Sabtu, 30 Juni 2018

PIALA DUNIA DAN IRONI MESSI


" Semua tim yang berlaga dalam piala dunia pada hakikatnya adalah berjuang untuk mendapatkan tangis bahagia di akhir kejuaraan, jika itu tidak didapat maka tangis kesedihan adalah gantinya "


Piala dunia adalah ibarat padang kurusetra dalam wiracrita Mahabarata, tempat bertarungnya para ksatria-ksatria sepakbola terbaik di muka bumi yang berjibaku membela tanah air masing-masing demi sebuah gelar supremasi tertinggi sepakbola dunia.

Seperti halnya gelanggang kurusetra, piala dunia tentunya juga diwarnai duel-duel sengit hingga dramatis yang terkadang melahirkan momen-momen memorable sepanjang masa.

32 negara yang berpartisipasi dalam piala dunia akan saling jegal saling sikut untuk menjadi yang terbaik di muka bumi.

Dan untuk menjadi yang terbaik di muka bumi setiap tim tentunya harus mampu mengalahkan lawan-lawan yang menghadang, dimulai dari fase grup, perdelapanfinal, perempatfinal, semifinal dan final.

Disinilah piala dunia akan berentitas menjadi sebuah ajang yang melankolis, piala dunia akan menjadi ladang tangis baik itu tangis kebahagiaan maupun tangis kesedihan bagi pemain, pelatih, hingga pendukung sebuah negara.

Di mulai dari fase grup tangis dan tawa tentunya sudah menghiasi, memasuki babak knock-out piala dunia akan semakin masif melahirkan tangis, tim atau negara yang gugur akan diratapi dengan tangis oleh para pemain yang berjibaku dan para pendukung, mengingat begitu panjangnya perjuangan dan pengorbanan baik bagi tim maupun secara khusus bagi para pemain untuk bisa tampil di ajang piala dunia ini.

Babak perdelapanfinal, perempatfinal, semifinal, hingga final akan selalu menghadirkan tangis kesedihan bagi tim yang kalah dan tim yang dapat menangis bahagia di akhir turnamen adalah tim yang keluar sebagai juara dunia.

Oleh karena itu, pada hakikatnya setiap tim yang bertarung di ajang piala dunia adalah berjuang agar dapat mendapatkan tangis bahagia di akhir turnamen, yaitu dengan menjadi juara di ajang sepakbola paling prestisius dunia yang hanya diadakan 4 tahun sekali.

Jika tidak dapat mendapatkan tangis bahagia di akhir turnamen maka dapat dipastikan tangis kesedihan adalah yang akan mereka rasakan.


IRONI MESSI


Tangis kesedihan pula yang akhirnya dirasakan oleh para pendukung dan rakyat Argentina ketika timnas Argentina harus gugur di babak perdelapanfinal piala dunia 2018 setelah di hempaskan oleh juara piala dunia 1998 Perancis dengan skor 4-3.

Kesedihan itu juga tergambar jelas dalam raut wajah sang mega bintang Argentina, Lionel Messi, betapa tidak, piala dunia tahun ini kemungkinan besar akan menjadi ajang piala dunia terakhir bagi Messi, mengingat di ajang piala dunia berikutnya Messi akan berusia 35 tahun.

Kalaupun Messi bisa tampil pada piala dunia 2022 mendatang hampir pasti kemampuan dan determinasinya akan menurun seiring dengan bertambahnya usia, usia 35 tahun tentu dapat dikatakan uzur untuk bersaing dalam ajang kompetitif seperti piala dunia.

Piala dunia sendiri memang menjadi ajang yang tidak bersahabat bagi Messi, tampil 4 kali di ajang piala dunia, yakni piala dunia 2006, piala dunia 2010, piala dunia 2014 dan piala dunia 2018, tak sekalipun Messi mampu menunjukkan performa gemilang dan mengangkat juara bersama Argentina.

Prestasi terbaik Messi bersama Argentina di ajang piala dunia adalah pada piala dunia 2014 dimana Messi mampu menghantarkan tim tango hingga ke babak final sebelum akhirnya dikandaskan oleh tim spesialis turnamen Jerman lewat gol tunggal Mario Goetze.

Lebih parahnya Messi pun tidak pernah mampu mencetak gol di babak knock-out piala dunia, selama berpartisipasi di 4 piala dunia total Messi hanya mampu mencetak 6 gol yang kesemuanya di cetak di fase grup.

Sungguh ironi memang, Messi yang begitu perkasa dan superior di level klub bersama Barcelona dengan 5 trofi pemain terbaik dunia, ratusan gol, puluhan trofi dan rekor demi rekor namun justru kurang mampu menunjukkan tajinya bersama Argentina.

Hal ini menandakan bahwa sepakbola adalah olahraga kolektif bukan individu, Messi bisa bersinar di Barcelona karena di sokong gelandang-gelandang mumpuni macam Xavi, Fabregas, Iniesta, Busquets hingga Ivan Rakitic, namun ia tidak bisa mendapatkan sokongan itu di Argentina, hal inilah yang disinyalir kuat membuat Messi kurang mampu tampil maksimal saat bermain bersama albiceleste.

Kegagalan Argentina di piala dunia 2018 ini membuat Messi masih akan tetap berada dibawah bayang-bayang sang senior Diego Maradona, selama ini Messi kerap dibanding-bandingkan dengan Maradona mengingat begitu banyak kemiripan diantara mereka, seperti posisi bermain, postur tubuh, kaki kidal, jago dribel dan bernomor punggung 10, namun agaknya bagi orang Argentina Messi tetaplah belum selevel dengan Maradona mengingat Messi belum bisa membawa Argentina menjuarai piala dunia sebagaimana yang Maradona lakukan pada tahun 1986.

Bagi saya pribadi Messi dan Maradona adalah sebuah fenomena, mereka adalah dua pemain yang dilahirkan dengan bakat istimewa untuk memberikan sesuatu yang melekat di memori setiap manusia yang pernah menyaksikan mereka bermain.

Di sisi lain membandingkan Maradona dan Messi saya kira bukanlah hal tepat, mengingat mereka bermain di era yang berbeda, tantangan dan kompleksitas sepakbolanya juga berbeda, apalagi akan menjadi tidak adil jika bahan pembanding utama antara keduanya adalah gelar piala dunia bersama timnas tanpa melihat aspek-aspek lainnya seperti statistik penampilan dan rasio gol baik di timnas maupun klub atau gelar kolektif maupun gelar individu di level klub.

Sepakbola adalah olahraga kolektif bukan individu, oleh karena itu tidak bisa di klaim begitu saja bahwa keberhasilan atau kegagalan Argentina di piala dunia hanyalah karena andil Maradona dan Messi, mengingat keberhasilan maupun kegagalan sebuah tim pada dasarnya merupakan peran dan tanggungjawab bersama seluruh komponen tim.

Meskipun pada akhirnya tidak pernah meraih juara piala dunia sekalipun, dengan segala pencapaian yang telah diraih saya kira Messi akan tetap menjadi salah satu pemain sepakbola terbaik sepanjang masa yang akan selalu dikenang dalam sejarah panjang cabang olahraga termasyhur ini, karena sejarah telah mencatat bahwa tidak semua pemain hebat memang ditakdirkan untuk mendapatkan gelar juara secara lengkap.

Sebut saja Maradona yang pernah merasakan juara piala dunia namun belum pernah merasakan juara liga Champions Eropa, Hal yang sama juga berlaku bagi Ronaldo Nazario, kemudian Steven Gerrard yang tidak pernah merasakan juara liga Inggris meski pernah merasakan juara liga Champions Eropa, Eusebio yang tidak pernah juara piala dunia dan eropa, Johan Cruyff yang hanya mampu mengantarkan Belanda menjadi juara kedua piala dunia, bahkan ada pemain hebat nan legendaris yang tidak pernah bermain di piala dunia sekalipun sebut saja Gorge Best.

Pada akhirnya tanpa gelar piala dunia pun Messi akan tetap menjadi legenda, tidak hanya legenda bagi Argentina maupun Barcelona tetapi juga legenda bagi olahraga sepakbola itu sendiri.

Percayalah nama Lionel Messi akan tetap mahsyur hingga puluhan bahkan ratusan tahun kedepan.



Selesai ....











Tidak ada komentar:

Posting Komentar