Apa itu hukum progresif ?. Apanya yang progresif ?. Apa fungsi
hukum progresif ?. Mengapa hukum harus progresif, dan bagaimana menciptakan
hukum progresif ?. Merupakan pertanyaan mendasar yang selalu mengemuka dalam
setiap diskursus maupun perjamuan ilmiah terkait hukum progresif.
Secara historis-filosofis, hukum ada karena ada manusia yang hidup
sebagai mahluk sosial “Zoon politicon”,
maka munculah adagium ubi societes ubi
ius yang artinya dimana ada masyarakat disitu ada hukum. Konsekuensi logis sebagai mahluk
sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan sesama manusia lainnya dalam
rangka untuk memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan individu maupun kebutuhan
kolektif, mengingat manusia tidak mungkin bisa memenuhi kebutuhannya sendiri.
Disinilah hukum lahir sebagai pranata yang menjaga agar interaksi antar manusia
itu tidak terjadi benturan kepentingan dan tidak terjadi chaos yang menimbulkan sebuah kondisi dimana manusia tampil sebagai
serigala bagi manusia lainnya, dimana manusia yang kuat menindas manusia yang
lemah.
Pada hakikatnya hukum adalah pranata yang berfungsi untuk menjaga
keteraturan dan ketertiban dalam masyarakat serta berfungsi memberikan
kemaslahatan hidup bagi masyarakat (manusia). Dalam fungsi yang pertama, kita
mengenal hukum sebagai alat kontrol sosial (social order) sedangkan dalam fungsi yang kedua, kita mengenal
hukum sebagai alat perekayasa masyarakat (social engineering).
Dalam kaitan fungsi hukum bagi masyarakat (manusia), lahirlah
beberapa pemikiran teoritik dan konseptual mengenai hukum. Di Indonesia kita
mengenal teori hukum pembangunan atau lebih generik
dikenal sebagai mazhab Unpad yang
dicetuskan oleh Prof Moechtar Kusumaatmaja. Lahirnya teori hukum pembangunan
sendiri dilatarbelakangi oleh keprihatinan Prof Moechtar Kusumaatmaja atas rendahnya
peranan dan fungsi hukum bagi pembangunan bangsa Indonesia setelah kurang lebih
20 tahun merdeka. Teori hukum pembangunan pertama kali diperkenalkan oleh
Moechtar Kusumaatmaja dalam acara Seminar Hukum Nasional pada tahun 1973,
dimana saat itu Moechtar menjabat sebagai Menteri Kehakiman. Inti gagagsan dari
pada teori hukum pembangunan Moectar Kusumaatmaja menurut Romli Atmasasmita
adalah memfungsikan hukum sebagai alat pembaharuan masyarakat (Romli
Atmasasmita: Teori Hukum Integratif: 72).
Setelah teori hukum pembangunan, kemudian lahir pemikiran teoritik
dan konseptual baru mengenai peranan dan fungsi hukum bagi masyarakat yang
dicetuskan oleh begawan hukum Undip Prof Satjipto Rahardjo, Satjipto
menyebutnya sebagai hukum progresif.
Lahirnya hukum progresif sendiri dilatarbelakangi oleh kegelisahan Satjipto
melihat peranan hukum di Indonesia yang tidak kunjung mewujudkan kehidupan
hukum yang lebih baik setelah 60 tahun merdeka (Satjipto Rahardjo: Hukum dan Perilaku: 144).
Inti pemikiran dari teori hukum progresif Satjipto Rahardjo adalah
bahwa hukum itu untuk manusia, bukan manusia untuk hukum, hukum harus mengabdi
kepada manusia untuk memberikan kemaslahatan bagi kehidupan manusia, setiap ada
masalah dalam dan mengenai hukum, maka hukumlah yang harus ditinjau dan
diperbaiki bukan justru manusia yang dipaksa untuk hukum.
Lalu pertanyaannya apa itu hukum progresif ? pertanyaan ontologis ini dapat saya jawab bahwa
hukum progresif adalah hukum yang cair, mengalir dan never ending, hukum yang selalu gelisah untuk dapat berperan
memberikan keadilan bagi manusia, hukum progresif adalah hukum yang selalu
berada dalam proses menjadi (law in the
making) bukan final. Hukum progresif adalah hukum yang berani melakukan rule breaking atau terobosan hukum
ketika hukum yang ada tidak dapat memberikan keadilan. Hukum progresif adalah
institusi moral yang dilandasi dengan hati nurani bukan sekadar institusi norma
yang dilaksanakan secara rigid. Hukum harus terus bergerak, berubah, dan mengikuti dinamisasi kehidupan
manusia. Maka dari itu, hukum harus ditinjau, dibedah dan digali melalui
upaya-upaya progresif untuk menemukan inti cahaya kebenaran guna menggapai
keadilan yang paripurna. Menurut Satjipto, fungsionalisme utama hukum bukan terletak pada sistem norma melainkan pada sistem perilaku. Karena norma dalam suatu peraturan hukum hanya bisa memberikan keadilan jika dituntun oleh perilaku hukum yang berkeadaban (penegak hukum).
Kemudian yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apa yang progresif
dari hukum progresif itu ? menurut Prof Suteki dalam jurnalnya berjudul “Hukum Progresif: Hukum Berdimensi Transdental dalam Konteks
Keindonesiaan” menuturkan bahwa konsep hukum progresif dikaji dari segi
ontologis bermakna “Not only rules and
logic but also behaviour, evend behind behavior”, jadi yang progresif dari
hukum progresif itu mencakup 3 aspek yakni substansi hukum (rules), penegakannya (behaviour), dan juga penggunaan logika
hukumnya (legal reasoning).
Substansi hukumnya harus memberikan ruang bagi tumbuhnya hukum progresif
misalnya terakomodasinya sifat melawan hukum materil dalam Undang-Undang, adanya kebijakan yang memberikan pilihan untuk
tidak menegakkan hukum demi pemuliaan keadilan, adanya ruang bagi hakim untuk memberikan permaafan terhadap perkara-perkara yang tidak signifikan kerugiannya (rechtelijk pardons) dll. Kemudian penegakan hukumnya juga
harus dilandasi dengan semangat progresif misalnya pemberian ruang diskresi bagi penegak hukum, dan terakhir penggunaan logika hukumnya juga harus berasas
pada semangat progresifitas, memiliki idealisme untuk melakukan rule breaking ketika hukum tidak dapat memberikan keadilan.
Ketika ketiga aspek ontologis dari hukum progresif tersebut mampu
terpenuhi secara integral dalam suatu sistem hukum, maka hukum progresif akan
mawujud sebagai jawaban bagi terciptanya keadilan yang paripurna atau biasa
dikenal dengan sebutan keadilan substantif, inilah arti penting dari pada hukum
progresif yakni sarana untuk mendapatkan keadilan paripurna/substantif demi
terwujudnya ketertiban dan kemaslahatan masyarakat.
Hukum progresif adalah hukum pembebasan. Disinilah kemudian kita temukan arti penting mengapa hukum harus progresif yakni karena kompleksitas dan dinamisasi kehidupan manusia tidak bisa dikunci begitu saja dalam sebuah peraturan formal yang statis. Ketika peraturan formal yang statis tidak dapat memberikan keadilan disitulah hukum progresif berperan melakukan pembebasan bagi manusia untuk mendapatkan nilai fungsional dan hakikat dari hukum.
Dewasa ini muncul teori pendekatan hukum baru yang menurut saya
sangat kompatibel bagi bekerjanya hukum progresif itu sendiri yakni pendekatan legal pluralism, sebuah pendekatan hukum
yang mempertautkan peran antara hukum negara (state law) yang bersifat formal-positivis, living law atau hukum yang hidup dalam masyarakat, dan natural law yang berisi moral, etika,
dan agama. Menurut Mensky pendekatan legal
pluralism adalah jawaban bagi bekerjanya hukum secara progresif untuk
menghadirkan keadilan substantif. Pendekatan ini sangat cocok khususnya bagi
negara-negara di benua Afrika dan Asia yang cara berhukumnya masih kuyup dengan
nilai-nilai neo-mistis dan religi.
Pendekatan legal pluralism adalah pendekatan hukum terbaik karena merupakan perpaduan dan sinkretisme antara pendekatan hukum normatif yakni hukum negara, pendekatan hukum sosiologis yakni living law, dan pendekatan hukum filosofis dalam hal ini etika, moral dan religion. Kompleksitas pendekatan hukum inilah yang menurut saya sejalan dengan semangat hukum progresif yang selalu gelisah untuk dapat berperan melayani manusia agar mendapatkan keadilan yang paripurna demi terwujudnya keteraturan, ketertiban, dan kemaslahatan.
Diatas kita telah menghetahui bahwa untuk dapat menghadirkan hukum
progresif secara nyata dibutuhkan 3 aspek yaitu substansi hukum (rules), penegakan hukumnya (behaviour), dan penggunaan
semangat/logika hukumnya (spirit and
legal reasoning), ketiga aspek tersebut harus memberi ruang bernafas bagi
hidupnya semangat dan nyawa progresifitas sehingga hukum progresif benar-benar real hidup dalam kehidupan berhukum negara ini. Dan untuk mewujudkan 3 aspek tersebut agar memiliki semangat dan
nyawa progresifitas, menurut hemat saya diperlukan pemahaman dan prinsip
pemikiran yang sama (kolektif) antara para stakeholder yakni pendidikan tinggi hukum dalam hal ini
kurikulum dalam fakultas hukum, kemudian petugas pembuat hukum (legislatif), dan juga aparatur penegak hukum (advokat, polisi, jaksa, hakim), ketiga stake
holders hukum tersebut harus memiliki pemahaman dan pemikiran kolektif
untuk tidak sekadar memahami dan mengejawantahkan hukum secara rules,
logic dan tekstual, tetapi harus
meletakkan dan menggunakan hukum dalam kerangka behaviour, morality, dan kontekstual.
Pada akhirnya hukum progresif baik yang dipahami sebagai sebuah
teori, paradigma, konsep, atau kerangka berpikir harus mawujud dalam kehidupan
berhukum kita, dengan terwujudnya hukum progresif, maka hukum akan dapat berfungsi
secara nyata sebagai sarana pencipta keteraturan dan ketertiban (social order) sekaligus dapat berperan guna
memberikan kemaslahatan kolektif bagi umat manusia, karena pada prinsipnya,
hukum itu mengabdi kepada manusia, untuk memberikan kemaslahatan bagi umat
manusia. Itulah ghiroh dari pada hukum progresif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar