Senin, 09 November 2020

PERAN PSIKOLOGI HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA


Dalam khasanah ilmu penghetahuan, ilmu hukum seringkali disebut sebagai ilmu penghetahuan yang bersifat sui generis (memiliki karakteristik khas) yang membuat ilmu hukum tidak bisa secara letterlijk digolongkan dalam rumpun ilmu penghetahuan sosial dan humaniora maupun ilmu penghetahuan alam.

Ilmu hukum memiliki karakteristik dan obyek kajian yang berbeda dengan rumpun ilmu penghetahuan sosial dan humaniora maupun ilmu pengehatahuan alam, walaupun beberapa sarjana berpendapat bahwa ilmu hukum sejujurnya “masih” termasuk dalam rumpun dari ilmu penghetahuan sosial dan humaniora, mengingat obyek kajian dari ilmu hukum memiliki basis afiliasi dengan rumpun ilmu penghetahuan sosial dan humaniora.

Terlepas dari perdebatan bahwa apakah ilmu hukum itu termasuk rumpun ilmu penghetahuan sosial dan humaniora atau merupakan ilmu pengehatahuan tersendiri, pada prinsipnya setiap ilmu penghetahuan memang membutuhkan pendekatan dari ilmu penghetahuan yang lain guna mendorong kemajuan dan fungsionalitas dari ilmu pengehatuan itu sendiri.

Kompleksitas masalah yang dikaji oleh ilmu hukum misalnya, dalam tataran praktis implementatif akan membutuhkan banyak peran dari ilmu pengehatuan yang lain. Contoh, dalam tahap pembuatan Undang-Undang, tentunya tidak terlepas dari sumbangsih pemikiran para ahli dari masing-masing disiplin ilmu baik ahli kesehatan, ahli ekonomi, ahli kimia, dan ahli-ahli lainnya dari berbagai disiplin ilmu tergantung dari substansi Undang-Undang apa yang akan dibuat. Kemudian dalam praktek pembuktian khususnya pembuktian perkara pidana sumbangsih ilmu penghetahuan non hukum juga sangat besar khususnya perihal keterangan ahli.

Selanjutnya dalam tataran teoritik-empirik, lahirlah beberapa sub dari ilmu penghetahuan yang mencoba menelaah hukum dengan pendekatan non hukum contoh sosiologi hukum, antropologi hukum, dan psikologi hukum. Nah, pada kesempatan ini, saya akan mencoba menelaah peran dari psikologi hukum dalam tataran praktis hukum yakni sistem peradilan pidana.

Pendekatan Psikologi Hukum

Pertama-tama tentunya kita harus memahami terlebih dahulu apa itu psikologi hukum? Menurut Soerjono Soekanto, psikologi hukum adalah studi hukum yang akan berusaha menyoroti hukum sebagai perwujudan dari gejala-gejala kejiwaan tertentu dan juga landasan kejiwaan dari perilaku atau sikap tindak tersebut. Kemudian Edward E. Jones, psikologi hukum adalah kajian tentang sifat, fungsi, dan perilaku hukum dari pengalaman mental individu dalam hubungannya dengan berbagai fenomena hukum.

Dari pendapat dua ahli di atas kiranya dapat disimpulkan bahwa psikologi hukum merupakan cabang ilmu pengehetahuan yang mempelajari hukum sebagai manifestasi dari jiwa manusia. Secara umum, peran psikologi hukum dibagi dalam dua dimensi. Pertama, dimensi keilmuan. Dalam konteks ini, psikologi hukum berperan guna pengembangan ilmu hukum berdasarkan riset-riset psikologi. Kedua, dimensi aplikatif. Dalam konteks ini psikologi berperan sebagai intervensi psikologis untuk membantu proses hukum.

Terdapat setidaknya 5 jenis pendekatan dalam psikologi hukum. Pertama, psychology in law (psikologi dalam hukum). Merupakan pendekatan yang mengacu pada penerapan-penerapan spesifik dari psikologi di dalam hukum misalnya tugas psikolog memberikan keterangan ahli, rekomendasi hak penentuan perwalian anak, dan menentukan realibitas keterangan seorang saksi. Kedua, psychology and law (psikologi dan hukum). Merupakan pendekatan yang bersifat psyco legal research yakni penelitian institusi maupun individu yang terlibat dalam sistem hukum, misalnya kajian mengenai perilaku hakim, jaksa, pengacara, polisi.

Ketiga, psycology of law. Pendekatan yang mencoba melakukan penelahaan psikologis terhadap isu-isu hukum seperti mengapa orang-orang mematuhi maupun tidak mematuhi sebuah aturan hukum, perkembangan moralitas masyarakat, bagaimana presepsi publik terhadap sanksi pidana, serta respirokal antara sanksi dan penuruan kejahatan. Keempat, forensic psycology. Merupakan cabang psikologi yang memiliki fungsi untuk menyediakan informasi bagi pengadilan. Kelima, neuroscience and law. Pendekatan yang mengintensifikasikan pembahasan mengenai efek pemrosesan otak dan syaraf terhadap perilaku manusia.

Peran Psikologi Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana

Dalam tataran sistem peradilan pidana, peran dari psikologi hukum tentunya akan menjelma dalam berbagai pendekatan psikologi hukum sebagaimana di atas dan secara spesifik akan bergerak dalam dimensi aplikatif. Sistem peradilan sendiri merupakan mekanisme sistematis untuk mengadili atau menyelesaikan perkara pidana yang dimulai dari tahap penyidikan, penuntunan, peradilan, dan pemasyarakatan. Pada tataran tersebut, psikologi hukum akan memiliki peranan penting dalam mendukung terwujudnya proses peradilan yang efektif dan berkeadilan.

Pertama, penyidikan. Dalam tahap penyidikan di kepolisian peran dari psikologi hukum adalah berfungsi sebagai instrumen yang membantu polisi dalam menemukan titik terang sebuah perkara. Contohnya, dengan menghadirkan seorang ahli psikologi dalam kaitan dengan pemeriksaan sebuah perkara maupun menentukan realibilitas dari seorang saksi.

Kedua, penuntutan. Peran psikologi hukum dalam tahap penuntutan adalah sebagai sarana bagi jaksa untuk memahami kondisi psikologis baik korban, pelaku, dan saksi dalam rangka mendukung optimalisasi penuntutan khususnya dalam konteks aspek materil surat dakwaan.

Ketiga, peradilan. Peran psikologi hukum lebih kepada sebagai sarana pembuktian (keterangan ahli). Keterangan ahli sendiri merupakan salah satu alat bukti yang sah sebagai isntrumen pembuktian dan dasar pemidanaan yang akan menentukan berbagai implikasi hukum.

Keempat, pemasyarakatan. Peran psikolgi hukum dalam tataran tahap pemasyarakan adalah dengan memberikan sumbangsih intervensi psikologis sebagai sarana pembinaan dan rehabilitasi psikologis para narapidana agar mereka dapat menyadari kesalahannya dan dapat berubah menjadi pribadi yang lebih baik melalui assesmen maupun terapi psikologi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar