Rabu, 09 Januari 2019

MEMAHAMI HUKUM PROGRESIF




Apa itu hukum progresif ?. Apanya yang progresif ?. Apa fungsi hukum progresif ?. Mengapa hukum harus progresif, dan bagaimana menciptakan hukum progresif ?. Merupakan pertanyaan mendasar yang selalu mengemuka dalam setiap diskursus maupun perjamuan ilmiah terkait hukum progresif.

Secara historis-filosofis, hukum ada karena ada manusia yang hidup sebagai mahluk sosial “Zoon politicon”, maka munculah adagium ubi societes ubi ius yang artinya dimana ada masyarakat disitu ada hukum. Konsekuensi logis sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan sesama manusia lainnya dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan individu maupun kebutuhan kolektif, mengingat manusia tidak mungkin bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Disinilah hukum lahir sebagai pranata yang menjaga agar interaksi antar manusia itu tidak terjadi benturan kepentingan dan tidak terjadi chaos yang menimbulkan sebuah kondisi dimana manusia tampil sebagai serigala bagi manusia lainnya, dimana manusia yang kuat menindas manusia yang lemah.

Pada hakikatnya hukum adalah pranata yang berfungsi untuk menjaga keteraturan dan ketertiban dalam masyarakat serta berfungsi memberikan kemaslahatan hidup bagi masyarakat (manusia). Dalam fungsi yang pertama, kita mengenal hukum sebagai alat kontrol sosial (social order) sedangkan dalam fungsi yang kedua, kita mengenal hukum sebagai alat perekayasa masyarakat (social engineering).

Dalam kaitan fungsi hukum bagi masyarakat (manusia), lahirlah beberapa pemikiran teoritik dan konseptual mengenai hukum. Di Indonesia kita mengenal teori hukum pembangunan atau lebih generik dikenal sebagai mazhab Unpad yang dicetuskan oleh Prof Moechtar Kusumaatmaja. Lahirnya teori hukum pembangunan sendiri dilatarbelakangi oleh keprihatinan Prof Moechtar Kusumaatmaja atas rendahnya peranan dan fungsi hukum bagi pembangunan bangsa Indonesia setelah kurang lebih 20 tahun merdeka. Teori hukum pembangunan pertama kali diperkenalkan oleh Moechtar Kusumaatmaja dalam acara Seminar Hukum Nasional pada tahun 1973, dimana saat itu Moechtar menjabat sebagai Menteri Kehakiman. Inti gagagsan dari pada teori hukum pembangunan Moectar Kusumaatmaja menurut Romli Atmasasmita adalah memfungsikan hukum sebagai alat pembaharuan masyarakat (Romli Atmasasmita: Teori Hukum Integratif: 72).

Setelah teori hukum pembangunan, kemudian lahir pemikiran teoritik dan konseptual baru mengenai peranan dan fungsi hukum bagi masyarakat yang dicetuskan oleh begawan hukum Undip Prof Satjipto Rahardjo, Satjipto menyebutnya sebagai hukum progresif. Lahirnya hukum progresif sendiri dilatarbelakangi oleh kegelisahan Satjipto melihat peranan hukum di Indonesia yang tidak kunjung mewujudkan kehidupan hukum yang lebih baik setelah 60 tahun merdeka (Satjipto Rahardjo: Hukum dan Perilaku: 144).

Inti pemikiran dari teori hukum progresif Satjipto Rahardjo adalah bahwa hukum itu untuk manusia, bukan manusia untuk hukum, hukum harus mengabdi kepada manusia untuk memberikan kemaslahatan bagi kehidupan manusia, setiap ada masalah dalam dan mengenai hukum, maka hukumlah yang harus ditinjau dan diperbaiki bukan justru manusia yang dipaksa untuk hukum.

Lalu pertanyaannya apa itu hukum progresif ? pertanyaan ontologis ini dapat saya jawab bahwa hukum progresif adalah hukum yang cair, mengalir dan never ending, hukum yang selalu gelisah untuk dapat berperan memberikan keadilan bagi manusia, hukum progresif adalah hukum yang selalu berada dalam proses menjadi (law in the making) bukan final. Hukum progresif adalah hukum yang berani melakukan rule breaking atau terobosan hukum ketika hukum yang ada tidak dapat memberikan keadilan. Hukum progresif adalah institusi moral yang dilandasi dengan hati nurani bukan sekadar institusi norma yang dilaksanakan secara rigid. Hukum harus terus bergerak, berubah, dan mengikuti dinamisasi kehidupan manusia. Maka dari itu, hukum harus ditinjau, dibedah dan digali melalui upaya-upaya progresif untuk menemukan inti cahaya kebenaran guna menggapai keadilan yang paripurna. Menurut Satjipto, fungsionalisme utama hukum bukan terletak pada sistem norma melainkan pada sistem perilaku. Karena norma dalam suatu peraturan hukum hanya bisa memberikan keadilan jika dituntun oleh perilaku hukum yang berkeadaban (penegak hukum).

Kemudian yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apa yang progresif dari hukum progresif itu ? menurut Prof Suteki dalam jurnalnya berjudul “Hukum Progresif: Hukum Berdimensi Transdental dalam Konteks Keindonesiaan” menuturkan bahwa konsep hukum progresif dikaji dari segi ontologis bermakna “Not only rules and logic but also behaviour, evend behind behavior”, jadi yang progresif dari hukum progresif itu mencakup 3 aspek yakni substansi hukum (rules), penegakannya (behaviour), dan juga penggunaan logika hukumnya (legal reasoning). Substansi hukumnya harus memberikan ruang bagi tumbuhnya hukum progresif misalnya terakomodasinya sifat melawan hukum materil dalam Undang-Undang, adanya kebijakan yang memberikan pilihan untuk tidak menegakkan hukum demi pemuliaan keadilan, adanya ruang bagi hakim untuk memberikan permaafan terhadap perkara-perkara yang tidak signifikan kerugiannya (rechtelijk pardons) dll. Kemudian penegakan hukumnya juga harus dilandasi dengan semangat progresif misalnya pemberian ruang diskresi bagi penegak hukum, dan terakhir penggunaan logika hukumnya juga harus berasas pada semangat progresifitas, memiliki idealisme untuk melakukan rule breaking ketika hukum tidak dapat memberikan keadilan.

Ketika ketiga aspek ontologis dari hukum progresif tersebut mampu terpenuhi secara integral dalam suatu sistem hukum, maka hukum progresif akan mawujud sebagai jawaban bagi terciptanya keadilan yang paripurna atau biasa dikenal dengan sebutan keadilan substantif, inilah arti penting dari pada hukum progresif yakni sarana untuk mendapatkan keadilan paripurna/substantif demi terwujudnya ketertiban dan kemaslahatan masyarakat.

Hukum progresif adalah hukum pembebasan. Disinilah kemudian kita temukan arti penting mengapa hukum harus progresif yakni karena kompleksitas dan dinamisasi kehidupan manusia tidak bisa dikunci begitu saja dalam sebuah peraturan formal yang statis. Ketika peraturan formal yang statis tidak dapat memberikan keadilan disitulah hukum progresif berperan melakukan pembebasan bagi manusia untuk mendapatkan nilai fungsional dan hakikat dari hukum.

Dewasa ini muncul teori pendekatan hukum baru yang menurut saya sangat kompatibel bagi bekerjanya hukum progresif itu sendiri yakni pendekatan legal pluralism, sebuah pendekatan hukum yang mempertautkan peran antara hukum negara (state law) yang bersifat formal-positivis, living law atau hukum yang hidup dalam masyarakat, dan natural law yang berisi moral, etika, dan agama. Menurut Mensky pendekatan legal pluralism adalah jawaban bagi bekerjanya hukum secara progresif untuk menghadirkan keadilan substantif. Pendekatan ini sangat cocok khususnya bagi negara-negara di benua Afrika dan Asia yang cara berhukumnya masih kuyup dengan nilai-nilai neo-mistis dan religi. 

Pendekatan legal pluralism adalah pendekatan hukum terbaik karena merupakan perpaduan dan sinkretisme antara pendekatan hukum normatif yakni hukum negara, pendekatan hukum sosiologis yakni living law, dan pendekatan hukum filosofis dalam hal ini etika, moral dan religion. Kompleksitas pendekatan hukum inilah yang menurut saya sejalan dengan semangat hukum progresif yang selalu gelisah untuk dapat berperan melayani manusia agar mendapatkan keadilan yang paripurna demi terwujudnya keteraturan, ketertiban, dan kemaslahatan.

Diatas kita telah menghetahui bahwa untuk dapat menghadirkan hukum progresif secara nyata dibutuhkan 3 aspek yaitu substansi hukum (rules), penegakan hukumnya (behaviour), dan penggunaan semangat/logika hukumnya (spirit and legal reasoning), ketiga aspek tersebut harus memberi ruang bernafas bagi hidupnya semangat dan nyawa progresifitas sehingga hukum progresif benar-benar real hidup dalam kehidupan berhukum negara ini. Dan untuk mewujudkan 3 aspek tersebut agar memiliki semangat dan nyawa progresifitas, menurut hemat saya diperlukan pemahaman dan prinsip pemikiran yang sama (kolektif) antara para stakeholder yakni pendidikan tinggi hukum dalam hal ini kurikulum dalam fakultas hukum, kemudian petugas pembuat hukum (legislatif), dan juga aparatur penegak hukum (advokat, polisi, jaksa, hakim), ketiga stake holders hukum tersebut harus memiliki pemahaman dan pemikiran kolektif untuk tidak sekadar memahami dan mengejawantahkan hukum secara rules, logic dan tekstual, tetapi harus meletakkan dan menggunakan hukum dalam kerangka behaviour, morality, dan kontekstual.

Pada akhirnya hukum progresif baik yang dipahami sebagai sebuah teori, paradigma, konsep, atau kerangka berpikir harus mawujud dalam kehidupan berhukum kita, dengan terwujudnya hukum progresif, maka hukum akan dapat berfungsi secara nyata sebagai sarana pencipta keteraturan dan ketertiban (social order) sekaligus dapat berperan guna memberikan kemaslahatan kolektif bagi umat manusia, karena pada prinsipnya, hukum itu mengabdi kepada manusia, untuk memberikan kemaslahatan bagi umat manusia. Itulah ghiroh dari pada hukum progresif.


               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar