yakni dengan memilih cawapres diluar parpol koalisi yang tentunya dapat diterima oleh parpol koalisi, nama-nama seperti Mahfud MD, Moedoko, Ma'ruf Amin hingga Tuan Guru Bajang pun mengemuka.

Faktor kedua yang menyebabkan Jokowi belum menentukan siapa cawapres yang akan mendampinginya untuk pilpres 2019 mendatang adalah karena menunggu siapa cawapres dari pihak lawan, jika cawapres pihak lawan sudah diketahui, dengan begitu tentunya Jokowi akan bisa memilih sosok cawapres yang sekiranya bisa mengimbangi atau meredam elektabilitas cawapres pihak lawan dari segi modal elektoral yang dimiliki oleh cawapres pilihannya.

Misalnya jika pihak lawan mengajukan cawapres dari pihak ulama, Jokowi kemungkinan akan menangkalnya dengan jalan memilih cawapres dari pihak ulama juga, kemudian lagi jika pihak lawan mengajukan cawapres dari pihak profesi (militer atau akademisi) maupun dari sisi identitas suku misalnya jawa atau non jawa, kemungkinan Jokowi juga akan menangkalnya dengan hal yang serupa, mengentalnya tren politik identitas pasca pilgub DKI dipercaya sedikit banyak masih akan mewarnai dan mempengaruhi proses dinamika pemilu pilpres mendatang.

Jika pihak Jokowi hanya tinggal memilih cawapres, disisi yang lain pihak oposisi yakni PKS, Gerindra, PAN dan juga Demokrat nampaknya belum 100% sepakat untuk berkoalisi, mungkin penentuan capres yang akan diusung oleh keempat parpol tersebut sudah mengerucut ke nama Prabowo Subianto, namun agaknya persoalan penentuan siapa cawapres yang akan dipilih untuk mendampingi Prabowo masih menjadi penghalang bagi bersatunya 4 parpol tersebut.

PKS telah mengajukan dua nama cawapres untuk mendampingi Prabowo dari hasil ijtima ulama yakni Ustadz Abdul Somad serta Salim Segaf Al Jufry, bahkan PKS menyatakan jika salah satu dari dua nama cawapres yang diajukan tidak ada yang dipilih, maka PKS kemungkinan besar akan batal untuk berkoalisi, disatu sisi Demokrat agaknya juga belum terakomodir kepentingan politiknya, sehingga belum pasti menyatakan bergabung, diyakini bahwa Demokrat mengajukan syarat untuk bergabung dengan koalisi dengan mengajukan nama Agus Harimurti Yudhoyono sebagai cawapres Prabowo.

Jika PKS dan Demokrat tetap kekeuh terhadap pendiriannya (pengajuan cawapres sebagai syarat penentu untuk bergabung koalisi) maka kemungkinan Prabowo akan memilih salah satu diantara PKS atau Demokrat dan hampir dipastikan pula Prabowo juga akan kehilangan salah satu dari mitra koalisinya tersebut kecuali ada lobi-lobi politik tertentu yang bisa meredamnya.

Di sisi lain juga ada yang berpendapat bahwa bisa saja Prabowo tidak jadi maju sebagai capres dan hanya akan menjadi king maker atau aktor dibalik layar sebagaimana diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago, hal itu disebabkan karena faktor beban mental karena sudah kalah dua kali yakni pada pilpres 2009 (sebagai cawapres Megawati) dan pada pilpres 2014 (sebagai capres), Pangi Syarwi menyatakan bahwa sosok Prabowo akan terlihat lebih terhormat dan terstigma publik sebagai sosok negarawan apabila tidak maju sebagai capres dan menjadi king maker.

Namun menurut perspektif saya hal tersebut sangat kecil peluangnya, saya memprediksi Prabowo akan tetap maju sebagai capres mengingat secara eletabilitas dari semua lembaga survey, hanya Prabowo lah yang mampu setidaknya mengimbangi elektabilitas Jokowi, jika Prabowo tidak jadi maju dan memunculkan sosok lain sebagai penggantinya, maka itu sama saja memberikan karpet hijau yang mulus bagi Jokowi untuk kembali memenangkan kontestasi pilpres mendatang.

Meniliki situasi, potensi, kondisi, peluang dan kemungkinan diatas, maka pada pemilu presiden 2019 mendatang sangat berpeluang besar atau hampir dipastikan akan kembali menyajikan duel rematch pemilu presiden 2014 lalu yakni duel antara Jokowi versus Prabowo, hanya saja sudah pasti dengan cawapres yang berbeda, dan siapakah sosok cawapres itu ? untuk lebih pastinya marilah kita bersabar sedikit untuk menunggu hingga tanggal pendaftaran capres dan cawapres berakhir yakni tanggal 10 Agustus mendatang untuk dapat kita ketahui bersama siapa capres dan cawapres yang akan berlaga pada pemilu presiden 2019 mendatang, atau mungkin akan lebih baik lagi jika hal tersebut dapat kita ketahui sebelum tanggal 10 Agustus hehehee.

Namun secara resmi, siapa capres dan cawapres yang berlaga pada pemilu presiden 2019 mendatang akan dapat kita ketahui setelah adanya penetapan resmi dari KPU pada 20 September mendatang tentunya setelah pendaftaran capres dan cawapres serta pemenuhan (verifikasi) syarat administratif selesai.















Tidak ada komentar:

Posting Komentar