Kamis, 13 Februari 2020

DEMOKRASI KITA HARI INI


Banyak pertanyaan berkelindan dalam common sense kebangsaan rakyat Indonesia. Mengapa setelah tumbangnya rezim otoriter Soeharto dan tumbuhnya era reformasi tak kunjung jua mampu membuat negara Indonesia menjadi negara yang maju. Meski secara infrastruktur kenegaraan sebenarnya kita sudah cukup memadai (ada MK, KPK, KY, DKPP dll).

Setelah reformasi (transisi dari otoritarianisme ke demokratis), ada 3 potensi kondisi yang dapat terjadi pada sebuah negara. Pertama, transformasi. Dimana rezim otoriter mau berubah "taubat" dari otoritarianisme menjadi demokratis dan tetap memegang kekuasaan. Namun fenomena ini sangat jarang terjadi. 

Kedua, replacement. Dimana rezim otoriter bersama kroni-kroninya "dibabat" habis diganti dengan pemerintahan orang-orang baru. Ketiga, transplacement. Dimana roda kekuasaan dipegang oleh kombinasi sisa-sisa rezim lama dan orang baru (kaum reformasi) sebagaimana yang terjadi di Indonesia. Di sini, orang-orang lama mencoba "mengamankan" dirinya dan sumber daya materil yang mereka miliki untuk kepentingan-kepentingan oportunis. Nah, di sisi lain kaum orang-orang baru pun juga memudar idealismenya karena "tuak" kekuasaan.

Kondisi transplacement sebagaimana diatas menyebabkan terjadinya oligarki politik, di mana negara "seolah-olah" hanya dikuasai dan dikendalikan oleh sekelompok minoritas yang memiliki kekuatan material. Ranah dan akses politik seakan-akan hanya menjadi previlege kaum orang kaya. 

Orang yang tidak memiliki kekuatan material meski memiliki kompetensi dan integritas tidak mampu unjuk gigi. Nilai material lebih memegang peranan dari pada nilai kompetensi dan integritas. 

Akibatnya demokrasi yang kita jalankan hari ini hanya sebatas demokrasi prosedural bukan demokrasi substansial. Demokrasi yang kita jalankan hari ini hanya meletakkan rakyat sebagi obyek untuk meraih kekuasaan bukan subyek untuk disejahterakan. 

Demokrasi yang pada khitahnya adalah kedaulatan rakyat justru mengejawantah menjadi sarana transaksional kekuasaan. Mahar politik, cukong politik, dan money politik berkelindan masif dalam ruang demokrasi. Maka tak heran, korupsi masih merajalela di bumi pertiwi.

Menurut hemat saya ada 4 solusi untuk mengatasi problematika laten ini. Pertama, solusi jangka panjang. Yakni memangkas kesenjangan ekonomi agar akses dan hak politik (kontestan) bisa terbuka bagi semua putra-putri terbaik bangsa. Bukan hanya menjadi ranah previlege kaum orang kaya. Hal ini berangkat dari tesis "Selama kesenjangan ekonomi masih tinggi selama itu pula ranah politik (kekuasaan) hanya akan menjadi ranah previlege orang-orang yang memiliki kekuatan modal (kaum orang kaya)".

Kedua, solusi jangka menengah. Memperkuat gerakan sosial untuk mewujudkan civil society. Misalnya: membuat gerakan anti politik uang atau gerakan demokrasi sehat. Hal ini penting untuk membangun kesadaran dan partisipasi politik secara konstruktif dari rakyat sebagai obyek sekaligus subyek dalam demokrasi.

Ketiga, solusi jangka pendek. Memperkuat sistem hukum meliputi struktur hukum (kelembagaan dan penegakan), substansi (peraturan perundang-undangan), dan kultur hukum baik kultur hukum dari penegak hukum maupun kultur hukum dari rakyat. Hal ini penting, mengingat demokrasi yang sehat dan produktif hanya bisa mawujud dengan landasan nomokrasi yang kokoh.

Keempat, solusi kontiniutas. Memperkuat kebebasan pers. Pers yang sering disebut sebagai pilar demokrasi keempat harus selalu diberikan ekosistem yang sehat agar dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara independen, obyektif dan, konstruktif. Adanya pers yang bebas (tanggung jawab) dan kritis adalah nafas bagi entitas demokrasi yang substansial.

Karena, sebagaimana Lord Acton katakan. Kekuasaan itu cenderung rusak (korup) dan kekuasaan absolut sudah pasti rusak (korup) "power tends to corrupt, absolut power corrupt absolutely". Disinilah pentingnya membangun budaya kritis dan sistem check and balance yang kuat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Agar penyelengaaraan negara ini tidak serampangan dan melahirkan tirani.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar