Setelah debat capres-cawapres edisi pertama lalu hanya menyajikan panggung
debat yang jauh dari narasi-narasi substantif, publik kini menaruh ekspektasi
tinggi pada debat edisi kedua besok, publik sangat mengharapkan debat edisi
kedua bisa menjadi panggung paripurna yang dapat mencerminkan kapasitas capres sebagai calon pemimpin negara. Debat edisi kedua sendiri akan menyajikan debat antara kedua capres.
Disatu sisi, rendahnya kualitas debat edisi pertama lalu turut menggugah pihak penyelenggara dalam hal ini KPU guna melakukan berbagai evaluasi, satu poin penting sebagai hasil evaluasi dari debat edisi pertama lalu adalah ditiadakannya kisi-kisi debat, diharapkan dengan ditiadakannya kisi-kisi debat, kedua capres bisa tampil secara lebih genuine, sehingga membuat rakyat Indonesia dapat mengukur secara lebih obyektif kira-kira pasangan mana yang layak mereka pilih berdasarkan visi, misi, program, dan solusi yang ditawarkan.
Disatu sisi, rendahnya kualitas debat edisi pertama lalu turut menggugah pihak penyelenggara dalam hal ini KPU guna melakukan berbagai evaluasi, satu poin penting sebagai hasil evaluasi dari debat edisi pertama lalu adalah ditiadakannya kisi-kisi debat, diharapkan dengan ditiadakannya kisi-kisi debat, kedua capres bisa tampil secara lebih genuine, sehingga membuat rakyat Indonesia dapat mengukur secara lebih obyektif kira-kira pasangan mana yang layak mereka pilih berdasarkan visi, misi, program, dan solusi yang ditawarkan.
Debat adalah sarana yang penting untuk mendongkrak efek
elektoral, khususnya untuk menggaet para swing
voters dan pemilih yang “Iman”
politiknya masih lemah. Pemilu 2014 silam telah memberikan contoh nyata bahwa
debat memiliki efek elektoral yang tidak kecil, Burhanuddin Muhtadi dalam
artikelnya berjudul Efek Elektoral Debat
Capres mengatakan bahwa performa debat pada debat capres-cawapres 2014
silam justru menjadi titik balik menguatnya elektabilitas Jokowi sekaligus
menjadi salah satu kunci kemenangan Jokowi pada pilpres 2014, elektabilitas
Jokowi yang turun hingga hampir disalip oleh Prabowo sebelum diadakannya debat,
kemudian naik dan menjauh dari Prabowo setelah debat berlangsung ( berkat
performa debat ), hal ini tentu mengirimkan sinyal bahwa debat memiliki efek
elektoral yang tidak bisa dikatakan kecil. Apalagi debat edisi kedua ini akan mempertemukan "duel" secara langsung antara kedua capres.
Sejalan dengan itu, debat sejatinya dapat menjadi
sarana yang efektif bagi kedua paslon untuk mendongkrak elektabilitas bahkan
dapat menjadi kunci kemenangan, sejalan dengan itu, debat juga dapat menjadi
sarana yang efektif guna mereduksi jumlah golput pada pemilu 2019 nanti,
khususnya terhadap kelompok golput relatif.
Berbicara mengenai golput tentu membuat kita mahfum bahwa
golput adalah sebuah fenomena empirik yang selalu menghiasi wajah demokrasi
kita, tidak pernah ada pesta demokrasi ( pemilu ) dinegeri ini yang bisa menekan golput hingga 0 %, golput sendiri secara umum memiliki arti pilihan sikap untuk tidak menggunakan
hak pilih dalam pemilu.
Dalam konteks masyarakat, golput sering dipahami dan cenderung
dikonotasikan dengan arti negatif, padahal golput sendiri ( tidak menggunakan hak pilih ) sebenarnya
adalah wujud dari pada hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani yang merupakan hak yang bersifat non derogable right ( tidak dapat dibatasi ) sehingga wajib kita
hormati. Namun terlepas dari itu, dalam konteks demokrasi memang seyogyanya hak
pilih itu digunakan, karena hak pilih ( dalam demokrasi ) adalah senjata yang
dapat digunakan untuk membawa perubahan.
Dalam pengamatan saya, golput sendiri terbagi dalam 4 jenis,
pertama, golput absolut, golput absolut adalah pilihan sikap seseorang atau
masyarakat yang memang apatis terhadap politik, mereka tidak perduli terhadap
dinamika politik dalam hal ini pemilu yang mereka anggap tidak dapat
menghasilkan dan membawa perubahan konkret bagi kehidupan mereka, mereka
menganggap politik sebagai panggung kotor, penuh sandiwara, dan tempat
berkumpulnya orang-orang haus kekuasaan. Pandangan dan persepsi tersebut membuat
mereka enggan menggunakan hak pilihnya dalam setiap pemilu.
Kedua, golput relatif, golput relatif adalah pilihan sikap seseorang
atau masyarakat yang memilih golput lantaran pihak yang maju dalam kontestasi
pemilu ( paslon ) tidak memiliki kapasitas sebagaimana yang mereka harapkan, kelompok
golput relatif ini memiliki ciri khas yakni rasional, kritis, dan non fanatis,
sejalan dengan ciri tersebut, maka kelompok golput relatif ini memiliki
paradigma bahwa pemilu adalah sarana untuk memilih pemimpin terbaik dan
berkualitas yang mampu membawa perubahan, sehingga, ketika kontestasi pemilu
tidak dapat menghadirkan calon atau kontestan sebagaimana yang mereka idamkan,
maka dengan “Terpaksa” mereka tidak menggunakan hak pilihnya.
Ketiga, golput material, golput material adalah pilihan
sikap seseorang atau masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilihnya dalam
pemilu karena kontestan pemilu ( paslon ) tidak ada yang memberikan materi
dalam hal ini adalah uang maupun barang yang dapat dinilai dengan uang
kepadanya. Golput material ini menganggap pemilu hanya sekedar lahan untuk
mendapatkan materi dan uang ( politik uang ) dari kontestasn pemilu.
Keempat, golput administratif, ini adalah kelompok golput yang
terpaksa tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu lantaran terganjal syarat
administratif yang biasanya terkait permasalahan DPT. Sehingga, mereka golput
bukan atas dasar kehendak tidak menggunakan hak pilihnya sebagaimana yang terjadi
dalam golput absolut, golput relatif, dan golput material, namun lantaran
terganjal syarat formal prosedural ( administratif ).
Melihat keempat jenis golput ini, debat tentu dapat menjadi sarana
yang efektif guna mereduksi presentase golput relatif, yakni para golput yang
mengidamkan sosok calon pemimpin yang memiliki kualitas dan kapasitas
sebagaimana yang mereka harapkan. Golput relatif sendiri saat ini tergabung
dalam kelompok swing votters yakni
kelompok masyarakat yang belum menentukan pilihan entah ke paslon 01, paslon
02, maupun golput, dimana menurut survey Indikator Politik Indonesia Desember
lalu berjumlah sekitar 25 %.
Oleh karena itu, debat edisi kedua besok harus dimaksimalkan
oleh kedua capres untuk menampilkan suguhan konstruktif dan substantif baik dari segi visi, misi, program, dan narasi khususnya
terkait tema debat edisi kedua yakni energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam, dan lingkungan hidup. Jika hal tersebut mampu mereka suguhkan pada debat edisi kedua besok maupun pada edisi debat-debat selanjutnya, saya yakin presentase swing votters yang memilih golput pada pilpres 17 April nanti akan menurun yang sekaligus berpengaruh terhadap menurunnya presentase golput secara umum.
Menarik kita tunggu bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar