Wakil presiden pertama
Indonesia, Bung Hatta, mengatakan bahwa mahasiswa adalah hati dan akalnya
masyarakat. Hati dan akalnya masyarakat karena mahasiswa adalah oase yang bisa
memperjuangkan apa yang menjadi harapan dan aspirasi masyarakat. “Sejarah dunia adalah sejarah orang muda, apabila
angkatan muda mati rasa, maka matilah sejarah sebuah bangsa” demikian ucap
Pramoedya Ananta Toer.
Sebagaimana ucapan Pram, mahasiswa sebagai kaum
muda memang harapan (masa depan) sekaligus tumpuan bagi rakyat dan bangsa ini. Secara esensial, mahasiswa
menyimpan tiga kekuatan yang dapat menjadi power
bagi terwujudnya stabilitas dan progresifitas negara. Pertama, kekuatan intelektual.
Kekuatan intelektual ini berguna baik sebagai contra balance dan juga kontra narasi terhadap sikap dan kebijakan
pemerintah yang tidak substantif dan nir-aspiratif maupun untuk mengadvokasi
masyarakat baik secara ekonomi, sosial, hukum, teknologi, dan politik.
Kedua, kekuatan
idealisme. Hal ini terkait independensi sikap dan daya responsif mahasiswa
terhadap problematika kebangsaan. Kekuatan idealisme membuat mahasiswa pure berjuang demi nilai kemaslahatan publik
bukan untuk tujuan pragmatis-oportunis. Kekuatan idealisme sendiri memiliki
makna kekuatan untuk menempatkan nilai-nilai ideal kebangsaan sebagai dasar dan
nafas dalam melakukan perjuangan.
Ketiga, kekuatan masifisitas
dan militansi. Kekuatan masifisitas dan militansi merupakan kekuatan daya ledak
yang membuat mahasiswa memiliki bergaining
position kuat dimata pemerintah. Ketika mahasiswa sudah mulai bergerak (demonstrasi)
dari segala penjuru karena sebuah kebijakan pemerintah yang kontradiksi dengan
aspirasi publik, maka pemerintah tentu akan mengambil sikap dan
mempertimbangkan apa yang menjadi tuntutan dan aspirasi mahasiswa. Dalam
konteks ini mahasiswa akan dapat mempengaruhi pemerintah dalam membuat sebuah kebijakan.
Pada prinsipnya, apa
yang diucapkan oleh Bung Hatta dan Pram diatas merupakan wujud apresiasi dimana
melekat tanggungjawab dan fakta historis bahwa mahasiswa memiliki peran penting
dalam mengubah momentum kebangsaan dan perjalanan demokrasi. Dengan tiga
kekuatan diatas, mahasiswa memiliki potensi besar untuk berperan sebagai agent of change guna membawa kemajuan dan kemaslahatan bangsa ini.
Pergerakan
Mahasiswa
Secara gramatikal, arti
dari kata pergerakan adalah kebangkitan untuk perjuangan dan perbaikan.
Pergerakan artinya adalah bertindak. Tidak sekadar bertindak, namun tindakan
tersebut harus beresensi membangkitkan. Kebangkitan inilah yang memicu
perbaikan. Dalam konteks pergerakan mahasiswa, maka tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh mahasiswa harus berkorelasi pada sebuah momentum kebangkitan
yang bermuara pada perbaikan.
Dari sisi
historisitas (pergulatan sejarah), mahasiswa selalu memiliki tindakan-tindakan besar yang memacu
perbaikan dalam konstelasi kebangsaan kita. Sebelum kemerdekaan, mahasiswa
berperan dalam pembentukan organisasi pergerakan pertama di Indonesia, Budi
Utomo pada 1908. Mahasiswa juga membentuk organisasi Perhimpunan Indonesia pada
1925 yang berfokus pada tujuan kemerdekaan RI dan pemberdayaan masyarakat. Pada
tahun 1928 para mahasiswa dan organisasi pemuda juga menginisiasi terwujudnya sumpah pemuda yang menjadi tonggak momentum
persatuan bangsa.
Setelah kemerdekaan,
peran pergerakan mahasiswa tak surut. Dari peristiwa 66 dimana mahasiwa yang
tergabung dalam KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) mempelopori kesatuan
aksi yang melahirkan Tritura, kemudian mahasiswa juga berperan dalam peristiwa
malari 1974 dengan melakukan demonstrasi sebagai bentuk protes atas kedatangan
Perdana Menteri Jepang (terkait modal asing dan neo-imperialisme) yang kemudian
melahirkan tiga tuntutan yang diberi nama “Tritura Baru 1974”, peran pergerakan
mahasiswa mencapai titik kulminasi pada saat “berhasil” melengserkan kekuasaan otoritarianisme
Soeharto sekaligus membangun tatanan demokrasi baru (reformasi) pada tahun 1998.
Di tinjau dari sisi
historisitas, dapat kita nilai dan simpulkan bahwa pergerakan mahasiswa selalu
mampu memicu momentum kebangkitan dan perbaikan dalam perjalanan demokrasi
bangsa ini.
Selanjutnya kita
berbicara mengenai rasionalitas pergerakan mahasiswa. Dalam konteks
rasionalitas, aktivitas pergerakan mahasiswa harus dan selalu diletakkan untuk
kepentingan bangsa dan kemaslahatan publik. Rasionalitas dalam hal ini berbicara tentang logika
dan akal sehat mengenai dasar argumentasi atau latar belakang apa yang melandasi
mahasiswa melakukan tindakan, kesemuanya itu harus bisa dijelaskan secara logis
dengan dasar data dan argumentasi yang kuat. Dengan demikian, marwah dari pergerakan dan tindakan mahasiswa akan memiliki nilai dan
mendapat kontekstualisasinya (apresiasi) dalam ruang publik. Oleh karenanya, pergerakan
mahasiswa jangan sekadar menjadi gerakan masif dan militan namun juga harus
menjadi gerakan intelektual dan society
common sense.
Terakhir, berbicara
mengenai aktualisitas. Pergerakan mahasiswa kedepan harus diaktualisasikan sesuai
dengan perkembangan dan kebutuhan zaman. Demonstrasi tetap penting sebagai
sarana kontrol terhadap pemerintah agar tidak membuat kebijakan yang
kontradiksi dengan kebutuhan dan aspirasi publik. Namun advokasi sosial secara
struktural dan berkesinambungan kepada masyarakat juga harus menjadi concern mahasiswa. Kedepan mahasiswa
harus dapat berperan sebagai inisiator pembentuk civil society 4.0 melalui
advokasi sosial dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini merupakan wujud kontribusi substantif (jangka panjang) mahasiswa guna membangun peradaban bangsa yang lebih
berkemajuan.
Mahasiswa jangan hanya menjadi menara gading.
Selesai ......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar