Senin, 21 Juni 2021

MEMAHAMI ASAS MIRANDA RULE

 

Miranda rule merupakan asas hukum acara pidana dalam sistem hukum Amerika Serikat yang dilatarbelakangi oleh peristiwa hukum yang melibatkan Ernesto Miranda pada tahun 1963. Peristiwa ini kemudian memiliki pengaruh besar bagi dinamika hukum acara pidana secara universal khususnya terkait penghormatan dan pemenuhan hak-hak hukum tersangka sebagai manusia yang bermartabat.

Pada tahun 1963 di Arizona Amerika Serikat, seorang pemuda bernama Ernesto Miranda ditangkap oleh kepolisian setempat atas dugaan tindak pidana pemerkosaan dan penculikan terhadap seorang perempuan berusia 18 tahun. Setelah penangkapan, Ernesto Miranda diinterogasi oleh penyidik selama 2 jam dan akhirnya mengaku sebagai pelaku yang melakukan penculikan dan pemerkosaan. Ernesto Miranda akhirnya dijatuhi vonis 20 tahun penjara oleh pengadilan Arizona.

Sayangnya, pada saat ditangkap dan diinterogasi kepolisian, Ernesto Miranda tidak diberikan hak-hak hukumnya sebagai tersangka yakni hak untuk diam maupun hak untuk didampingi penasehat hukum (advokat). Ernesto Miranda juga tidak diberikan penjelasan pendahuluan oleh kepolisian yang menangkap dan menginterogasinya. Alasan itulah yang menjadi dasar Ernesto Miranda dan penasehat hukumnya kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Amerika Serikat.

Di tingkat kasasi, jaksa penuntut umum, berhasil menghadirkan saksi yang memberatkan Ernesto Miranda yakni sang mantan kekasih. Hal tersebut membuat Ernesto Miranda tetap berada dalam penjara dan akhirnya bebas bersyarat pada tahun 1972.

Akhir hidup dari Ernesto Miranda sendiri berakhir sangat tragis, ia ditemukan tewas ditikam pisau oleh orang tak dikenal pada tahun 1976 di sebuah bar tempat hiburan malam. Pelaku penikaman terhadap Ernesto Miranda sendiri tidak diketahui hingga kini.

Peristiwa Ernesto Miranda kemudian berimplikasi pada terjadinya amandemen kelima Bill of Rights yang salah satu substansinya berisi demikian “No person shall be held to answer for a capital, or otherwise infamous crime, unless on a presentment or indictment of a Grand Jury, except in cases arising in the land or naval forces, or in the Militia, when in actual service in time of War or public danger; nor shall any person be subject for the same offence to be twice put in jeopardy of life or limb; nor shall be compelled in any criminal case to be a witness against himself, nor be deprived of life, liberty, or property, without due process of law; nor shall private property be taken for public use, without just compensation.”

Dalam konteks hukum positif Indonesia asas miranda rule juga terakomodasi dalam KUHAP walaupun memiliki gradasi perbedaan dengan Amerika Serikat. Gradasi perbedaannya adalah tidak adanya ketentuan terkait hak tersangka untuk diam yang tertulis secara eksplisit dalam KUHAP. Yang ada adalah hak untuk memberikan keterangan secara bebas tanpa tekanan atau paksaan (Pasal 52 KUHAP) dan hak terdakwa untuk tidak menjawab pertanyaan hakim di sidang pengadilan (Pasal 175 KUHAP).

Walaupun begitu, asas-asas umum miranda rule tetap menjiawai substansi KUHAP khususnya terkait pemenuhan hak-hak tersangka atau terdakwa yang diatur secara eksplisit dalam beberapa Pasal KUHAP. Misalnya yang tercantum dalam Pasal 18 ayat (1), Pasal 51, Pasal 52, Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 56 KUHAP.

Pasal-Pasal tersebut pada prinsipnya merupakan pengejawantahan dari pemenuhan hak-hak hukum tersangka atau terdakwa (miranda rule) dalam proses pemeriksaan perkara pidana demi terselenggaranya proses penegakan hukum yang humanis dan sarat prinsip due process of law.

Urgensi dari pada asas miranda rule atau pemenuhan hak-hak hukum tersangka atau terdakwa dalam proses penyelesaian perkara pidana menurut penulis terbagi ada 3 alasan. Pertama, perlindungan terhadap hak asasi manusia sebagai konsekuensi logis Indonesia sebagai negara hukum. Kedua, mencegah atau meminimalisir terjadinya abuse of power oleh aparatur penegak hukum dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenangnya. Ketiga, menjamin terjadinya proses penegakan hukum yang profesional, akuntabel, fair, dan kuyup dengan prinsip due process of law.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar