Rabu, 11 November 2020

REFLEKSI 105 TAHUN PSM MAKASSAR

 

2 November 1915 adalah sebuah hari bersejarah bagi masyarakat kota Makassar maupun masyarakat Sulawesi Selatan pada umumnya. Tepat di tanggal tersebut lahir sebuah klub sepak bola legendaris yang kemudian bertransformasi sebagai ikon, maskot, identitas, kebanggaan, sekaligus entitas primordial masyarakat Makassar dan Sulawesi Selatan. Ya, tanggal 2 November 1915 adalah tanggal lahirnya Makassar Voetbal Bond (MVB) atau yang saat ini kita kenal dengan sebutan PSM Makassar sang Juku Eja. Berdiri sejak 105 tahun yang lalu sekaligus juga menegaskan PSM Makassar sebagai klub tertua di Indonesia.

Makassar Voetbal Bond yang merupakan embrio dari PSM Makassar lahir dalam periodesasi penjahan Belanda. Ketika itu, Makassar dikenal sebagai pusat perekonomian di wilayah Indonesia timur. Lokasi yang sangat strategis menjadikan Makassar sebagai pusat transaksi ekonomi khususnya rempah-rempah dan hasil laut. Masifnya aktifitas perekonomian di kota Makassar rupanya juga berimplikasi pada geliat aktifitas olah raga khususnya di bidang sepak bola. Sepak bola tumbuh sebagai hiburan sekaligus ajang unjuk eksistensi bagi para bumi putera. Pada waktu itu, skuad pemain Makassar Voetbal Bond sendiri terdiri atas gabungan pemain sepak bola terbaik dari pihak Belanda, bumi putera, dan kalangan Tionghoa.

Pada periode tahun 1926-1940 telah berdiri beberapa klub sepak bola di Indonesia. Dari Sumatera, Jawa, Bali, hingga Kalimantan. Makassar Voetbal Bond pun beberapa kali menggelar laga persahabatan dengan beberapa klub dari daerah-daerah tersebut. Namun, sejak Jepang masuk ke Indonesia pada tahun 1942 geliat persepakbolaan di Makassar menjadi mati suri. Segala hal yang berbau Belanda dikebiri oleh Jepang termasuk MVB yang dilarang beraktifitas. Kondisi inilah yang kemudian mendorong para putra-putra Makassar merubah nama Makassar Voetbal Bond (MVB) menjadi Persatuan Sepak Bola Makassar (PSM).

Selepas era kemerdekaan, PSM Makassar pun bertransformasi sebagai klub tradisional yang erat dengan prestasi dan pencetak pemain-pemain handal. Sejak era perserikatan hingga era liga Indonesia tercatat PSM mampu menasbihkan diri 6 kali juara (1956-1957, 1958-1959, 1964-1965, 1965-1966, 1991-1992, 1999-2000), 10 kali runner-up, 1 kali juara piala Indonesia (2019), dan tanpa degradasi. Ya, Juku Eja adalah salah dua klub di Indonesia yang tidak pernah terdegradasi dari jajaran kompetisi kasta tertinggi di Indonesia, sebuah pencapaian yang tentunya patut untuk dibanggakan. Kemudian di level regional, PSM tercatat mampu mencapai perempat final piala winners Asia musim 1997-1998, perempat final liga champions Asia pada musim 2000-2001, serta meraih juara pada turnamen Ho Chi Minh City Cup pada tahun 2001.

Selain kenyang prestasi, PSM Makassar juga dikenal sebagai klub yang rajin menghasilkan pemain-pemain lokal berkualitas dalam setiap eranya bagi skuad tim nasional. Sebut saja Ramang, Sunardi Arlan, Noorsalam, Maulwi Saelan, Harry Tjong, Ilyas Haddade, Faisal Yusuf, Rasyid Dahlan, M, Basri, Andi Lala, Ronny Pattinasarany, Ansar Razak, Syamsul Chaeruddin, Rasyid Bakri, hingga generasi terbaru Asnawi Mangkualam.

Refleksi 105 Tahun PSM

Setiap pertambahan usia adalah sebuah momentum untuk merefleksi kembali semua perjalanan yang telah dilalui. Refleksi ini menjadi penting sebagai sarana kontemplasi untuk memperbaiki hal-hal yang belum baik, sekaligus mempertahankan bahkan meningkatkan hal-hal yang sudah berjalan dengan baik. Di usia yang telah menginjak 105 tahun, tentunya PSM Makassar telah melalui manis dan asam dalam kerasnya belantika sepak bola nasional. Oleh karena itu, momentum 105 tahun PSM hendaknya menjadi bahan refleksi secara kolektif untuk membangun PSM menjadi klub sepak bola yang lebih baik, lebih profesional, dan tentunya lebih berprestasi.

Pertama, prestasi. PSM Makassar adalah klub tradisional dengan sejarah panjang dalam belantika sepak bola nasional. PSM Makassar tercatat telah menggondol 5 kali juara perserikatan, 1 kali menyabet gelar liga Indonesia, dan 1 kali meraih gelar piala Indonesia. Terakhir kali PSM Makassar mampu meraih gelar liga di kompetisi kasta tertinggi sendiri adalah pada musim 1999-2000. 20 tahun tanpa gelar juara liga kasta tertinggi tentunya memberikan rasa dahaga yang luar biasa bagi seluruh elemen PSM Makassar. Oleh karena itu, sudah saatnya seluruh elemen PSM Makassar bersatu dan menyatukan tekad untuk mengembalikan kejayaan itu sesuai dengan peran dan porsinya masing-masing. Manajemen harus memastikan urusan-urusan di luar lapangan yang berkaitan dengan PSM dapat berjalan lancar dan kondusif, pemain dan pelatih harus memberikan kinerja terbaik baik saat latihan maupun pertandingan, dan suporter tentunya harus men-support tim secara maksimal baik secara psikologis, material, dan kritisisme. PSM sendiri cukup beruntung memiliki banyak kelompok suporter nan loyal, militan, dan relatif rukun.

Kedua, manajerial dan tata kelola. Di era industri sepak bola, klub yang bisa survive adalah klub-klub yang memiliki manajerial dan tata kelola yang baik. Mengapa bisa demikian? Karena aspek manajerial dan tata kelola sebuah klub akan memiliki ekses terhadap value branding klub tersebut khususnya terkait aspek bisnis dan ekonomi, baik dari luar (sponsor) maupun dari dalam (tiket pertandingan, penjualan marchendise dll). Di sisi lain, kemampuan ekonomis sebuah klub pada akhirnya akan memiliki efek langsung terhadap prestasi maupun eksistensi sebuah klub itu sendiri. Oleh karena itu, agar sebuah klub memiliki prestasi yang baik dan tetap bisa survive, maka mutlak diperlukan adanya entitas manajerial dan tata kelola klub yang profesional. PSM sendiri 5 tahun ke-belakang telah mampu memperbaiki kualitas tata kelola dan manajerialnya. Hal ini terbukti, dengan makin banyaknya sponsor yang masuk serta minimnya isu-isu mengenai keterlambatan gaji pemain. Pencapaian ini tentunya harus terus ditingkatkan.

Ketiga, hubungan dengan suporter. Klub dan suporter adalah dua elemen yang harus bersinergi. Klub membutuhkan suporter, sedangkan suporter juga membutuhkan klub. Oleh karena itu, hubungan yang hangat dan produktif harus dibangun oleh manajemen klub dengan suporter. Di era sepak bola industri, suporter tidak hanya sekadar berperan sebagai pemain kedua belas namun juga memiliki peran krusial dalam menentukan nilai jual sebuah klub di mata sponsor. Oleh karena itu, manajemen PSM harus selalu menjalin komunikasi yang hangat dan produktif dengan kelompok-kelompok suporter PSM seperti Laskar Ayam Jantan, The Macz Man, Red Gank, KVU, KVS, PSM Fans 1915 dll.

Keempat, infrastruktur. Transformasi PSM sebagai klub yang profesional dan berprestasi tentunya memerlukan daya dukung infrastruktur sepak bola yang berkualitas khususnya stadion. Di sinilah kepedulian pemerintah khususnya pemerintah daerah diperlukan untuk membantu penyediaan infrastruktur yang representatif bagi PSM Makassar yang notabene adalah entitas dari pada identitas masyarakat Makassar dan Sulawesi Selatan. Saat ini pembangunan infratsruktur stadion yang representatif mulai dibangun. Pemugaran Stadion Mattoangin telah mulai berjalan dan semoga saja nasibnya tidak sama seperti Stadion Barombong. Memang cukup mengenaskan, klub sebesar PSM yang berdomisili di kota terbesar di timur Indonesia tidak memiliki infrastruktur stadion yang representatif sejauh ini.

Dan akhir sekali, saya ucapkan selamat ulang tahun yang ke-105 tahun bagi PSM Makassar, semoga panjang umur dan teruslah berlayar menuju kejayaan. Perjalanan panjang telah kamu lalui sebagai klub tertua di Indonesia. Pasang surut dalam perjalanan adalah hal yang biasa. Ombak besar maupun ombak kecil silih berganti menerjang juga hal yang lumrah. Satu hal penting, janganlah pernah melacurkan budaya mu. Makassar adalah tempat di mana sebuah harga diri dijunjung sangat tinggi. Tempat di mana sebuah keberanian terpatri dalam psike. Sekali layar terkembang pantang biduk surut ke pantai. Lebih baik tenggelam dari pada kembali. EWAKO!

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar