Kamis, 14 November 2019

PERGERAKAN MAHASISWA: HISTORISITAS, RASIONALITAS, DAN AKTUALISITAS




Wakil presiden pertama Indonesia, Bung Hatta, mengatakan bahwa mahasiswa adalah hati dan akalnya masyarakat. Hati dan akalnya masyarakat karena mahasiswa adalah oase yang bisa memperjuangkan apa yang menjadi harapan dan aspirasi masyarakat. “Sejarah dunia adalah sejarah orang muda, apabila angkatan muda mati rasa, maka matilah sejarah sebuah bangsa” demikian ucap Pramoedya Ananta Toer.

Sebagaimana ucapan Pram, mahasiswa sebagai kaum muda memang harapan (masa depan) sekaligus tumpuan bagi rakyat dan bangsa ini. Secara esensial, mahasiswa menyimpan tiga kekuatan yang dapat menjadi power bagi terwujudnya stabilitas dan progresifitas negara. Pertama, kekuatan intelektual. Kekuatan intelektual ini berguna baik sebagai contra balance dan juga kontra narasi terhadap sikap dan kebijakan pemerintah yang tidak substantif dan nir-aspiratif maupun untuk mengadvokasi masyarakat baik secara ekonomi, sosial, hukum, teknologi, dan politik.

Kedua, kekuatan idealisme. Hal ini terkait independensi sikap dan daya responsif mahasiswa terhadap problematika kebangsaan. Kekuatan idealisme membuat mahasiswa pure berjuang demi nilai kemaslahatan publik bukan untuk tujuan pragmatis-oportunis. Kekuatan idealisme sendiri memiliki makna kekuatan untuk menempatkan nilai-nilai ideal kebangsaan sebagai dasar dan nafas dalam melakukan perjuangan.

Ketiga, kekuatan masifisitas dan militansi. Kekuatan masifisitas dan militansi merupakan kekuatan daya ledak yang membuat mahasiswa memiliki bergaining position kuat dimata pemerintah. Ketika mahasiswa sudah mulai bergerak (demonstrasi) dari segala penjuru karena sebuah kebijakan pemerintah yang kontradiksi dengan aspirasi publik, maka pemerintah tentu akan mengambil sikap dan mempertimbangkan apa yang menjadi tuntutan dan aspirasi mahasiswa. Dalam konteks ini mahasiswa akan dapat mempengaruhi pemerintah dalam membuat sebuah kebijakan.

Pada prinsipnya, apa yang diucapkan oleh Bung Hatta dan Pram diatas merupakan wujud apresiasi dimana melekat tanggungjawab dan fakta historis bahwa mahasiswa memiliki peran penting dalam mengubah momentum kebangsaan dan perjalanan demokrasi. Dengan tiga kekuatan diatas, mahasiswa memiliki potensi besar untuk berperan sebagai agent of change guna membawa kemajuan dan kemaslahatan bangsa ini.

Pergerakan Mahasiswa

Secara gramatikal, arti dari kata pergerakan adalah kebangkitan untuk perjuangan dan perbaikan. Pergerakan artinya adalah bertindak. Tidak sekadar bertindak, namun tindakan tersebut harus beresensi membangkitkan. Kebangkitan inilah yang memicu perbaikan. Dalam konteks pergerakan mahasiswa, maka tindakan-tindakan yang dilakukan oleh mahasiswa harus berkorelasi pada sebuah momentum kebangkitan yang bermuara pada perbaikan.

Dari sisi historisitas (pergulatan sejarah), mahasiswa selalu memiliki tindakan-tindakan besar yang memacu perbaikan dalam konstelasi kebangsaan kita. Sebelum kemerdekaan, mahasiswa berperan dalam pembentukan organisasi pergerakan pertama di Indonesia, Budi Utomo pada 1908. Mahasiswa juga membentuk organisasi Perhimpunan Indonesia pada 1925 yang berfokus pada tujuan kemerdekaan RI dan pemberdayaan masyarakat. Pada tahun 1928 para mahasiswa dan organisasi pemuda juga menginisiasi terwujudnya sumpah pemuda yang menjadi tonggak momentum persatuan bangsa. 

Setelah kemerdekaan, peran pergerakan mahasiswa tak surut. Dari peristiwa 66 dimana mahasiwa yang tergabung dalam KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) mempelopori kesatuan aksi yang melahirkan Tritura, kemudian mahasiswa juga berperan dalam peristiwa malari 1974 dengan melakukan demonstrasi sebagai bentuk protes atas kedatangan Perdana Menteri Jepang (terkait modal asing dan neo-imperialisme) yang kemudian melahirkan tiga tuntutan yang diberi nama “Tritura Baru 1974”, peran pergerakan mahasiswa mencapai titik kulminasi pada saat “berhasil” melengserkan kekuasaan otoritarianisme Soeharto sekaligus membangun tatanan demokrasi baru (reformasi) pada tahun 1998.

Di tinjau dari sisi historisitas, dapat kita nilai dan simpulkan bahwa pergerakan mahasiswa selalu mampu memicu momentum kebangkitan dan perbaikan dalam perjalanan demokrasi bangsa ini.

Selanjutnya kita berbicara mengenai rasionalitas pergerakan mahasiswa. Dalam konteks rasionalitas, aktivitas pergerakan mahasiswa harus dan selalu diletakkan untuk kepentingan bangsa dan kemaslahatan publik. Rasionalitas dalam hal ini berbicara tentang logika dan akal sehat mengenai dasar argumentasi atau latar belakang apa yang melandasi mahasiswa melakukan tindakan, kesemuanya itu harus bisa dijelaskan secara logis dengan dasar data dan argumentasi yang kuat. Dengan demikian, marwah dari pergerakan dan tindakan mahasiswa akan memiliki nilai dan mendapat kontekstualisasinya (apresiasi) dalam ruang publik. Oleh karenanya, pergerakan mahasiswa jangan sekadar menjadi gerakan masif dan militan namun juga harus menjadi gerakan intelektual dan society common sense.
 
Terakhir, berbicara mengenai aktualisitas. Pergerakan mahasiswa kedepan harus diaktualisasikan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan zaman. Demonstrasi tetap penting sebagai sarana kontrol terhadap pemerintah agar tidak membuat kebijakan yang kontradiksi dengan kebutuhan dan aspirasi publik. Namun advokasi sosial secara struktural dan berkesinambungan kepada masyarakat juga harus menjadi concern mahasiswa. Kedepan mahasiswa harus dapat berperan sebagai inisiator pembentuk civil society 4.0 melalui advokasi sosial dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini merupakan wujud kontribusi substantif (jangka panjang) mahasiswa guna membangun peradaban bangsa yang lebih berkemajuan. 

Mahasiswa jangan hanya menjadi menara gading.

Selesai ......


Tidak ada komentar:

Posting Komentar