Selasa, 24 September 2019

MAHASISWA DAN DEMONSTRASI


Mahasiswa sering mendapat label sebagai agent of change. Agen perubahan bagi kemajuan dan peradaban sebuah negara. Tidak berlebihan, mengingat mahasiswa adalah anak muda harapan bangsa, generasi penerus, serta calon suksesor para pemimpin yang ada saat ini guna menyongsong hari esok nan lebih cerah.

Sebagai agen perubahan. Mahasiswa memiliki dua peran penting dalam konstelasi tata kehidupan politik-negara. Pertama, sebagai generasi penerus bangsa dan simbol regenerasi tampuk kepemimpinan negara di masa depan. Pada poin ini dapat di elaborasi bahwa kualitas dan kapasitas dari mahasiswa saat ini akan menjadi faktor yang sangat menentukan bagaimana kemajuan dan kemunduran sebuah bangsa di masa depan. Dengan kata lain, bangsa yang memiliki mahasiswa berkualitas dan memiliki kapasitas (skills) dapat dikatakan akan memiliki masa depan yang lebih cerah, mengingat regenerasi dan peremajaan estafet kepemimpinan bangsa akan berjalan baik dan kondusif. Melihat proporsi demikian, maka membangun sistem dan iklim pendidikan yang berkualitas di perguruan tinggi menjadi sebuah keniscayaan dalam rangka membentuk dan mencetak mahasiswa sebagai agen perubahan bangsa.

Kedua, sebagai contra balance bagi penyelenggara negara agar tetap berfungsi on the track. Secara historis, di negara manapun, mahasiswa selalu erat dengan simbol perlawanan terhadap rezim pemerintahan yang "nyeleweng" dari khitahnya sebagai pemegang amanat rakyat dalam rangka mewujudkan kesejahteraan dan keadilan. Di Indonesia sendiri, kekuatan mahasiswa sebagai contra balance pernah mencapai titik kulminasi ketika mampu "menggulingkan" rezim otoriter Soeharto pada tahun 1998 silam.

Sebagai contra balance, mahasiswa memiliki tiga legitimasi kekuatan. Pertama, kekuatan intelektual. Mahasiswa secara harfiah berasal dari kata maha (besar/agung/tinggi) dan siswa. Yang berarti siswa yang besar/agung/tinggi tentunya secara intelektualitas maupun budi pekerti. Oleh karenanya, dengan bekal intelektualitas dan budi pekerti yang tinggi, mahasiswa diharapkan mampu menjadi pihak yang jernih dalam menempatkan dan menilai sesuatu fenomena secara obyektif dan berkeadilan. Mampu membangun argumen yang logis dalam rangka "melawan" rezim yang tidak pro-rakyat dan anti-demokrasi. Mampu melakukan pemberdayaan dan advokasi sosial kepada masyarakat agar tidak mudah di "bodohi" oleh penguasa lalim.

Kedua, kekuatan idealisme. Tan Malaka pernah berujar bahwa "idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda". Mahasiswa adalah pemuda. Pemuda yang masih bebas nilai. Dalam arti, masih belum terjangkit racun matrialistis dan kepentingan-kepentingan politis-pragmatis. Mengapa demikian, ya karena mahasiswa masih bergelut dengan ilmu, teori, dan nilai idealisme di kampus belum masuk dan terlibat dalam sistem politik praktis yang berpotensi besar dapat menggerus nilai idealisme diri.

Kemudian, dengan kekuatan idealisme itulah, mahasiswa mampu bertransfromasi sebagai senyawa "konstitusionalisme" bagi penguasa agar tidak melakukan tindakan dan kebijakan yang kontradiksi dengan tujuan dan esensi bernegara. Kekuatan idealisme sendiri secara praksis akan melahirkan sikap kritis dan keberanian dari para mahasiswa.

Ketiga, kekuatan masifisitas. Mahasiswa memiliki daya ledak dan daya masifisitas yang tinggi (jumlah yang banyak dan menyebar) hal demikian membuat mahasiswa memiliki daya tawar atau bergaining position yang kuat dimata penguasa dalam rangka pembuatan kebijakan. Kekuatan masifisitas mahasiswa memberi semacam social pressure dan morality pressure kepada penguasa dalam hal mengambil sebuah kebijakan yang memiliki dampak luas kepada masyarakat. Sudah banyak kebijakan yang tidak pro kepada rakyat dan keadilan akhirnya dirubah oleh penguasa baik di tingkat pusat maupun daerah karena adanya resistensi secara masif (demonstrasi) dari mahasiswa. Hal ini menandakan bahwa kekuatan masifisitas dari mahasiswa dapat menjadi resistensi yang efektif dalam mencegah maupun melawan kebijakan-kebijakan penguasa yang tidak pro terhadap rakyat dan keadilan.

Demonstrasi

Permasalahan kompleks yang melanda negeri ini dan cenderung berdekatan memantik resistensi mahasiswa dari segala penjuru daerah. Demonstrasi secara masif pun terjadi di Jakarta, Yogya, Malang, Semarang, dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Permasalahan Papua, lambatnya penanganan kabut asap akibat kebakaran hutan, pelemahan KPK, RUU KUHP yang sarat pasal kontroversial tak pelak memicu perlawanan mahasiswa.

Demonstrasi sendiri dapat dilihat sebagai bentuk perlawanan. Meskipun pada sisi lain, juga dapat dilihat sebagai saluran untuk mengekspresikan aspirasi. Pada prinsipnya, demonstrasi adalah saluran demokratis guna membawa perubahan yang konstruktif. Meskipun secara hasil tidak selalu demikian.

Demonstrasi bagi mahasiswa sendiri adalah salah satu bentuk pengejawantahan dari kekuatan mahasiswa sebagai contra balance bagi penguasa agar tidak sewenang-wenang dalam mengambil kebijakan.

Demonstrasi yang masif dari mahasiswa saat ini tentunya memberikan titah positif (asal tidak berujung pada anarki). Karena menandakan bahwa kekuatan mahasiswa ternyata masih ada. Idealisme itu masih tertanam dalam sanubari dan keberanian itu masih pendar menyala.

Yang menjadi lucu kemudian, adalah adanya pihak-pihak, khususnya dilingkaran kekuasaan yang menuding bahwa demonstrasi yang dilakukan mahasiswa saat ini dibungkus sebagai alat politis praktis pihak-pihak tertentu yang tidak suka terhadap rezim yang berkuasa.

Saya kira terlalu berlebihan bahkan cenderung naif tudingan tersebut. Memang, penyusupan-penyusupan kecil sangat potensial ada, namun arus utamanya tentu tetap mahasiswa yang memegang peranan. Perlu diingat, dalam catatan sejarah, mahasiswa selalu memiliki nalar, logika, daya analisa dan idealismenya sendiri. Mahasiswa tidak pernah mau menjadi kaki-tangan pihak-pihak yang memiliki tujuan politis-pragmatis. Jadi, jangan pernah meragukan nilai indepedensi mahasiswa atas aksi demonstrasi yang kini tengah mereka lakukan. Mahasiswa sendiri menurut Bung Hatta adalah hati dan akalnya masyarakat. Oase yang mampu mengejawantahkan harapan dan aspirasi masyarakat.

Dengan menggunakan logika umum diatas. Konkretnya, ketika mahasiswa sudah mulai bergerak (melawan) dari segala penjuru daerah di Indonesia. Dapat dipastikan sedang terjadi sesuatu yang tidak "beres" di negeri ini.

Menurut hemat saya, alangkah bijak jika pihak penguasa beserta lingkarannya lebih fokus guna merespons, menjawab, dan menindaklanjuti apa yang menjadi substansi perlawanan dari pihak mahasiswa, bukan malah sebaliknya, justru sibuk membuang-buang energi untuk membangun narasi picik. Mahasiswa ditunggangi, mahasiswa alat politis pihak oposisi, mahasiswa memiliki tujuan politis tertentu dsb.

Sekali lagi, mahasiswa selalu memiliki nalar, logika, daya analisa dan idealismenya sendiri.

Memang benar, setiap demonstrasi pasti memiliki dan tidak bisa dilepaskan dari tujuan politis. Mengingat esensi demonstrasi sendiri adalah menyuarakan aspirasi untuk membawa perubahan. Namun tujuan politis dari mahasiswa bukanlah tujuan pragmatis-materialistis melainkan tujuan kolektif-substantif demi tegaknya demokrasi, nomokrasi, dan welfarestate.

Hidup Mahasiswa. Masa depan rakyat, bangsa, dan negara ada di pundak kalian.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar