Sabtu, 16 Februari 2019

DEBAT EDISI KEDUA DAN CERITA TENTANG GOLPUT



Setelah debat capres-cawapres edisi pertama lalu hanya menyajikan panggung debat yang jauh dari narasi-narasi substantif, publik kini menaruh ekspektasi tinggi pada debat edisi kedua besok, publik sangat mengharapkan debat edisi kedua bisa menjadi panggung paripurna yang dapat mencerminkan kapasitas capres sebagai calon pemimpin negara. Debat edisi kedua sendiri akan menyajikan debat antara kedua capres.

Disatu sisi, rendahnya kualitas debat edisi pertama lalu turut menggugah pihak penyelenggara dalam hal ini KPU guna melakukan berbagai evaluasi, satu poin penting sebagai hasil evaluasi dari debat edisi pertama lalu adalah ditiadakannya kisi-kisi debat, diharapkan dengan ditiadakannya kisi-kisi debat, kedua capres bisa tampil secara lebih genuine, sehingga membuat rakyat Indonesia dapat mengukur secara lebih obyektif kira-kira pasangan mana yang layak mereka pilih berdasarkan visi, misi, program, dan solusi yang ditawarkan.

Debat adalah sarana yang penting untuk mendongkrak efek elektoral, khususnya untuk menggaet para swing voters dan pemilih yang “Iman” politiknya masih lemah. Pemilu 2014 silam telah memberikan contoh nyata bahwa debat memiliki efek elektoral yang tidak kecil, Burhanuddin Muhtadi dalam artikelnya berjudul Efek Elektoral Debat Capres mengatakan bahwa performa debat pada debat capres-cawapres 2014 silam justru menjadi titik balik menguatnya elektabilitas Jokowi sekaligus menjadi salah satu kunci kemenangan Jokowi pada pilpres 2014, elektabilitas Jokowi yang turun hingga hampir disalip oleh Prabowo sebelum diadakannya debat, kemudian naik dan menjauh dari Prabowo setelah debat berlangsung ( berkat performa debat ), hal ini tentu mengirimkan sinyal bahwa debat memiliki efek elektoral yang tidak bisa dikatakan kecil. Apalagi debat edisi kedua ini akan mempertemukan "duel" secara langsung antara kedua capres.

Sejalan dengan itu, debat sejatinya dapat menjadi sarana yang efektif bagi kedua paslon untuk mendongkrak elektabilitas bahkan dapat menjadi kunci kemenangan, sejalan dengan itu, debat juga dapat menjadi sarana yang efektif guna mereduksi jumlah golput pada pemilu 2019 nanti, khususnya terhadap kelompok golput relatif.

Berbicara mengenai golput tentu membuat kita mahfum bahwa golput adalah sebuah fenomena empirik yang selalu menghiasi wajah demokrasi kita, tidak pernah ada pesta demokrasi ( pemilu ) dinegeri ini yang bisa menekan golput hingga 0 %, golput sendiri secara umum memiliki arti pilihan sikap untuk tidak menggunakan hak pilih dalam pemilu. 

Dalam konteks masyarakat, golput sering dipahami dan cenderung dikonotasikan dengan arti negatif, padahal golput sendiri ( tidak menggunakan hak pilih ) sebenarnya adalah wujud dari pada hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani yang merupakan hak yang bersifat non derogable right ( tidak dapat dibatasi ) sehingga wajib kita hormati. Namun terlepas dari itu, dalam konteks demokrasi memang seyogyanya hak pilih itu digunakan, karena hak pilih ( dalam demokrasi ) adalah senjata yang dapat digunakan untuk membawa perubahan.

Dalam pengamatan saya, golput sendiri terbagi dalam 4 jenis, pertama, golput absolut, golput absolut adalah pilihan sikap seseorang atau masyarakat yang memang apatis terhadap politik, mereka tidak perduli terhadap dinamika politik dalam hal ini pemilu yang mereka anggap tidak dapat menghasilkan dan membawa perubahan konkret bagi kehidupan mereka, mereka menganggap politik sebagai panggung kotor, penuh sandiwara, dan tempat berkumpulnya orang-orang haus kekuasaan. Pandangan dan persepsi tersebut membuat mereka enggan menggunakan hak pilihnya dalam setiap pemilu.

Kedua, golput relatif, golput relatif adalah pilihan sikap seseorang atau masyarakat yang memilih golput lantaran pihak yang maju dalam kontestasi pemilu ( paslon ) tidak memiliki kapasitas sebagaimana yang mereka harapkan, kelompok golput relatif ini memiliki ciri khas yakni rasional, kritis, dan non fanatis, sejalan dengan ciri tersebut, maka kelompok golput relatif ini memiliki paradigma bahwa pemilu adalah sarana untuk memilih pemimpin terbaik dan berkualitas yang mampu membawa perubahan, sehingga, ketika kontestasi pemilu tidak dapat menghadirkan calon atau kontestan sebagaimana yang mereka idamkan, maka dengan “Terpaksa” mereka tidak menggunakan hak pilihnya.

Ketiga, golput material, golput material adalah pilihan sikap seseorang atau masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu karena kontestan pemilu ( paslon ) tidak ada yang memberikan materi dalam hal ini adalah uang maupun barang yang dapat dinilai dengan uang kepadanya. Golput material ini menganggap pemilu hanya sekedar lahan untuk mendapatkan materi dan uang ( politik uang ) dari kontestasn pemilu.

Keempat, golput administratif, ini adalah kelompok golput yang terpaksa tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu lantaran terganjal syarat administratif yang biasanya terkait permasalahan DPT. Sehingga, mereka golput bukan atas dasar kehendak tidak menggunakan hak pilihnya sebagaimana yang terjadi dalam golput absolut, golput relatif, dan golput material, namun lantaran terganjal syarat formal prosedural ( administratif ).

Melihat keempat jenis golput ini, debat tentu dapat menjadi sarana yang efektif guna mereduksi presentase golput relatif, yakni para golput yang mengidamkan sosok calon pemimpin yang memiliki kualitas dan kapasitas sebagaimana yang mereka harapkan. Golput relatif sendiri saat ini tergabung dalam kelompok swing votters yakni kelompok masyarakat yang belum menentukan pilihan entah ke paslon 01, paslon 02, maupun golput, dimana menurut survey Indikator Politik Indonesia Desember lalu berjumlah sekitar 25 %.

Oleh karena itu, debat edisi kedua besok harus dimaksimalkan oleh kedua capres untuk menampilkan suguhan konstruktif dan substantif baik dari segi visi, misi, program, dan narasi khususnya terkait tema debat edisi kedua yakni energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam, dan lingkungan hidup. Jika hal tersebut mampu mereka suguhkan pada debat edisi kedua besok maupun pada edisi debat-debat selanjutnya, saya yakin presentase swing votters yang memilih golput pada pilpres 17 April nanti akan menurun yang sekaligus berpengaruh terhadap menurunnya presentase golput secara umum.

Menarik kita tunggu bersama.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar